Gabungan Industri Pariwisata Gugat Pajak Hiburan Minimal 40% ke MK

Rabu, 07/02/2024 18:15 WIB
 Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani  (Emitennews)

Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani (Emitennews)

Jakarta, law-justice.co - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) resmi mengajukan uji materiil atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 58 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Uji materiil itu didaftarkan oleh Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani dan didampingi Kuasa Hukum DPP GIPI Muhammad Joni dari Managing Partner Law Office Joni & Tanamas bersama pelaku usaha hiburan lainnya, pada Rabu 7 Februari 2024. Tanda terima uji materiil bernomor 23/PAN.ONLINE/2024.

"GIPI telah resmi mendaftarkan gugatan ke MK terkait UU Nomor 2022 tentang UU HKPD yaitu Pasal 58 ayat 2," jelas Hariyadi seusai mendaftarkan gugatannya itu di Gedung MK, Jakarta, Rabu 7 Februari 2024.

Permintaan utama GIPI ke MK ialah membatalkan ketentuan dalam Pasal 58 ayat 2 UU HKPD. Sebagaimana diketahui dalam pasal itu disebutkan Khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

"Penetapan tarif itu sendiri tidak memiliki dasar perhitungan atau pertimbangan kuat, jadi terlihat sekali diskriminasinya," ungkap Hariyadi dilansir dari CNBC Indonesia.

GIPI mengajukan uji materiil terhadap Pasal 58 Ayat 2 UU HKPD dengan menggunakan acuan atau batu uji lima pasal dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945. Ketentuan dalam Pasal 58 itu mereka anggap bertentangan dengan 5 pasal dalam UUD 1945.

Lima pasal batu uji dalam UUD 1945, ialah Pasal 28 ayat 1 tentang kepastian hukum yang adil; Pasal 28 i ayat 2 tentang larangan untuk tidak melakukan tindakan diskriminatif; Pasal 28 g ayat 2 tentang perlindungan harta di bawah kekuasannya; Pasal 28 h ayat 1 tentang layanan kesehatan; dan Pasal 27 ayat 2 tentang hak untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan

"Jadi ada 5 Pasal di UUD 1945 yang kami nilai bertentangan dengan Pasal 58 khususnya menyangkut masalah diskriminasi karena dalam kategori 5 jenis usaha tadi dibedakan dengan yang lain," ucapnya.

Hariyadi memperkirakan, proses persidangan dari uji materiil ini akan panjang, karena MK akan memprioritaskan lebih dahulu persidangan sengketa pemilu karena saat ini sudah masuk tahun politik. Sambil menunggu proses persidangan ia akan meminta supaya pengusaha sektor yang terdampak Pasal 58 membayar tarif pajak sesuai ketentuan lama dalam UU PDRD.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar