Sering Langgar Etik, Apakah KPU Kebal Terhadap Semua Hal?

Rabu, 13/03/2024 18:38 WIB
Ketua KPU Hasyim Ashari (Dok.RRI)

Ketua KPU Hasyim Ashari (Dok.RRI)

Jakarta, law-justice.co - Ketua KPU Republik Indonesia (RI) Hasyim Asy’ari telah terbukti melanggar etika sebanyak empat kali. Dia harus mundur dari jabatannya sebagai Ketua sekaligus Anggota KPU RI.

Pada tanggal 5 Februari 2024, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terbukti melanggar etik.

Dalam putusan tersebut, para komisioner KPU terbukti melanggar etik karena menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai salah satu calon wakil presiden untuk Pemilu 2024.

"Pelanggaran etik terbukti telah dilakukan para komisioner karena tidak mengindahkan kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dengan tidak melakukan revisi aturan prosedur terkait syarat calon presiden dan wakil presiden pasca terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023. Sebagai akibat dari tindakan para komisioner tersebut, Ketua KPU Hasyim Asy’ari dikenakan sanksi berupa peringatan keras terakhir, sedang enam orang komisioner lainnya dikenakan sanksi peringatan keras," jelas sikap tertulis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih.

Putusan DKPP ini telah memperkuat putusan MK bahwa pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden RI cacat secara etika. Lebih penting, ini memperkuat bukti bahwa pemilu 2024 cacat integritas. Penyelenggara Pemilu yang seharusnya bersih dari kepentingan politik praktis justru bermain api.

Putusan DKPP sekaligus menunjukkan bahwa KPU RI selaku penyelenggara pemilu berkontribusi besar terhadap nepotisme dan politik dinasti yang dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo. KPU oleh karena itu tidak memiliki posisi moral untuk menyelenggarakan pemilu yang bersih dan berintegritas.

Terlebih, Ketua KPU Hasyim Asy’ari sudah berkali-kali terbukti melanggar etik. Dimulai sejak pernyataan kontroversialnya mengenai sistem pemilu, pertemuannya dengan Ketua Partai Republik Satu, tindakannya yang tidak menindaklanjuti Putusan MA mengenai kuota 30% untuk caleg perempuan, hingga terakhir mengenai pencalonan Gibran Rakabuming.

KPU yang sejatinya memangku peran penting sebagai penyelenggara pemilu justru telah menjadi lembaga yang semakin menjauhkan pemilu dari nilai etika, profesionalitas, dan integritas.

Hasyim Asy’ari harus segera mundur dari jabatannya sebagai Ketua KPU RI agar tak semakin memperburuk citra lembaga dan agar publik tidak semakin hilang kepercayaan baik terhadap institusi penyelenggara pemilu maupun terhadap pelaksanaan pemilu itu sendiri.

 Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih

Indonesia Corruption Watch (ICW)

Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)

Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP)

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN)

PERHIMPUNAN PATTIROS

Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah (FIK ORNOP) Sulawesi Selatan

Yayasan Masagena Center Sulsel

Koalisi OMS Kawal Pemilu Sulsel

Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan Sulawesi Selatan

Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan

PoshDem Univ. Andalas

Koalisi Mahasiswa & Rakyat Tasikmalaya (KMRT)

MaTA Aceh

PSHK
Lokataru Foundation
Centra Initiative

MEDIA Link

Setara Institute

Themis Indonesia

YASMIB

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar