Di Sekitar Potensi Korupsi Tender Gas Air Mata Polri

Sabtu, 09/09/2023 18:15 WIB
Seorang polisi menembakkan pelontar gas air mata saat kericuhan dalam unjuk rasa di Jalan Gatot Subroto, dekat kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/9/2019). Unjuk rasa gabungan pelajar dan mahasiswa yang menolak UU KPK dan pengesahan RUU KUHP tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/ama.

Seorang polisi menembakkan pelontar gas air mata saat kericuhan dalam unjuk rasa di Jalan Gatot Subroto, dekat kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/9/2019). Unjuk rasa gabungan pelajar dan mahasiswa yang menolak UU KPK dan pengesahan RUU KUHP tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/ama.

Jakarta, law-justice.co - Rumah dua lantai bercorak coklat dan berpagar putih itu tampak kosong. Lampu teras dibiarkan menyala saat siang hari. Kata warga sekitar, rumah bernomor 25 itu sudah sekira dua tahun belakangan jarang ditinggali pemiliknya. Rumah itu adalah milik Suwito Latifah, berlokasi di Pluit Barat VIII, Jakarta Utara.

Suwito adalah bos PT Tri Manunggal Daya Cipta. Menukil data perusahaan dari Ditjen AHU Kemkumham per Maret 2023, ia tercatat sebagai direktur sejak 2009. Perusahaan Suwito itu menang lelang proyek pengadaan berupa pepper projectile launcher sebanyak 187 unit dengan nilai kontrak sebesar Rp49,86 miliar, yang diadakan Polri pada 2022 lalu.

Sebelum mendatangi kediaman Suwito pada awal September ini, kami terlebih dahulu melacak alamat rumahnya melalui Google Maps. Riwayat terakhir penampakan alamat Suwito berdasar aplikasi itu hanya ada pada Oktober 2018. Tampak bertengger mobil berjenis SUV warna hitam dengan plat mobil disensor. Sekilas siluet plat mobil itu memiliki gradasi warna kuning pada angkanya--khas plat mobil kepolisian.

Saat Law-Justice mencari informasi dari warga sekitar rumah, didapati kesaksian bahwa mobil Suwito memang memakai plat kepolisian. Tetangga Suwito yang sudah dua dekade tinggal di sana dibuat penasaran soal profesi Suwito.

“Saya enggak tahu kalau dia jadi vendor kepolisian atau polisi ya, tapi kalau ada pake mobil plat polisi, itu ada,” kata Ujang (bukan nama sebenarnya) yang rumahnya berjarak beberapa rumah dari rumah Suwito. 

Beralih ke warga lain bernama Udin (bukan nama sebenarnya), katanya mobil itu sesekali dipakai Suwito. Karena seringnya digunakan oleh anak Suwito. Dari keterangan Dadang, supir yang dipekerjakan Suwito--Sutopo bilang anak Suwito sering diminta diantar ke Mabes Polri, Jakarta Selatan. “Kayaknya anaknya itu ada kerjasama dengan orang Mabes (Polri). Supirnya aja topinya bacaan Mabes Polri,” kata dia.

Dari keterangan sekuriti komplek, rumah Suwito kerap didatangi oleh aparat kepolisian saat hari besar keagamaan. Suwito yang diketahui perawakannya beretnis Tionghoa acap kali menerima tamu polisi saat hari Imlek. “Setiap tahun ada polisi banyak ke situ. Pakai seragam polisi datang ke sana pas hari raya Imlek dan Lebaran. Januari (2023) ada (datang),” ujar sekuriti. 

Berikutnya, kami menyambangi kantor Suwito yang terletak di Jalan Muara Karang Blok M.9.S/17, Jakarta Utara. Muka kantor dua lantai itu tidak terpampang nama perusahaan. Saat melongok dari pagar kantor, tidak terlihat ada aktivitas di dalam, jam dinding dibiarkan habis baterainya dan tidak ada orang berjaga di balik pagar. Padahal, kami datang saat jam kerja.

Kami lantas mengetuk pagar, berusaha untuk mengetahui apakah ada orang di dalam. Tak begitu lama, keluar seorang perempuan dan kami meminta agar dipertemukan dengan Suwito. Perempuan itu bilang  “Pak Suwito tidak ada, ada Cici Epi,” kata dia yang menerangkan Epi adalah istri Suwito. Setelahnya ia masuk ke kantor untuk memanggil bosnya itu.

Perempuan itu tak kunjung keluar hingga akhirnya ada seorang pria bermotor membuka pagar kantor. Kami spontan menegur pria itu dan kembali meminta tolong agar memanggil Epi. Sekira 5 menit, pria itu keluar dan bilang istri Suwito sudah pulang. Lalu, selisih 10 menit masuk mobil jenis MPV hitam bernomor plat B 777 SWT ke kantor berpagar biru itu. Keluar dari mobil pria berpakaian safari hitam yang mengaku supir istri Suwito.

“Jemput ibu (istri Suwito), Pak?, tanya kami. “Iya,” jawab supir itu yang menandakan istri Suwito masih berada di dalam kantor. Dia juga bilang Suwito sedang ada urusan di Singapura.

Kami pun meminta tolong ke supir yang bernama Muji itu agar bisa bertemu istri Suwito. Tak lama, Muji keluar pagar dengan seorang perempuan yang mengaku admin perusahaan. Saat ditanya soal apa barang produksi perusahaan, sang staf mengaku tidak mengetahui apa-apa. Ia tak banyak bicara dan masuk kembali ke kantor usai meminta nomor ponsel kami.

“Saya akan konfirmasi (ke Pak Suwito),” singkat dia.

Dari keterangan tukang minuman yang sudah lama mangkal di sekitar kawasan perusahaan, ia hanya mengetahui selama ini perusahaan Suwito memproduksi jaket. “Iya perusahaan garment,” katanya.

Jika merujuk laman perusahaan, tercatat PT Tri Manunggal Daya Cipta menyediakan peralatan khusus keamanan semacam barikade kawat, motor patroli polisi hingga pelontar gas air mata yang biasa digunakan kepolisian saat mengkonter kerusuhan unjuk rasa.

Selain itu, memang benar perusahaan Suwito juga bergerak di bidang garment. Namun menariknya, baru pada 2021 atau satu tahun menjelang lelang proyek pengadaan senjata gas air mata, terjadi pembaruan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang memasukkan klasifikasi perusahaan dalam penyediaan senjata dan amunisi dengan kode KBLI 25200.

Perusahaan itu sendiri tercatat SK pendiriannya pada 2002, dengan direktur utama atas nama Siti Romlah. Dari profil perusahaan, diketahui bahwa Siti Romlah beralamat di Asrama Polri Cipinang, Jakarta Timur. Sampai di sini ada dua orang pimpinan perusahaan yang patut diduga memiliki afiliasi dengan kepolisian atau kemungkinan sebagai bagian dari Korps Bhayangkara.

Dalam kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) yang rilis pada 9 Juli 2023, disebutkan ada pemborosan anggaran dalam pengadaan pepper projectile launcher oleh Polri yang disediakan perusahaan Suwito. Taksiran pemborosan akibat kemahalan harga sekira 30 kali lipat dari harga yang ditawarkan oleh Byrna selaku produsen projectile launcher.

Jika dihitung, harga satu unit barang sebesar Rp266,6 juta dari total pengadaan sebanyak 187 unit dengan total pagu anggaran 49,86 M yang ditandatangani proyeknya pada akhir Januari 2022. Menurut ICW, harga barang di toko resmi yang menjual pepper projectile launcher ialah seharga $479.99 USD atau sekitar Rp6,9 juta per unit berdasarkan kurs USD terhadap Rupiah dari Bank Indonesia pada tanggal 24 Februari 2022.

Jadi, setelah dihitung terdapat pemborosan anggaran sebesar Rp48.241.799.007, yang semuanya berasal dari dana APBN. Hitung-hitungannya adalah estimasi total pengadaan 187 unit pepper projectile launcher senilai Rp1.618.650.993, yang di dalamnya sudah termasuk harga ongkos kirim, administrasi dan keuntungan.  

Koordinator Divisi Pengelolaan dan Pengetahuan ICW, Wana Alamsyah menuturkan bahwa potensi kerugian keuangan negara terjadi pada pengadaan senjata gas air mata itu. Namun, perlu pendalaman lebih lanjut hingga sampai bisa menemukan siapa saja pihak yang terlibat, termasuk di pihak kepolisian.

“Kami ingin mencari siapa aktornya, siapa sebenarnya yang bermain dan mendapat manfaatnya. Karena kami tidak tahu siapa aktor yang bermain, tapi kami melihat potensi korupsinya besar banget,” kata dia kepada Law-justice, Selasa (5/9/2023).

Keinginan ICW untuk mengungkap adanya dugaan praktik korupsi dalam pengadaan Polri ini kian terpacu, seiring adanya intervensi dari pihak kepolisian. Wana menceritakan sepakan setelah peluncuran kajian itu, persisnya pada 18 Juli 2023 sejumlah aparat kepolisian mendatangi kantor ICW. Yang datang cukup banyak, ada sekira dua sampai tiga mobil. Di antaranya ada Staf Kapolri Bidang Logistik atau Aslog (Asisten Logistik).

Dari rombongan itu pula ada Yudi Purnomo, eks penyidik KPK yang kini bertugas di Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri. Wana mengonfirmasi Yudi menjadi katalisator antara Polri dan ICW untuk melakukan pertemuan, mengingat latar belakangnya yang juga sekarang bagian organisasi anti-korupsi Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57+ Institute) yang berisi para eks pegawai KPK. Yudi yang kami coba tanyakan soal pertemuan ini memilih bungkam.

Wana berkata tujuan kedatangan sejumlah aparat kepolisian adalah untuk mengklarifikasi soal anggaran pengadaan senjata gas air mata yang dinilai ICW kelewatan mahal dan sarat kejanggalan. Polisi ingin ICW memiliki persamaan data dan persepsi dalam pengadaan senjata gas air mata itu.

“Mereka datang ke ICW untuk kasih jepretan layar aja, 2-3 lembar halaman. Dan sebenarnya mereka ingin klarifikasi itu salah ketik dan meminta tolong ke ICW untuk ubah datanya. Lalu kami bilang tidak mau. Karena kami berkeyakinan ada sekian persen nilai kemahalan. Lalu kami bilang, kecuali ada data yang bisa membantah hal itu dan kemudian disampaikan ke publik,” tutur Wana.

Sebelum adanya pertemuan itu, Polri lebih dulu mengklarifikasi kajian ICW kepada publik yang pada intinya ada kesalahan input data yang seharusnya 1.857 unit menjadi 187 saja sehingga terjadi selisih besar. Kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Ahmad Ramadhan, kesalahan input tersebut terjadi di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Namun, kata dia, pasca ramai-ramai soal kajian ICW, kesalahan itu sudah diperbaiki.

Wana bilang sebelum muncul klaim Polri soal salah input itu, ICW ditelepon oleh salah satu deputi di LKPP. Arah pembicaraan sang deputi mengonfirmasi temuan ICW terkait selisih 30 kali lipat pengadaan senjata gas air mata.

“Lalu kami jawab iya betul ada Pak. Data-datanya kuat menunjukkan kemahalan. Lalu menurut LKPP ini janggal banget. Masa dari 1 M harganya, tapi kepolisian mempagukan 40 miliaran,” ujar Wana.

“Kami tanya ke deputi, dan ternyata ada orang kepolisian telepon LKPP untuk menanyakan, tapi tidak tau konteks menanyakannya. Setelah itu ada respons dari Polri (di media massa) yang bilang ada salah ketik dan sebagainya.”

Kami berupaya mengonfirmasi soal adanya konflik kepentingan pengadaan ini kepada Kadiv Humas Polri Sandi Nugroho. Namun pertanyaan tak kunjung dijawab hingga berita tayang.

Sementara itu, Polri juga tengah diminta kesanggupannya dalam meladeni permohonan keterbukaan informasi soal sejumlah proyek pengadaan gas air mata yang diajukan ICW. Sejak tahun 2013 hingga 2022, tercatat Polri mengucurkan anggaran hingga Rp2,01 triliun untuk pembelian gas air mata. Perlengkapan yang dibeli antara lain amunisi, pelontar, dan drone. Total amunisi yang dibeli adalah sebanyak 868 ribu. Sedangkan untuk pelontar sebanyak 36 ribu unit dan drone sebanyak 17 unit.

Surat permohonan ICW sudah masuk pada 30 Agustus 2023 yang meminta transparansi Polri untuk menunjukkan 25 dokumen, termasuk kontrak paket pengadaan. Kata Wana, sejumlah dokumen tersebut penting untuk diketahui guna menguji klaim kepolisian yang sejauh ini hanya menanggapi satu dari empat temuan ICW ihwal kejanggalan proyek pengadaan.

“Nah nanti kalau dalam kontrak itu bisa terlihat siapa panitia pengadaannya. Apakah panitia punya relasi dengan perusahaan yang ikut tender. Dalam kasus pengadaan barang dan jasa, korupsi berawal sejak masa perencanaan,” ucap dia.

Ada informasi dari perantara narasumber awal kami yang berkecimpung di dunia pengadaan alat atau perlengkapan keamanan. Katanya, modus penyelewengan anggaran pengadaan gas air mata ialah mark-up anggaran pada item amunisi. Jadi, pembelian pelontar atau senjata gas air mata sengaja diatur dalam kuantitas lebih sedikit. “Yang diakalin yang sisa-sisanya itu, misal magasin dan amunisi. Dan itu yang biasanya ditilep oleh mereka.”

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar