Terkait Pilpres, Masa Lalu Capres Prabowo Subianto Disorot Media Asing

Rabu, 17/01/2024 12:07 WIB
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri), dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo beradu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri. Robinsar Nainggolan

Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri), dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo beradu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Sebuah media asing kembali menyoroti terkait dunia perpolitikan di Indonesia menjelang pilpres 2024. Kali ini media asing membahas masa lalu dari Calon Presiden (Capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto di pilpres 2024.

Sebagai informasi, media asing yang membahas masa lalu Prabowo jelang pilpres 2024 ini yaitu The Economist melalui artikel berjudul The favourite in Indonesia`s presidential election has a sordid past.

Artikel yang membahas masa lalu capres Prabowo dari media asing The Economist itu sendiri telah terbit pada Kamis 11 Januari 2024. Dalam artikel tersebut, media asis dengan berbasis bahasa Inggris ini secara terang-terangan membandingkan masa lalu antara ketiga capres.

Namun secara khusus media asing ini menyoroti bahwa capres Prabowo memiliki masa lalu yang disebut cukup buruk dari capres lainnya. Media asing ini bahkan membandingkan capres nomor urut 2 sekaligus menhan itu dengan Benito Mussolini, ditaktor Italia.

"Yang lebih meresahkan lagi adalah catatan pra-reformasi yang dimiliki oleh Prabowo. Dia mempunyai hubungan erat dengan rezim Suharto yang telah didiskreditkan; dia pernah menikah dengan putri diktator," tulis media asing The Economis yang dikutip Rabu, 17 Januari 2024.

The Economist menyebut Prabowo adalah seorang perwira dan kemudian menjadi komandan Kopassus, pasukan khusus yang ditakuti oleh tentara.

Dalam artikel tersebut bahkan mengaitkan dengan pelanggaran yang dilakukan di Timor Timur, seperti yang pernah dijelaskan oleh Pat Walsh dari Inside Indonesia, sebuah publikasi online Australia.

"Negara bekas jajahan Portugis ini, yang diinvasi oleh Indonesia pada tahun 1975, mengupayakan dan meraih kemerdekaan sebagai Timor-Leste pada tahun 2002," dalam artikel tersebut.

"Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi menemukan bahwa angkatan bersenjata Indonesia, dan khususnya Kopassus, bertanggung jawab melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama pendudukan," tambah laporan itu.

"Pasukan di bawah komando Prabowo melakukan pembantaian. Prabowo juga bertanggung jawab untuk melatih proxy lokal yang kejam dan melakukan banyak pekerjaan kotor tentara. Mantan jenderal itu membantah melakukan kesalahan," sambung media tersebut.

The Economist tersebut juga mengatakan bahwa keterlibatan Prabowo dalam melawan protes yang menggulingkan Suharto pada tahun 1998. Dalam artikel itu juga menyebut Prabowo yang mengorganisir penculikan 23 aktivis demokrasi, 13 di antaranya masih hilang hingga saat ini.

The Economist juga menuliskan dewan militer telah memutuskan Prabowo bersalah atas penculikan tersebut dan memecatnya dengan tidak hormat. Prabowo juga dikatakan sudah lama dilarang memasuki Amerika tetapi Presiden Donald Trump mencabut larangan tersebut pada tahun 2020.

Dalam pembahasannya itu juga mengatakan bahwa Prabowo memiliki temperamen yang meledak-ledak.

"Dikenal memiliki temperamen yang meledak-ledak, Prabowo telah mengalami perubahan. Setelan safari bergaya diktatornya sudah tidak ada lagi dan digantikan dengan pakaian bisnis," jelas media asing tersebut.

"Didukung oleh kampanye media sosial yang cerdik, ia ingin para pemilih mengenalnya sebagai sosok yang menggemaskan," tambahnya.

Media asing juga menyebut bahwa Prabowo memiliki strategi kampanye di media sosial yang cerdik dengan ingin rakyat mengenalnya sebagai kakek menggemaskan.

"Favorit dalam pemilihan presiden Indonesia memiliki masa lalu yang buruk dalam kampanye media sosial yang cerdik, ia ingin para pemilih mengenalnya sebagai seorang kakek yang menggemaskan," jelas laporan itu.

"(Akibatnya) Pemilih muda hanya tahu sedikit tentang masa lalu kelamnya; pers dan televisi Indonesia jarang menyebutkannya," sambungnya.

Jika capres nomor urut 2 Prabowo memenangkan lebih dari separuh suara putaran pertama pada 14 Februari, ia akan menjadi presiden.

Akan tetapi jika tidak ada kandidat yang memperoleh 50% suara, maka pemilihan putaran kedua akan dilakukan pada Juni antara dua kandidat utama. Itulah tulis artikel dari media asing The Economist yang menyoroti capres Prabowo Subianto.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar