Koalisi Sipil Desak Komisi I Panggil KSAD, Imbas Kekerasan Oknum TNI

Minggu, 07/01/2024 19:55 WIB
KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak (Dok.Kostrad)

KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak (Dok.Kostrad)

Jakarta, law-justice.co - KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak merespons aksi kekerasan yang dilakukan bawahannya kepada relawan Ganjar Pranowo-Mahfud Md di Boyolali Jawa Tengah, sebagai upaya membela diri. Maruli mengibaratkan adanya aksi-reaksi atas aksi kekerasan bawahannya kepada relawan Ganjar-Mahfud lantaran merasa terprovokasi. Ia berkata demikian dalam sebuah acara wawancara di media massa. Koalisi Masyarakat Sipil memandang, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI tidak dibenarkan dengan dalih apapun. Kekerasan tersebut menunjukan kecenderungan masih kuatnya arogansi dan kesewenang-wenangan hukum anggota TNI terhadap warga sipil.

Koalisi sipil yang terdiri dari sejumlah LSM seperti Imparsial hingga PBHI ini menekan bahwa anggota TNI yang diduga melakukan kekerasan tidak boleh dibiarkan tanpa proses hukum di peradilan umum dan dihukum sesuai dengan perbuatannya. “Pembiaran dan pembenaran terhadap kekerasan tersebut menjadi berbahaya, karena akan menjadi preseden buruk yang memicu kekerasan lain di kemudian hari,” kata Direktur Imparsial, Gufron Mabruri dalam keterangannya, dikutip Minggu (7/1/2024).

Gufron mewanti-wanti pernyataan KSAD dalam wawancara di televisi merupakan hal yang keliru dan sama saja dengan membenarkan tindakan penganiayaan anggota TNI terhadap warga sipil. Argumen bahwa tindakan anggota TNI tersebut sebagai aksi bela diri sesungguhnya tidak logis dan tidak beralasan, mengingat kekerasan tersebut dipicu bunyi knalpot bising, bukan karena adanya serangan yang mengancam nyawa dari anggota TNI.

“Karena itu, kekerasan anggota TNI dengan alasan bunyi sepeda motor berknalpot brong tidak dapat dibenarkan, apalagi TNI merupakan alat pertahanan negara,” kata Gufron.

Jika terjadi dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh warga sipil seharusnya, kata dia, TNI melaporkan kepada instansi terkait untuk menanganinya, bukan dilakukan sendiri apalagi dengan cara-cara kekerasan. Dalam konteks penanganan ketertiban umum, termasuk peraturan lalu lintas, hal ini menjadi kewenangan polisi. Sementara jika dugaan pelanggaran oleh warga sipil tersebut berkaitan dengan kampanye, maka yang memiliki kewenangan adalah penyelenggara Pemilu, dalam hal ini Bawaslu.

“TNI tidak mengurusi ketertiban umum, tapi harus berorientasi pada pertahanan negara,” Gufron menegaskan.

Gufron menekankan pernyataan KSAD yang bertendensi membela anggota TNI pelaku kekerasan adalah hal yang keliru dan harus dikoreksi. Setiap anggota TNI yang diduga melakukan kekerasan tentu harus ditindak dan diproses hukum di peradilan umum dan dihukum sesuai dengan perbuatannya. “Pembelaan KSAD terhadap kekerasan anggotanya dikhawatirkan menjadi preseden buruk yang memicu kekerasan lain di kemudian hari,” ujar dia.

Gufron mengatakan koalisi mendesak, Komisi I DPR RI segera memanggil dan mengevaluasi KSAD yang permisif terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI. “Sikap permisif KSAD menjadi berbahaya karena akan membuat kondisi semakin keruh dan mengakibatkan terjadinya kembali peristiwa kekerasan,” tukasnya.

Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menyatakan, penganiayaan terhadap relawan calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo oleh anggota TNI di depan Markas Markas Kompi B Yonif Raider 408/Sbh, Boyolali, adalah bentuk aksi dan reaksi. Maruli membantah bahwa penganiayaan itu direncanakan, tapi terjadi secara spontan karena para korban sudah berulang kali diingatkan prajurit TNI agar tidak berkendara dengan knalpot bising.

"Ada aksi, ada reaksi ya, jadi kan disebutkan mengarahnya kayaknya ada rencana pencegatan, masukin ke dalam asrama, ini kan cara berpikirnya, mana sempat-sempat orang ngeliat dengar suara bising tiba-tiba lari dicegat," kata Maruli dalam program Rosi Kompas TV, Kamis (4/1/2024).

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar