Nawaitu Redaksi

Menelisik Agenda Terselubung Dibalik Rencana Bertemu Prabowo-Megawati

Minggu, 14/04/2024 00:14 WIB
Prabowo Subianto saat silaturahmi dengan Megawati Soekarnoputri (bisnis)

Prabowo Subianto saat silaturahmi dengan Megawati Soekarnoputri (bisnis)

Jakarta, law-justice.co - Keberlangsungan politik di Indonesia memang selalu menarik untuk terus dicermati. Salah satu sorotan terbaru adalah rencana pertemuan antara dua tokoh penting dalam politik Indonesia yaitu  Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri.

Sinyal awal untuk rencana pertemuan antara keduanya sudah dimulai melalui komunikasi melalui anaknya yaitu Puan Maharani. Selain itu, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani diketahui berkunjung ke kediaman Megawati Soekarnoputri saat momen perayaan Hari Raya Idul Fitri 2024.

Pertemuan antara Megawati dan Prabowo memang bakal menarik perhatian banyak pihak, terutama karena keduanya merupakan figur yang memiliki pengaruh yang besar dalam politik di negeri ini. Megawati, sebagai mantan Presiden dan Ketua Umum Partai PDI-P, dan Prabowo, sebagai mantan Danjen Kopassus dan kini Ketua Umum Partai Gerindra, keduanya memiliki basis pengikut yang kuat dan potensi untuk memengaruhi arah politik setelah pilpres usai.

Dalam situasi politik yang serba dinamis seperti saat ini, pertemuan antara kedua tokoh ini bakal banyak memunculkan spekulasi sekaligus interpretasi. Mulai dari upaya membangun koalisi politik baru hingga negosiasi terkait agenda-agenda politik yang akan mereka sepakati. Meskipun harus dipahami bahwa apa yang sebenarnya dibahas dan disepakati dalam pertemuan nanti masih menjadi misteri.

Seperti apa dinamika pasang surut hubungan Prabowo dan Megawati selama ini ?. Apa dampak dan faktor yang paling tidak di inginkan oleh Jokowi jika pertemuan Prabowo dan Megawati itu benar benar terjadi ?

Pasang Surut Hubungan Prabowo-Megawati

Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto bukan nama asing di Indonesia. Keduanya mencerminkan dua kekuatan lama yaitu orde lama dan orde baru (orba). Megawati yangmerupakan anak proklamator Presiden pertama Indonesia Soekarno, identik dengan representasi orde lama. Sementara  Prabowo Subianto menjadi menantu Soeharto sering di jadikan sebagai representasi kekuatan Orba.

Kendatipun mempunyai latar belakang yang berbeda, antara Prabowo dan Megawati suadah menjalin persahabatan sejak lama yaitu sejak Prabowo menjadi menantu penguasa Orba dan Megawati menjadi lawan politiknya.

Megawati pernah menceritakan perihal persahabatannya dengan Prabowo. Persahabatan itu dimulai saat Megawati membantu Prabowo yang keleleran atau `telantar` tanpa negara."Kenapa Pak Prabowo, sampai orang kayaknya bingung, kok saya bisa sobatan yang namanya Prabowo Subianto. Memangnya kenapa?" kata Mega di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2019).

Ketum PDIP itu mengungkap cerita menyelamatkan Prabowo yang sedang berada di mancanegara. Dia marah kepada Menlu dan Panglima karena Prabowo dibiarkan stateless atau tak punya negara."Betul nggak Mas? Saya marah sebagai Presiden, siapa yang membuang beliau tidak punya negara? Ini saya bukan cari nama. Tanya kepada beliau ya. Saya marah pada menlu. Saya marah pada panglima. Apa pun juga, beliau manusia Indonesia pula. Beri dia surat pulang. Begitu itu tanggung jawab," ujar dia seperti dikutip media.

Gerindra membenarkan cerita Megawati itu. Gerindra juga menyatakan tidak akan melupakan jasa Megawati ke Ketua Umumnya."Apa yang diceritakan Bu Megawati itu benar apa adanya dan tidak ada yang lebih dan tidak ada yang dikurangi," kata Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad kepada wartawan, Selasa (3/12/23).

Kedekatan Megawati dan Prabowo kemudian membawa keduanya untuk sepakat berjuang bersama pada Pilpres 2009. Kala itu PDIP dan Gerindra, yang ada di barisan oposisi, berkoalisi menghadapi pasangan capres incumbent, SBY-Boediono, serta JK-Wiranto. Pasangan yang lebih dikenal dengan sebutan Mega-Pro ini mengakhiri Pilpres 2009 dengan raihan 26,79% suara.

Namun hubungan keduanya menjadi “memanas” menjelang Pilpres 2014. Kala itu, Megawati memilih mencalonkan Joko Widodo (Jokowi) sebagai jagoannya.Gerindra pun mengungkit perjanjian dengan Megawati pada Pilpres 2009 tentang janji Mega mendukung Prabowo pada Pilpres 2014. Dokumen perjanjian di Batu Tulis diungkit, tapi Megawati tetap pada pilihannya. Setelah melalui dinamika politik yang panjang, Jokowi akhirnya berduet dengan Jusuf Kalla di Pilpres 2014 dan terpilih menjadi Presiden RI ke-7 untuk periode pertama.

Hubungan Mega-Prabowo kembali hambar menjelang Pilpres 2019 karena Megawati kembali mengusung Jokowi di Pilpres 2019 berpasangan dengan KH. Ma’ruf Amin yang menjadi wakilnya. Sementara Prabowo sendiri berduet dengan Sandiaga Uno berhadapan dengan jagoan Mega untuk kedua kalinya . Panasnya suhu politik selama masa kampanye Pilpres 2019 sampai ke telinga Mega. Mega pun mengkritik orang-orang di kubu 02 yang membenturkan dirinya dengan Prabowo, seraya menegaskan dirinya tak punya masalah dengan Prabowo.

Pada akhirnya hubungan keduanya kembali mencair berkat politik nasi goreng ala Mega. Kala itu, Megawati dan Prabowo bertemu usai Pilpres 2019. Keduanya bertemu di kediaman Megawati di Teuku Umar, Jakarta. Megawati kala itu menyiapkan makanan khusus untuk makan siang dengan Prabowo. Nasi goreng menjadi pilihan Megawati untuk meluluhkan hati Prabowo."Beliau katakan nasi goreng yang saya buat enak, katanya.... `Tapi ternyata setelah dibuktikan memang enak ya, sering-sering diundang, ya, Bu, untuk makan nasi goreng.` Perempuan pemimpin politik ada bagian yang sangat mudah meluluhkan hati laki-laki, itu namanya politik nasi goreng," ujar Megawati kala itu.

Sejak saat itu hubungan Megawati dan Prabowo terlihat semakin mesra setelah Prabowo menghadiri kongres V PDIP di Bali pada 8 Agustus 2019. Megawati bahkan sempat menyapa Prabowo dalam sambutannya."Saya ingin mengucapkan terima kasih banyak atas kehadirannya senior partai yang jadi saksi perjuangan PDIP, para ketum partai dan sekiranya beserta sekjen partai, termasuk Ketum Gerindra Bapak Prabowo Subianto, yang juga berkenan hadir menghangatkan kongres kelima PDIP," kata Megawati di Hotel Grand Inna Bali Beach, Kamis (8/8/2019).

Kedekatan Megawati dan Prabowo pun terus berlanjut apalagi setelah Prabowo menjadi Menteri Pertahanan di kabinet Presiden Jokowi yang awalnya menjadi rivalnya.Bahkan, saat itu, kedekatan keduanya ditunjukkan melalui swafoto bersama Ketua DPR Puan Maharani anaknya. Puan kala itu mengucapkan selamat bekerja untuk Prabowo.Foto tersebut diunggah di akun Instagram resmi Puan, Jumat (25/10/2019).

Selain keduanya, ada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang juga ibunda Puan, berada dalam satu frame yang sama.Puan dan Megawati tampak tersenyum, sementara Prabowo menyempil di antara keduanya."Selamat bekerja Menteri Pertahanan Republik Indonesia periode 2019-2024," tulis Puan

Persahabatan Megawati dan Prabowo kembali terpotret dalam peresmian patung Presiden ke-1 RI Sukarno atau Bung Karno di Gedung Kementerian Pertahanan. Megawati secara khusus menyebut Prabowo sebagai sahabat."Atas nama pribadi dan keluarga Bung Karno, saya mengucapkan terima kasih dan penghormatan secara khusus kepada Bapak Prabowo, Menteri Pertahanan Republik Indonesia dan sekaligus sahabat saya, atas peresmian patung Bung Karno ini," ujar Megawati dalam sambutannya, di Gedung Kemhan, Jakarta, Minggu (6/6/2021).

Namun hubungan antara Megawati dan Probowi kembali “hambar” menjelang pelaksanaan pilpres 2024 karena Prabowo berkenan untuk menggandeng anak Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka. Sebuah proses pencalonan yang dinilai menyalahi etika sekaligus indikasi “pengkhianatan” yang ditunjukkan oleh petugas partainya yaitu Jokowi kepada Mega.Ini terjadi karena PDIP sendiri telah secara resmi mengusung Ganjar sebagai jagoannya.

Mungkin Megawati menyesalkan sikap Prabowo yang telah menggandeng Gibran anak Jokowi padahal yang digandeng sendiri masih menjadi kader partainya sehingga selayaknya mendapatkan ijin darinya ?. Tapi semuanya sudah terjadi sehingga penyesalan tiada guna.

Agenda Terselubung ?

Sepertinya keinginan Prabowo untuk bertemu dengan Megawati sudah berlangsung cukup lama yaitu sejak Prabowo pada akhirnya memilih Wali kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai pendampingnya. Namun rencana pertemuan itu terus tertunda barangkali karena pilpres baru saja usai sehingga kedua pemimpin sama sama ingin menjaga perasaan para pendukungnya.

Sebaliknya dari kubu Megawati sendiri sepertinya juga ingin sekali bertemu Prabowo setelah jagoannya dikalahkan melalui keputusan KPU yang sekarang digugat ke MK. Keinginan Megawati untuk bertemu Prabowo bisa jadi karena ingin menumpahkan segala kekecewaannya karena telah “dikhianati’ oleh kader partainya yaitu Jokowi yang telah mengusung anaknya.

Dilihat dari perspektif antara keduanya, pertemuan yang akan berlangsung nampaknya bakal mengusung kepentingan yang berbeda. Bagi Prabowo, Partai Banteng  dianggap menjadi kunci kekuasaan Prabowo di parlemen nantinya jika berkuasa.  Prabowo dinilai membutuhkan PDIP bergabung ke koalisinya untuk menguasai kekuatan politik di parlemen untuk stabilitas pemerintahannya.

Langkah tersebut penting dilakukan oleh Prabowo karena kekuatan parpol Koalisi Indonesia Maju (KIM) di parlemen belum mencapai 50 persen.Dalam konteks ini, Prabowo akan memiliki tingkat ketergantungan yang amat tinggi pada PDI-P yang banyak kursinya. Hal ini juga penting untuk  mengurangi potensi manuver dari Partai Golkar yang akhir akhir ini banyak “bertingkah” karena merasa punya andil besar memenangkan paslon nomor urut 2. Dengan menggandeng PDIP, Prabowo juga bisa menghadirkan penyeimbang untuk menetralisir potensi manuver-manuver Golkar yang merasa dirinya sebagai kekuatan terbesar di koalisi pemerintahan nantinya.

Bagi Prabowo, pemerintahannya nanti akan semakin kuat dengan menggandeng PDIP sambil menghilangkan bayang bayang dari kekuatan Jokowi yang sudah kehilangan jabatannya. Jokowi menjadi tidak bisa berpengaruh apa apa pada pamerintahannya karena ia bukan Ketum partai seperti halnya Megawati yang masih menjadi Ketum PDIP. Pengaruh Jokowi lama lama akan pudar meskipun ia telah berhasil memasang anaknya sebagai wakil Prabowo di pemerintah yang terbentuk nantinya.

Sementara itu kepentingan bagi Megawati dengan PDIP-nya selain akan mendapatkan jatah kursi di kabinet juga bisa dijadikan sarana untuk menjalankan agenda agenda politiknya. Dengan masuk menjadi bagian dari pemerintahan maka hal ini akan membuat PDIP bisa mempengaruhi jalannya pemerintahan nantinya.

Manuver PDIP bisa melemahkan peran Jokowi melalui anaknya Gibran Rakabuming Raka sehingga posisi wakil presiden nantinya akan benar benar hanya sekadar sebagai ban serep belaka. Kalau Megawati mau “balas dendam” pada Jokowi dan anaknya maka dengan masuk ke koalisi Prabowo bisa menjadi sarana untuk “menghukumnya”.

Megawati bisa “nabok nyilih tangan” untuk menghukum kadernya yang telah mengkhianatinya. Melalui tangan Prabowo, Megawati bisa membuat Jokowi semakin tidak berdaya pasca kehilangan kekuasaannya. Karena begitu Presiden dilantik maka kekuasaan besar ada ditangannya sehingga bisa menentukan segalanya. Disaat itulah PDIP bisa ambil peran untuk mempengaruhi presiden menjalankan agenda politiknya.

Ia bisa melemahkan kekuatan lawan lawan politiknya termasuk balas dendam pada kadernya yang telah “melawannya”. Tapi apakah Prabowo berkenan untuk merestuinya ? Yang berarti pula Prabowo akan  “mengkhianati” Jokowi yang telah berjasa memenangkannya ?

Bagaimanapun, diakui atau tidak PDIP hingga kini masih kecewa dan menunjukkan kekesalannya terhadap Jokowi, Gibran dan Keluarganya, karena tanpa Jokowi tak mungkin Prabowo bisa memenangkan Pilpres sehingga menjadi presiden Indonesia. Dalam kaitan ini Megawati memang kecewa pada Prabowo karena telah menggandeng anak Jokowi Gibran Rakabuming Raka tetapi kekecewan Megawati kepada Prabowo tidak sebesar rasa kecewanya pada Jokowi yang telah merestui anaknya berpasangan dengan Prabowo Subianto.

Jika pertemuan Prabowo dan Megawati tidak mengandung misi agenda terselubung untuk “menghukum” Jokowi sebagai kader yang telah “berkhianat” pada Mega, maka pertemuan itu hanya akan berlangsung tak ubahnya seperti silaturahmi biasa saja. Sekedar untuk mendinginkan suasana setelah sempat panas pasca pilpres yang dimenangkan oleh paslon 02.

Sampai saat ini rencana pertemuan Megawati dan Prabowo memang masih belum jelas jadi tidaknya. Temasuk kapan akan dilakukan pertemuan dan juga agendanya. Publik hanya bisa menduga duga saja.  

Tetapi dari berita berita yang berkembang sepertinya terlalu dini untuk menyatakan bahwa pertemuan Megawati dan Prabowo akan bermuara pada bergabungnya PDIP pada pemerintahan mendatang (kalau MK menolak gugatan paslon 01 dan 03).

Dengan mempertimbangkan kekecewaan PDIP pada Jokowi dan anaknya, sepertinya PDIP akan tetap mengambil jalur oposisi untuk “menghukum” kader yang telah mengkhianati karena tidak terlalu yakin Prabowo bakal berada dipihaknya kalau PDIP bergabung di pemerintahannya.

Hal tersebut tergambar antara lain lewat elite-elite PDIP seperti Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) masih bersuara negatif dan menyerang pribadi Jokowi, Gibran, maupun keluarganya. Walaupun Puan Maharani selaku Ketua Dewan Perwakilan Pusat (DPP) PDIP melakukan pertemuan silaturahmi dengan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, tapi elite PDIP lainnya nampak masih belum mau legowo menerimanya.

Sepertinya upaya Capres Terpilih Prabowo untuk mengajak PDIP di pemerintahan masih sangat kecil peluangnya. Upaya ini memang memungkinkan jika dari rencana pertemuan Megawati dan Prabowo, berujung kepada pernyataan sikap PDIP mendukung pemerintahan, yang dinyatakan secara langsung oleh Ibu Mega. Sebab, pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati maka akan diikuti oleh sikap seluruh kader dan simpatisannya

Hanya saja tampaknya PDIP lebih memilih untuk  menjadi oposisi agar memudahkan kembali menggaet simpatik masyarakat yang telah memberikan suaranya. PDIP masih berpikir panjang untuk balik badan mendukung pemerintah yang terbentuk nantinya karena konsekuensinya bisa ditinggalkan oleh pendukungnya.

Sisi lain, oposisi juga masih berpeluang karena Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga tak coba didekati oleh kubu 02. Sedangkan, PKS seringkali  dianggap representatif dari capres Anies Baswedan yang menjadi rivalnya. Artinya peluang oposisi masih ada di antara PKS dan PDIP meskipun keduanya berbeda ideologinya.

Sepertinya konstelasi politik nasional akan segera berubah nanti setelah ada keputusan MK. Partai partai mana yang akan bergabung kepemerintahan dan mana yang ada diluar pemerintahan akan sangat dipengaruhi oleh keputusan MK. Termasuk pertemuan antara Megawati dan Prabowo sepertinya juga masih menunggu keputusan MK. Apakah memang begitu kenyataannya ?

 

 

 

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar