Rupiah Melemah, Belanja Negara Potensi Membengkak hingga Rp 102 T

Senin, 30/10/2023 14:59 WIB
Nilai tukar rupiah merosot (bisnis)

Nilai tukar rupiah merosot (bisnis)

Jakarta, law-justice.co - Nilai tukar rupiah masih jadi indikator penting yang harus dipantau pemerintah. Sebab nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah menjauhi asumsi yang ada dalam APBN 2023.

Jika perlemahan terus berlanjut, maka APBN akan terdampak. Pasalnya setiap perlemahan nilai tukar rupiah akan mentumbang defisit APBN, sekaligus belanja negara yang berpotensi bengkak.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, depresiasi nilai tukar rupiah akan berimbas pada APBN, khususnya belanja negara.

Berdasarkan analisis sensitivitas APBN 2023 terhadap perubahan asumsi dasar ekonomi makro, setiap pelemahan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100 per dolar AS, akan menambah belanja negara sebesar Rp 8,5 triliun.

“Jadi kalau asumsi rupiah di 2023 sebesar Rp 14.800 per dolar AS, kemudian rupiah realisasinya menjadi Rp 16.000 maka estimasinya belanja negara melonjak Rp 102 triliun di tahun 2023,” tutur Bhima mengutip dari Kontan.

Lebih lanjut Bhima mengatakan, pelemahan kurs rupiah akan sangat mempengaruhi belanja khususnya belanja subsidi energi, terlebih pelemahan kurs dibarengi dengan naiknya harga minyak mentah. Selain itu terdapat juga penyesuaian pada pengadaan barang dan jasa pemerintah akibat selisih kurs.

Selain akan membebani belanja negara, pelemahan rupiah juga akan mempengaruhi defisit APBN 2023. Sebab, setiap pelemahan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100 per dollar AS akan menyumbang defisit Rp 3,1 triliun.

Sehingga dengan menggunakan asumsi Rp 14.800 per dolar AS, deviasi nilai tukar mencapai Rp 1.200, maka diperkirakan akan berdampak pada defisit APBN sekitar Rp 37,2 triliun.

Bhima menyebut, untuk menghadapi pelemahan nilai tukar ini, pemerintah harus mengendalikan impor energi dan pangan. Sebab, akan berpengaruh pada belanja yang bengkak. Selain itu pemerintah juga harus mendorong Devisa Hasil Ekspor (DHE) agar lebih banyak ditahan di bank domestik.

“Juga memastikan 30% pengadaan barang jasa pemerintah memprioritaskan produk lokal,” ungkapnya.

Meski begitu, Bhima menyebut melemahnya nilai tukar ini akan berdampak positif bagi penerimaan negara, khususnya Penerimaan Negara Buka Pajak (PNBP) dan Pajak Penghasilan (PPh) minyak dan gas.

Berdasarkan analisis sensitivitas APBN 2023, setiap pelemahan nilai tukar rupiah Rp 100 per dolar AS, maka akan menambah PNBP sebesar Rp 1,4 triliun. Sementara itu dampaknya pada belanja perpajakan akan bertambah Rp 4 triliun.

Sebaliknya, jika rupiah menguat Rp 100 per dolar AS, maka akan ada penghematan belanja Rp 8,5 triliun.

Untuk diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS bergerak menguat di pasar spot pada Senin (30/10). Melansir data Bloomberg, pukul 09.14 WIB rupiah berada pada level Rp 15.917 per dolar AS, atau menguat 0,13% dibanding penutupan sebelumnya di level Rp 15.939 per dolar AS. Level ini semakin menjauh dari asumsi yang dipatok dalam APBN 2023 yakni rerata Rp 14.800 per dollar AS.

Dari data Kementerian Keuangan, rerata kurs rupiah sejak awal tahun hingga 24 Oktober 2023, tercatat Rp 15.171, terdepresiasi 1,35% dibandingkan posisi akhir tahun 2022.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar