Ketua PPLN Kuala Lumpur Mengaku Ubah 1.402 DPT Tanpa Rapat Pleno

Selasa, 19/03/2024 16:19 WIB
Serahkan Diri, DPO PPLN Kuala Lumpur Langsung Ikut Sidang di PN Jakpus. (Forum Keadilan).

Serahkan Diri, DPO PPLN Kuala Lumpur Langsung Ikut Sidang di PN Jakpus. (Forum Keadilan).

Jakarta, law-justice.co - Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur nonaktif Umar Faruk mengakui telah mengubah Data Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 1.402 pemilih tanpa rapat pleno.

Hal itu disampaikan Umar saat menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa 19 Maret 2024.

"Apakah sekitar bulan Desember sampai tanggal 4 Januari 2024 ada dilakukan pengurangan mengeluarkan nama-nama dari daftar pemilih kemudian memasukkan data-data baru yang diperoleh dari data domestik atase k

Ketenagakerjaan?" tanya jaksa.

"Iya," jawab Umar.

"Berapa banyak nama pemilih itu?" lanjut jaksa.

"1.402," terang Umar.

"Apakah terhadap perubahan pengurangan dan penambahan DPT itu dilakukan melalui pleno terbatas atau terbuka?" cecar jaksa.

"Tidak ada," kata Umar.

Umar mengaku ide mengubah DPT merupakan inisiatif dari anggota PPLN KL Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu. Menurut Umar, ide tersebut disampaikan Tita melalui grup WhatsApp.

"Siapa yang berinisiatif untuk mengubah data pemilih tersebut?" tanya jaksa.

"Saudara Tita," jawab Umar.

"Yang saya tahu saat tanggal 24 Oktober ya mengirimkan melalui WA grup yang tergabung PPLN dan Sekretariat dan di situ saudara Tita sudah mengangkat isu itu dan bahkan sudah mengirimkan file-file-nya dan tidak ada yang menanggapi saat itu," lanjut Umar.

Data 1.402 pemilih itu merupakan data dari atase Ketenagakerjaan yang dimintakan oleh Umar selaku Ketua PPLN KL. Umar mengaku tak pernah membuka data tersebut.

"Berarti pada saat itu saudara memang menginginkan data-data daftar pemilu tersebut diganti, replacement?" tanya jaksa menegaskan.

"Pengertian replacement saya adalah dilampirkan data selaras dengan tanggal 20 Desember, saya menjawab apa yang menjadi saran perbaikan dari Bawaslu, pemahaman saya seperti itu," jawab Umar.

"Terdakwa memasukkan data-data yang diambil dari atase Ketenagakerjaan, apakah data tersebut sudah pernah diverifikasi atau apa pun tahapnya seperti tahapan-tahapan coklit-coklit (pencocokan dan penelitian) itu sebelumnya?" tanya jaksa.

"Tidak, karena saya selaku ketua itu kan mengakomodasi apa yang kemudian menjadi keperluan-keperluan dan kebetulan saat itu divisi data memerlukan data untuk database sehingga kita mintakan melalui perwakilan ke atase Ketenagakerjaan tapi saya tidak pernah membukanya," jelas Umar dikutip dari CNN Indonesia.

Umar bersama enam terdakwa lainnya diadili atas kasus pemalsuan data dan daftar pemilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Enam terdakwa lain dimaksud yaitu Divisi Keuangan PPLN KL Tita Octavia Cahya Rahayu; Divisi Data dan Informasi PPLN KL Dicky Saputra; SDM PPLN KL Aprijon; Divisi Sosialisasi PPLN KL Puji Sumarsono; Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu PPLN KL Khalil; dan Logistik PPLN KL Masduki Khamdan Muhammad.

Tindak pidana tersebut terjadi pada 5 April 2023, 12 Mei 2023, 21 Juni 2023, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu antara 5 April 2023 sampai dengan 21 Juni 2023 atau setidak-tidaknya dalam tahun 2023 di KBRI Kuala Lumpur dan Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur Nomor 233.

Tujuh petugas PPLN Kuala Lumpur didakwa melanggar Pasal 544 atau 545 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Perkara ini diadili oleh ketua majelis hakim Buyung Dwikora dengan hakim anggota I Arlen Veronica dan hakim anggota II Budi Prayitno.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar