Dugaan Pemalsuan Surat, Polda Sulteng Bidik Petinggi IMIP

Jum'at, 29/03/2024 11:47 WIB
Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Tengah. (RRI)

Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Tengah. (RRI)

law-justice.co - Polda Sulawesi Tengah terus mendalami dugaan pemalsuan surat yang berlatar sengketa lahan tambang. Kasus yang sudah dilaporkan sejak tahun lalu ini, kini sudah tahap penyidikan meskipun belum ada tersangka yang ditetapkan. Meskipun, penyidik telah memeriksa terlapor, salah seorang petinggi IMIP.

Sampai dengan saat ini proses penyidikan masih terus berlangsung, termasuk pemeriksaan terhadap Hamid Mina, salah seorang petinggi IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park). Dia diperiksa sebagai saksi terlapor pada Rabu (20/3/2024) lalu. Hamid dilaporkan di kasus ini dalam kapasitas sebagai direktur PT. Bintang Delapan Wahana.

“Setidaknya sudah 19 orang diperiksa sebagai saksi dalam tahap penyidikan dan minggu depan penyidik menjadwalkan pemeriksaan 2 ahli pidana,” kata Kompol Sugeng Lestari Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sulteng, Kamis (28/3/2024).

Ditambahkan oleh Sugeng, setelah pemeriksaan dianggap lengkap nantinya penyidik akan kembali melakukan gelar perkara terlebih dahulu utk melakukan penetapan tersangka. “Polda Sulteng telah menerima laporan dugaan pemalsuan dokumen sebagaimana Laporan Polisi nomor: LP/B/153/VII/2023/SPKT/Polda Sulteng tgl 13 Juli 2023. Pelapor saudara  Waleed Khalid Theyab selaku Direktur PT. Artha Bumi Mining. Terlapor saudara Hamid Mina Direktur PT. Bintang Delapan Wahana,” papar Sugeng.

Pokok laporan yakni dugaan tindak Pidana Pemalsuan Dokumen perizinan tambang Surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Nomor: 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 Perihal Penyesuaian IUP Operasi Produksi,

Pelapor melalui kuasa hukumnya menduga terlapor melakukan tindak pidana Pasal 263 jo. Pasal 55 jo. Pasal 56 KUHPidana. Perkembangan laporan tersebut telah memasuki tahap penyidikan berdasarkan surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) No. SPDP/08/I/RES.1.9./2024/Ditreskrimum Polda Sulteng tertanggal 17 Januari 2024.

Belum juga ada tersangka dalam kasus ini ternyata membuat gusar Pakar Hukum Pidana Chairul Huda. “Kalau sudah masuk ke dalam tahap penyidikan berarti sudah melewati tahap penyelidikan. Nah, kalau sudah dalam penyidikan berarti peristiwanya ada, penyidikan tinggal mempertebal bukti bukti-buktinya,” ujarnya.

Dia menilai kasus ini sebenarnya sederhana, fakta peristiwanya telah ada. “Surat yang dimaksud itu, ternyata surat yang dikeluarkan pihak yang berwenang terhadap urusan pihak lain. Itu sudah lebih dari cukup untuk menyatakan ini ada pemalsuan dan ada pihak yang menggunakan itu untuk kepentingannya,” ujarnya.

“Jadi kalau dikatakan ini kan belum tahu siapa yang memalsukan. Ya, tapi kan dia menggunakan gitu yang diuntungkan,” imbuhnya.

Menurut akademisi Unibersitas Muhamadiyah Jakarta ini, kasus ini bukan hanya soal pemalsuan surat semata. Namun, atas dasar surat yang diduga palsu itu ternyata sudah dijadikan alas untuk tindakan tertentu terhadap sebidang areal yang diperuntukkan buat pihak lain. “Di situ kan terjadi persinggungannya,” ujarnya.

Menurut Huda, katakanlah surat dipalsu, tetapi karena surat ini digunakan untuk mengkooptasi wilayah pihak lain. Maka, ada pihak lain yang berkepentingan terhadap penggunaan surat tersebut. Jadi, imbuhnya,  sebenarnya apakah itu informasi yang sifatnya palsu yang diberikan atau memang surat palsu itu kan sudah pada persoalan nanti pilihan pasal saja,” katanya. “Apakah ini nanti masuk kategori pasal 263 atau masuk kategori 264 atau 266 (KUHP),” pungkasnya.

Menurut dia, waktu hampir setahun menangani kasus ini tergolong terlalu lama dan terkesan lamban. “Makin lama, kerugian yang dialami korban akan makin besar. Di samping itu penanganan kasus juga akan makin sulit,” ujarnya. Dia memeberikan contoh kasus serupa di Kalimantan Timur. Akhirnya, sampai sekarang hampir tidak bisa diproses karena lahan itu sudah jadi terisi air sudah jadi danau.

Pakar Hukum Pidana Chairul Huda.

Sementara itu tim kuasa hukum PT Artha Bumi Mining, Happy Hayati Helmi selaku pelapor mengatakan, akibat  pemalsuan dokumen IUP tersebut, pihak kliennya dirugikan. Pasalnya beberapa rencana investasi bernilai triliunan rupiah belum bisa direalisasikan, karena dampak dari pemalsuan IUP tersebut. Meskipun Satuan Tugas Percepatan Investasi juga telah berupaya menyelesaikan hambatan-hambatan realisasi investasi.

“Dengan adanya pemalsuan IUP, terjadi tumpang tindih wilayah pertambangan antara PT Bumi Artha Mining dengan PT Bintang Delapan Wahana. Sehingga aktifitas pertambangan dan rencana-rencana investasi tidak bisa dilaksanakan" ucap Happy.

Merasa dirugikan dengan penggunaan dokumen yang diduga palsu itu, pihak   PT. ABM meminta klarifikasi di Ditjen Minerba Kementerian ESDM terkait keaslian dari dokumen tersebut. Permintaan klarifikasi direspons Ditjen Minerba lewat Surat Dirjen Minerba  Nomor 2143/30/DBM.PU/2017 tertanggal 15 November 2017. Pihak Ditjen Minerba menyebut bahwa surat   nomor 1489 tanggal 3 Oktober 2013 itu tidak teregister.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar