Ketum PGRI Tegaskan Perubahan Kurikulum Harus Melalui Kajian

Minggu, 03/03/2024 09:33 WIB
Aktivitas murid saat belajar tanpa fasilitas meja dan kursi di salah satu kelas di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Mekarsari 05, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (28/7/2022). Sudah dua pekan berlangsung sejak dimulainya Tahun Ajaran Baru 2022 murid kelas IV dan V di SDN Mekarsari 05 mengikuti kegiatan belajar tanpa fasilitas meja dan kursi. Robinsar Nainggolan

Aktivitas murid saat belajar tanpa fasilitas meja dan kursi di salah satu kelas di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Mekarsari 05, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (28/7/2022). Sudah dua pekan berlangsung sejak dimulainya Tahun Ajaran Baru 2022 murid kelas IV dan V di SDN Mekarsari 05 mengikuti kegiatan belajar tanpa fasilitas meja dan kursi. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Unifah Rosyidi menegaskan bahwa perubahan kurikulum dilakukan harus melalui kajian.

Hal itu disampaikan Unifah saat setelah acara Pembukaan Kongres XXIII PGRI Tahun 2024 di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Sabtu (2/3).

Mulanya, Unifah mengatakan pihaknya secara samar-samar mendengar kabar soal kurikulum merdeka akan diganti kurikulum nasional.

"Kami kan dari awal bahwa perubahan kurikulum itu dipastikan bahwa itu punya niat baik. Tapi kan harus dikaji, harus disosialisasikan kepada kawan-kawan semua," ujar Unifah.

"Jangan karena mudah mengubah kurikulum tapi infrastruktur di bawah, termasuk kesiapan gurunya belum disiapkan dengan baik," kata Unifah.

Menurut dia, perubahan kurikulum adalah bagian dari upaya perbaikan.

Adapun Unifah menilai perubahan kurikulum tak dapat secepat itu terjadi tanpa ada kajian dan kesiapan.

"Tapi rasanya enggak bisa secepat itu kalau tanpa ada kajian, kesiapan. Karena sebenarnya kurikulum itu sendiri adalah para guru," tutur dia.

Lebih lanjut, Unifah menyebut PGRI belum diundang untuk kajian terkait perubahan kurikulum.

Kendati demikian, Unifah mengaku adanya anggota PGRI yang diundang secara perseorangan.

"Jadi mereka mengundangnya orang per orang gitu. Kan banyak sekali anggota PGRI di mana-mana," imbuhnya.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membantah kurikulum merdeka akan diganti menjadi kurikulum nasional.

Hal itu disampaikan Kepala BSKAP (Badan Standar, Kurikulum & Asesmen Pendidikan) Kemendikbudristek Anindito Aditomo kepada CNNIndonesia.com pada Rabu (28/2) lalu.

"Informasi bahwa Kurikulum Nasional akan menggantikan Kurikulum Merdeka adalah informasi yang tidak benar," kata Anindito.

Dia menjelaskan saat ini Kemendikbudristek tengah merumuskan kebijakan tentang penerapan Kurikulum Merdeka secara nasional.

Kebijakan itu merupakan bagian dari rangkaian panjang proses evaluasi Kurikulum Merdeka yang secara bertahap telah dilakukan sejak 2020.

"Penerapan secara nasional ini dilakukan setelah melalui tahapan yang panjang. Setelah melakukan evaluasi terhadap Kurikulum 2013, Kemendikbudristek mulai menyusun prototipe Kurikulum Merdeka pada tahun 2020," terang dia.

Prototipe tersebut kemudian diterapkan secara terbatas dan dievaluasi pada 2021 di sekitar 3.000 sekolah di seluruh Indonesia, termasuk di daerah-daerah terpencil.

Dia mengatakan Kurikulum Merdeka ditawarkan sebagai salah satu opsi bagi sekolah yang ingin mulai melakukan transformasi agar pembelajarannya lebih berpusat pada murid. Opsi itu diberikan pada 2022 dan 2023.

"Jadi penetapan sebagai kurikulum nasional mulai 2024 sudah melalui proses yang panjang. Setelah 2024 pun satuan pendidikan masih diberi waktu 2 hingga 3 tahun untuk menyiapkan diri," ujarnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar