Wilayah Jadi PSN, Warga Rempang Tetap Tolak Relokasi

Sabtu, 23/12/2023 19:24 WIB
Satgas BP Batam dalam relokasi warga Rempang, Batam. Riau (BP Batam)

Satgas BP Batam dalam relokasi warga Rempang, Batam. Riau (BP Batam)

Jakarta, law-justice.co - Penolakan terhadap relokasi terus disuarakan warga Pulau Rempang, Batam. Sejumlah warga tetap menolak untuk direlokasi demi proyek PSN kendati Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 78 Tahun 2023 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional. Pepres itu diklaim pemerintah sebagai jaminan relokasi dan ganti rugi kepada masyarakat yang terdampak PSN-Eco-City.  

"Sekarang (warga) tetap pada pendirian, tetap menolak (relokasi), tidak ada lagi tawar menawar," kata Isaka salah seorang warga Rempang kepada awak media, dikutip Sabtu (23/12/2023).

Isaka menekankan bahwa alasan penolakan tetap sama seperti diawal, yakni tanah masyarakat Melayu di sana adalah tanah ulayat yang harus dijaga sampai kapan pun. "Karena tanah Rempang adalah tanah ulayat masyarakat Melayu," kata Isaka.

Isaka mewanti-wanti pemerintahan Presiden Jokowi seolah mau merebut tanah ulayat itu dari masyarakat lokal yang sudah ratusan tahun berada di sana. Meskipun negara tidak mengakui tanah ulayat itu, Isaka menyatakan warga bisa membuktikannya. 

"Kami juga tidak merebut tanah negara, kami akan mempertahankan tanah ulayat ini. Ini sudah harga mati. Apapun yang terjadi tetap menolak, menolak sudah harga mati, apapun peraturan yang turun, kami tetap menolak," ujar dia.

Ia mengatakan sampai saat ini pemerintah menyatakan, 70 persen tanah Rempang sudah jatuh ke tangan negara. "Kalau dia langsung kelapangan, data itu palsu semua, sekarang BP Batam belum memiliki HPL sama sekali di Rempang," kata dia lagi.

Isaka bilang bahwa saat ini warga Pulau Rempang tidak tahu hendak mengadu kepada siapa. Sebab, perangkat Pemerintah Kota Batam juga ikut meminta mereka pindah dari kampung halaman mereka.  "Selanjutnya menyangkut dua kepemimpinan (Kepala BP Batam dan Walikota Batam) di Batam, dikasus Rempang ini dipihak investor tidak hanya Kepala BP Batam, tetapi juga Wlaikota Batam, " katanya.

Ini menjadi ironis, kata dia, sebab berdasarkan undang-undang, Wali Kota Batam harus berada di pihak masyarakat. Akan tetapi, justru Wali Kota Batam Muhammad Rudi menggunakan jajarannya untuk mengintimidasi masyarakat selama ini. "Ini yang kami sayangkan, warga tidak ada ruang untuk berlindung," ujar Isaka.

Ia juga memberikan tanggapan soal keluarnya Perpres 78 tahun 2023. Sampai saat ini kata Isaka warga asli Pulau Rempang belum mendapatkan sosialisasi langsung dari BP Batam. Niatan sosialisasi dari pemerintah sejauh ini masih bersifat formalitas. Ia berkata hingga kini baru ada satu undangan dialog, namun itu pun terkesan mendadak, sebab undangan dikirim satu hari sebelum acara.

Adapun masalah kepemilikan lahan pembangunan PSN Rempang Eco-city sampai saat ini masih belum selesai. Pemerintah masih menunggu penurunan status Hutan Produksi Konversi (HPK) menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Sedangkan, warga tetap satu suara menolak relokasi dari tempat tinggalnya selama ini.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar