Syamsul Ma`arif, Guru Besar dan Dekan Fakultas Psikologi Kesehatan UIN Walisongo

Melirik Siapa Bakal Capres Inspiratif dan Kontra Korupsi

Jum'at, 20/10/2023 16:40 WIB
Relawan Politik Jelang Pilpres, Antara Semangat Perjuangan dan Uang. (geotimes.id).

Relawan Politik Jelang Pilpres, Antara Semangat Perjuangan dan Uang. (geotimes.id).

Jakarta, law-justice.co - Menjelang Pemilu 2024, meskipun belum memasuki masa pemilu—sebagian besar masyarakat sudah berdebat panas di berbagai media sosial, seperti Whatsapp, Twitter, Facebook, Instagram, dan Youtube.

Hal ini pasti bernilai positif sebagai bentuk demokrasi untuk berekspresi dan memberikan pendapat. Terutama sekali, setiap individu mempunyai kebebasan dalam menimbang, mengkritisi, dan mencari setiap bakal calon presiden yang dianggap pantas, layak, dan potensial menggantikan Joko Widodo.

Tak mau ketinggalan, berbagai perguruan tinggi seperti UGM, UI, dan lainnya pun telah mengundang setiap kandidat calon presiden untuk melakukan semacam ”dialog dan adu gagasan”. Sebuah momen strategis untuk meningkatkan pendidikan politik, knowledge sharing, berdiskusi, dan berpartisipasi secara cerdas dan demokratis. Sekaligus mampu memunculkan gairah, semangat, dan harapan baru bagi mahasiswa atau masyarakat luas; ikhtiar bersama-sama mencari sosok yang benar-benar layak dipilih menjadi presiden.

Melalui berbagai perdebatan tersebut, sebelum rencana debat capres dan cawapres yang akan digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU); rencananya akan ditayangkan langsung secara nasional. Ini semakin memungkinkan semua elemen masyarakat, mahasiswa, dan akademisi dapat mendengar, melihat, dan membaca setiap visi misi, program, dan gagasan cerdas dari tiap-tiap bakal calon presiden atau wakil presiden. Sekaligus momen tiap-tiap bakal calon presiden, bisa ”pemanasan” dan mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam memberikan program terbaik, visible, dan reliable.

Sementara manfaat bagi masyarakat sebagai calon pemilih, mampu secara jeli merefleksi sejarah keberhasilan para bakal capres dalam berkontribusi, mengukir, dan menorehkan keberhasilan untuk bangsa dan negara selama menjabat atau memimpin. Termasuk jejak-jejak sejarah yang patut dijadikan suri teladan: sebagai seorang pemimpin yang demokratis, penuh keteladanan, kegigihan, ketabahan, dan penuh pengorbanan.

Selain itu, memberi kesempatan mereka bisa memberikan semacam tanggapan, umpan balik, atau evaluasi yang dianggap selaras dengan visi dan misi besar pembangunan nasional serta usulan berbagai program prioritas. Plus pemecahan masalah yang sedang dihadapi NKRI. Seperti gurita korupsi, oligarki, kesenjangan kesejahteraan ekonomi, merawat kebinekaan, dan menghindari disintegrasi bangsa.

Terlepas dari segala perbedaan perspektif dan penilaian kepada tiap-tiap bakal capres, semua elemen masyarakat harus senantiasa menjunjung tinggi budaya ketimuran, mengedepankan etika, tidak melakukan framing negatif, dan menyerang pribadi pada tiap-tiap bakal capres. Semua perlu saling menghormati dan memuliakan demi menjaga ukhuwah dan kondusivitas. Dengan demikian, Pemilu 2024 akan terlaksana dengan penuh kegembiraan, berlangsung secara damai, aman, dan demokratis. Kemudian, siapa pun nanti yang terpilih harus diterima, didukung, dan dihormati bersama.

Agar semua masyarakat tepat memilih presiden, mulai saat ini semua masyarakat perlu jeli dan mengenal betul paradigma, watak, dan kebiasaan calon presiden. Dengan demikian, nanti tidak ada perasaan seperti pepatah membeli kucing dalam karung. Sebab, masyarakat dapat mengenal betul semua bakal calon presiden dengan kritis dan obyektif.

Setiap pertanyaan filosofis dan fundamental yang perlu dimunculkan dan dapat dijadikan referensi atau pertimbangan dalam memilih figur bakal capres adalah mereka harus mempunyai program hebat dan mempunyai terobosan yang diyakini dapat mengatasi pelbagai masalah yang sedang dihadapi masyarakat saat ini. Bakal capres yang benar-benar memihak kepada rakyat dan memperjuangkan kesejahteraan serta kemaslahatan secara adil, tidak diskriminatif, dan penuh kebijaksanaan.

Harapannya presiden masa depan adalah sosok pemimpin yang sukses, mempunyai kepribadian baik atau role model, dan pemimpin inspiratif. Sosok presiden yang mampu membawa sebuah perubahan masyarakat yang lebih baik. Meminjam teori Cristian Stamov Robnagel, dalam tulisan berjudul Leadership and Motivation (2016), yaitu presiden yang mampu menggeser paradigma ”From motivating to enabling motivation”. Dengan demikian, memungkinkan antara presiden dan rakyat saling memotivasi berdasarkan tujuan.

Harapannya presiden masa depan adalah sosok pemimpin yang sukses, mempunyai kepribadian baik atau role model, dan pemimpin inspiratif.

Presiden mampu membangkitkan motivasi rakyat berdasarkan umpan balik dari keinginan rakyat. Dengan demikian, dengan sendirinya, antara pemerintah dan rakyat akan saling termotivasi untuk merealisasikan tujuan pembangunan nasional. Dalam hal ini, tentu saja presiden harus mempunyai kepiawaian dan seni memimpin yang baik dan inovatif; senantiasa mengedepankan musyawarah, dialog, dan membangun iklim demokratis.

Presiden ke depan adalah seorang pemimpin inspiratif yang mampu menawarkan sebuah perubahan yang diinginkan berdasarkan pada ilmu pengetahuan, berorientasi membangun negara yang lebih kuat dan digdaya, sekaligus memperkuat spiritualitas dan membangun ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap kebijakannya harus didasarkan kepada prinsip kemaslahatan, ”Tashorruf al-Imam ala ar-Raiyah manuthun bi al-Maslahah”.

Selain itu, pemimpin yang senantiasa menghindari kerusakan harus diprioritaskan daripada mengusahakan kemaslahatan, ”Daru al-mafasidi muqaddamun ála jalbi al-mashalihi”. Dengan demikian, tidak akan ada lagi kebijakan seperti rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City di Batam yang justru menyebabkan konflik antara warga dan pemerintah.

Tipe presiden seperti ini sangat relevan, terutama dalam menghadapi perkembangan zaman. Sebuah kondisi di mana kebanyakan masyarakat kini lebih cenderung bersikap pragmatis dan hedonis. Dengan demikian, disadari atau tidak, sikap ini banyak menyebabkan berbagai kerusakan dan demoralisasi di semua aspek kehidupan.

Padahal, Al-Baihaqi dalam kitab Syuábu Al-Iman meriwayatkan sebuah hadis yang sangat populer: hubbuddunya ra’su kulli khatiáh (cinta dunia adalah biang semua kesalahan). Cinta dunia bisa membutakan hati dan mendorong seseorang berani korupsi, merampok, dan melakukan kemaksiatan lainnya.

Presiden inspiratif adalah presiden yang siap berkorban dan berdiri di atas dasar kepercayaan yang kokoh sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan kesadaran pada orang-orang di sekelilingnya. Presiden yang senantiasa mendengar, belajar, dan berusaha melakukan internalisasi moralitas baik. Memberikan rasa bahagia, damai, keamanan, dan kesejahteraan pada publik.

Seorang presiden yang mampu menggambarkan sikap seorang pemimpin yang mempunyai komunikasi impersonal. Pemimpin yang bersifat terbuka, empati, men-support, positif, tidak diskriminatif (De Vito, 1997). Mempunyai berbagai strategi dan pendekatan untuk menyukseskan tujuan; seperti sosiopsikologis, naratif, dan dialogis agar informasi yang disampaikan efektif (Manning, 2020).

Lebih dari itu, presiden yang bisa menghormati nilai-nilai kemanusiaan, tidak semena-mena, dan tidak merendahkan harkat martabat manusia (dehumanisasi). Dengan demikian, mampu membawa pada masyarakat yang makmur; gemah ripah loh jinawi. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Presiden kontra korupsi
Presiden masa depan, di samping inspiratif, harus berani melawan dan mempunyai langkah-langkah strategis mengurai benang kusut persoalan korupsi yang secara nyata telah amat kronis, menjadi momok, dan biang keterbelakangan di seluruh sektor pembangunan dan hilangnya hak-hak rakyat Indonesia.

Presiden tidak cukup memberikan janji-janji pemberantasan korupsi. Namun, harus mempunyai pendekatan jitu, masif, dan holistik untuk melemahkan budaya korupsi yang senantiasa dipertontonkan para koruptor di negeri ini. Bahkan, korupsi bukan saja menyeret para pelaku yang duduk pada institusi politik dan birokrasi, melainkan juga menyentuh pada lembaga-lembaga suci seperti lembaga pendidikan.

Mengatasi persoalan serius seperti korupsi, presiden memang tidak bisa sendirian. Dalam hal ini, presiden bisa menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan hukum (role of law), meskipun bersifat tegas dan memaksa. Namun, juga pendekatan preventif dan pendidikan antikorupsi untuk membangun integritas moral.

Presiden perlu keberanian menggeser paradigma government to governance. Dengan demikian, pemerintah, dalam hal ini lembaga antirasuah (KPK), tidak berperan seperti watch dog semata, tetapi bersama-sama seluruh masyarakat bisa menumbuhkan budaya antikorupsi. Dengan demikian, semua elemen masyarakat memiliki kesadaran untuk melakukan pencegahan dan keberanian melawan bersama-sama budaya korupsi demi perbaikan dan survivalitas negara.

Selain itu, presiden perlu memastikan reorientasi pendidikan melawan budaya korupsi. Agar proses pendidikan mampu melakukan proses pembudayaan dan penyadaran setiap peserta didik dan masyarakat menjadi manusia yang oleh Ki Hadjar Dewantara diistilahkan dengan pribadi tetep, antep, dan mantep.

Pendidikan perlu mencetak pribadi-pribadi yang intelek dan siap berkompetisi dengan dunia global. Namun, juga menanamkan nilai-nilai kebaikan (good character) pada diri masyarakat. Dengan demikian, pendidikan mampu memproduksi manusia yang tidak sekadar mengejar dunia, tetapi juga berani meninggalkan sesuatu yang bersifat duniawiyyah, menuju manusia berkarakter (insan al-kamil).

Mampu menjauhi perilaku tercela seperti korupsi, sebuah naluri yang memang susah dihilangkan, sebab korupsi menurut Sigmun Freud, termasuk ”pleasure principle”. Sebuah naluri kesenangan dan kepuasan serta sebuah agresi dan dorongan alam bawah sadar manusia yang menuntut untuk terus diikuti, bukan?

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar