Yoory Corneles Didakwa Rugikan Negara Rp 256 M di Kasus Rumah DP Rp 0
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta
Jakarta, law-justice.co - Bekas Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan menjalani sidang dakwaan yang ketiga kalinya terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk proyek rumah DP Rp 0. Yoory didakwa melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara senilai Rp 256 miliar terkait pengadaan lahan di Cakung, Jakarta Timur, itu.
"Telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang seluruhnya berjumlah Rp 256.030.646.000,00 sebagaimana Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah di Kelurahan Pulo Gebang Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2019," kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu 13 Desember 2023.
Jaksa mengatakan Yoory melakukan korupsi itu bersama pemilik manfaat PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono, dan Direktur Operasional Tommy Adrian. Yoory disebut memperoleh keuntungan Rp 31,8 miliar, sementara Rudy senilai Rp 224 miliar.
"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Yoory Corneles bersama-sama dengan Tommy Adrian dan Rudy Hartono Iskandar terkait jual beli tanah Pulo Gebang dengan SHGB nomor 04663, SHGB nomor 04662, SHGB nomor 04646, SHGB nomor 04645 dan SHGB nomor 04644 serta SHGB nomor 04643 tersebut telah memperkaya Terdakwa Corneles Yoory sejumlah Rp 31.817.379.000,00 dan Rudy Hartono Iskandar selaku pemilik manfaat (beneficial owner) PT Adonara Propertindo sejumlah Rp 224.213.267.000,00 atau setidak-tidaknya sekira jumlah tersebut," ujarnya dikutip dari Detik.
Jaksa menjelaskan mulanya Rudy dan Tommy membeli tanah milik PT Asmawi Agung Corporation (PT ASCO) yang telah dinyatakan pailit di Jalan sejajar tol sisi timur RT 013/006 Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Pembelian itu dilakukan melalui kurator tanah tersebut, yakni Hendra Roza Putera.
Jaksa mengatakan Rudy dan Tommy tetap membeli tanah itu meski sudah mengetahui tanah itu bermasalah. Jaksa mengungkap masih ada pihak lain yang menguasai sertifikat hak guna bangunan (SHGB) tanah tersebut.
"Dalam pertemuan itu, Hendra Roza Putera menyampaikan bahwa atas tanah tersebut masih ada permasalahan, yaitu ada pihak lain yang menduduki tanah yakni H. Mat Amin yang menguasai tanah SHGB nomor 1430/Pulo Gebang, SHGB nomor 1888/Pulo Gebang dan SHGB nomor 1894/Pulo Gebang. Meskipun Rudy Hartono Iskandar dan Tommy Adrian mengetahui bahwa tanah tersebut masih bermasalah, namun Rudy Hartono Iskandar dan Tommy Adrian memutuskan tetap membelinya dengan harga yang disepakati senilai Rp 1.800.000,00/m², dengan ketentuan biaya pembebasan lahan, biaya notaris, pengurusan surat-surat dan sertipikat serta pajak-pajak yang timbul ditanggung oleh PT Adonara Propertindo," ujarnya.
Pada 28 Maret 2018 Yoory selaku Direktur Utama PPSJ mengajukan permohonan pemenuhan kecukupan modal perusahaan PPSJ Tahun 2018 kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta untuk dianggarkan dalam APBD-P Pemprov DKI Jakarta TA 2018. Anggaran itu sejumlah Rp 935.997.229.164.
Rudy dan Tommy lalu menemui Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta, Taguh Hendrawan untuk dikenalkan kepada Yoory guna menawarkan tanah di Pulo Gebang tersebut. Saat itu, Rudy dan Tommy mengetahui jika PPSJ membutuhkan lahan untuk merealisasikan program hunian DP 0 rupiah.
"Karena Rudy Hartono dan Tommy Adrian mengetahui bahwa Perumda Sarana Jaya membutuhkan lahan untuk merealisasikan program Hunian DP 0 rupiah. Padahal Rudy Hartono Iskandar dan Tommy Adrian mengetahui bahwa tanah Pulo Gebang tersebut bermasalah dan belum dilunasi pembayarannya kepada Hendra Roza," kata jaksa.
Pada 14 Desember 2018 Rudy dan Tommy juga meminta bantuan mantan anggota DPRD Mohamad Taufik agar dikenalkan kepada Yoory. Hal itu dilakukan agar Yoory mau membeli tanah di Pulo Gebang, Cakung, Jaktim tersebut.
Singkatnya, Yoory setuju membeli tanah tersebut dengan harga Rp 6.950.000,00/m² tanpa kajian. Tommy juga menjanjikan fee 10 persen untuk Yoory.
"Dalam pembicaraan tersebut dari harga yang ditawarkan yakni Rp 12.000.000,00/m², akhirnya Terdakwa Yoory Corneles sepakat untuk membeli tanah Pulo Gebang dengan harga Rp 6.950.000,00/m², di mana penentuan harga dilakukan tanpa disertai kajian terhadap tanah tersebut. Selain itu Tommy Adrian juga menjanjikan kepada Terdakwa Yoory Corneles akan memberikan fee senilai 10%," ujarnya.
Jaksa mengatakan pembelian tanah itu dilakukan tanpa kajian analisa PPSJ. Pembelian tanah juga tak dilakukan penilaian atau appraisal dari konsultan yang ditunjuk oleh PPSJ dan tanpa didahului rapat pleno Direksi PPSJ.
"Bahwa keputusan pembelian tanah Pulo Gebang dan negosiasi harga tersebut tidak sesuai dengan SOP PPSJ karena dilakukan tanpa adanya kajian analisa
PPSJ, tanpa adanya penilaian/appraisal dari konsultan yang ditunjuk oleh PPSJ dan tanpa didahului rapat pleno Direksi PPSJ. Bahwa nilai appraisal sebesar
Rp10.050.000,00/m² yang digunakan dalam PPJB tersebut hanya berasal dari pernyataan lisan Tommy Adrian," kata jaksa.
"Terdakwa Yoory Corneles selanjutnya memerintahkan Yadi Robby dan I Gede Aldi Pradana untuk menyiapkan dokumen diantaranya dokumen PPJB dan dokumen administrasi pembayaran uang muka seperti Bukti Uang Keluar (BUK) dan cek uang muka yang akan dibayarkan pada tanggal 21 Desember 2018," lanjutnya.
Jaksa mengatakan persyaratan administrasi tanah itu masih bermasalah yakni terkait pemecahan SPPT PBB, belum membayar kewajiban PPN, BPHTB, PPh Penjual hingga SPPT PBB. Meski sudah mengetahui hal itu, Yoory tetap melakukan pelunasan pembayaran tanah tersebut.
"Bahwa meskipun persyaratan administrasi pengadaan tanah Pulo Gebang tidak terpenuhi dan pada saat itu PT Adonara Propertindo masih mengalami permasalahan terkait pemecahan SPPT PBB serta belum membayar kewajiban berupa PPN, BPHTB, PPh Penjual dan SPPT PBB, pada tanggal 22 Februari 2019 bertempat di Ruang Rapat Lt. 3 Kantor PPSJ, Terdakwa Yoory Corneles selaku Direktur PPSJ dan Tommy Adrian selaku selaku Direktur PT Adonara Propertindo atas sepengetahuan Rudy Hartono Iskandar tetap melakukan penandatanganan 6 minuta Akta Jual Beli (AJB) tanah Pulo Gebang dihadapan notaris Yurisca Lady Enggrani," ujar jaksa.
Pada pertengahan Juli 2019 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengirimkan surat pemberitahuan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) untuk pengadaan tanah di Pulo Gebang dan Lebak Bulus. Kemudian, Yoory meminta Indra S Arharrys dan Yadi Robby untuk melengkapi administrasi pengadaan tanah Pulo Gebang dan mencari jasa appraisal tanah dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang bisa membuat Laporan Appraisal secara backdate.
"Selanjutnya masih di bulan Juli 2019 Terdakwa Yoory selaku PPK menunjuk KJPP Wisnu Junaidi sebagai Pelaksana Penilaian/appraisal Tanah Pulo Gebang tanpa melalui prosedur sebagaimana mestinya, dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor: 069.5/076.971 tanggal 7 November 2018 dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 49.500.000,00 yang dibuat backdate dengan waktu pelaksanaan yang juga dibuat secara backdate selama 14 hari kerja mulai tanggal 7 November 2018, seolah-olah pembuatan appraisal tersebut dilakukan sebelum tanggal ditandatanganinya PPJB dan sebelum pembayaran dari PPSJ kepada PT Adonara Propertindo, padahal sebenarnya pelaksanaan pekerjaan oleh KJPP Wisnu Junaidi baru dilakukan pada bulan Juli 2019 sampai dengan bulan Agustus 2019," tutur jaksa.
Pada 2 September 2019, ahli waris tanah itu mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Jakarta Timur. Pihak tergugat yakni PT Adonara Propertindo selaku tergugat I, PT ASCO dan Hendra Roza selaku tergugat II, Pemprov DKI cq PPSJ selaku tergugat III dan BPK Jaktim selaku turut tergugat.
Pada 10 November 2021, Mahkamah Agung RI memutuskan ahli waris H Marjan sebagai pemilik sah tanah tersebut. Putusan perkara perdata itu tertuang dalam Nomor:
3121K/Pdt/2021 juncto Nomor 547/PDT/2020/PT DKI juncto Nomor 410/Pdt.G/2019/PN.Jkt. Tim.
Akibatnya, Yoory tak dapat menggunakan tanah itu meski sudah melakukan pembayaran. Jaksa mengatakan kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 256.030.646.000,00.
"Bahwa dengan adanya putusan tersebut, menyebabkan PPSJ selaku pembeli tidak dapat menguasai dan memanfaatkan 5 bidang tanah seluruhnya seluas 38.586 m² di Jalan Sejajar Sisi Timur Tol Cakung Cilincing RT 013 RW 006 Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur yang dibeli dari PT Adonara Propertindo (total los). Bahwa selain itu, terhadap 1 bidang tanah seluas 3.290 m² sebagaimana SHGB nomor 04643/ Pulo Gebang di Jalan Sejajar Sisi Timur Tol Cakung Cilincing RT 013 RW 006 Kelurahan Pulo, Gebang Kecamatan Cakung, Jakarta Timur yang tidak termasuk dalam objek gugatan perdata ahli waris H. Marjan bin Sarmah, terdapat kelebihan pembayaran," kata jaksa.
Jaksa menyakini Yoory melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***
Komentar