Tak Setor PPN Penjualan Properti, Jaksa Tahan Dirut PT PUI

Senin, 15/01/2024 08:01 WIB
borgol: shutterstock

borgol: shutterstock

Jakarta, law-justice.co - Direktur Utama PT PUI yang berinisial SS ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pajak.

Tersangka SS telah dengan sengaja tidak melaporkan seluruh penjualan 13 properti dan menyampaikan SPT Masa PPN dengan status NIHIL.

Akibat tindakan tersangka, pendapatan negara mengalami kerugian berupa pokok pajak sebesar Rp 465 juta dengan sanksi denda sebesar Rp 1,3 miliar.

Kepala Kanwil DJP Jatim I, Sigit Danang Joyo mengatakan bahwa kasus ini telah dilimpahkan ke Kejari Surabaya untuk proses hukum lebih lanjut.

Seorang bos properti ditetapkan tersangka oleh penyidik Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I.

Dirut PT PUI itu diproses hukum karena kasus perpajakan yang merugikan negara ratusan juta rupiah.

Karena berkasnya perkara sudah dinyatakan lengkap atau P21, SS berikut berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Surabaya, Jumat (12/1/2024).

"Kasus ini telah resmi diserahkan kepada Kejari Surabaya oleh DJP guna pemeriksaan hukum lebih lanjut," katanya dilansir Sabtu (13/1/2024).

Hasil pemeriksaan dan barang bukti, SS diduga kuat telah melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d atau Pasal 39 ayat (1) huruf i UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Menurut Sigit, SS melalui PT PUI pada 2017 pernah melakukan transaksi berupa penjualan 13 properti.

Lawan transaksi dari PT PUI telah membayar seluruh nilai kesepakatan harga beserta nilai PPN 10 persen secara tunai dan PT PUI telah memungut PPN 10 persen tersebut dari lawan transaksi.

"Sesuai data Sistem Informasi DJP bahwa PT PUI tidak melaporkan seluruh penjualan tersebut dan menyampaikan SPT Masa PPN dengan status NIHIL," jelasnya.

Akibatnya, perbuatan yang dilakukan tersangka SS menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berupa pokok pajak sebesar Rp 465 juta dengan sanksi denda sebesar Rp 1,3 miliar.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Jatim I juga menyita harta kekayaan tersangka SS berupa tanah dan bangunan seluas 342 meter persegi di Kabupaten Badung, Bali.

Penyitaan harta sebagai mengembalikan kerugian pada pendapatan negara sesuai amanat Pasal 44 jo Pasal 44 C UU KUP.

Penegakan hukum dilakukan sebagai upaya terakhir setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk menyelesaikan secara administratif.

"Kami selalu mengedepankan pendekatan yang persuasif kepada Wajib Pajak, pendekatan pidana adalah upaya terakhir jika wajib pajak benar-benar tidak kooperatif," ucap Sigit.

Lebih lanjut dia mengimbau para pengusaha agar mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan demi menjaga keadilan dan keseimbangan dalam sistem perpajakan.

"Direktorat Jenderal Pajak mendorong kesadaran dan kepatuhan dari seluruh pemangku kepentingan guna memastikan kontribusi pajak yang adil dan berkelanjutan demi pembangunan daerah yang lebih baik," pungkasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar