Nawaitu Redaksi,

Duet Anies-Cak Imin, Diantara Pengkhianatan & Tegak Lurus Perjuangan

Senin, 04/09/2023 12:02 WIB
Deklarasi Anies Baswedan dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai bakal capres dan cawapres di Pilpres 2024. (Twitter Anies Baswedan).

Deklarasi Anies Baswedan dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai bakal capres dan cawapres di Pilpres 2024. (Twitter Anies Baswedan).

Jakarta, law-justice.co - Muculnya pasangan Anies dengan Cak Imin memang tidak diduga duga sebelumnya. Karena selama ini publik sudah menduga bahwa Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) lah yang paling cocok mendampingi Anies sebagai Cawapresnya. Tapi rupanya Surya Paloh mengambil sikap politik yang berbeda dengan dugaan publik pada umumnya.

Publik menangkap pilihan cawapres yang berbeda seratus delapan puluh derajat itu sebagai genderang kemenangan Penguasa dalam upayanya membuat Koalisi Perubahan dan Perbaikan (KKP) terpecah belah dan hancur sebelum tercapai cita citanya.

Tetapi ada juga yang menduga bahwa langkah yang dilakukan oleh Surya Paloh merupakan strategi jitu untuk mencapai misi besarnya. Ditengah upaya berbagai pihak yang memang ingin supaya KKP bubar jalan sebelum tercapai cita citanya.

Mengapa Surya Paloh tiba tiba saja menduetkan Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa yang identik dengan partai penyokong pemerintah yang sedang berkuasa ?.

Apakah dalam hal ini Surya Paloh bersama Anies telah melakukan pengkhianatan terhadap mitra koalisinya khususnya partai Demokrat yang merasa tersakiti hatinya ?. Mengapa Koalisi Perubahan dan Perbaikan seyogyanya tegak lurus pada isu perubahan yang telah mereka sepakati bersama ?. Apa pula yang menjadi ganjalan dan keuntungan jika Anies dan Cak Imin benar benar di pasangkan sebagai Capres dan Cawapres nantinya ?.

Menduga Alasan Paloh

Munculnya duet Anies-Cak Imin memang telah membuat partai Demokrat meradang sejadi jadinya. Partai Demokrat menyindir sikap Anies Baswedan yang tunduk pada perintah Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Padahal, Anies sudah diberi mandat penuh oleh KKP untuk  memilih pendampingnya di Pilpres 2024.

"Bagaimana mungkin Anies Baswedan yang sudah diberi mandat untuk menentukan calon wakil presidennya, sudah menulis surat kepada AHY, kemudian dia tunduk dan patuh pada Surya Paloh. Dia kemudian juga berkhianat terhadap komitmen, pada partai ini, terhadap koalisi ini," kata Ketua Badan Pembina Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi (BPOPKK) Partai Demokrat Herman Khaeron kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, 1 September 2023.

Dalam kaitan tersebut memang banyak yang menyayangkan mengapa Anies seolah olah tidak berdaya dihadapan pimpinan partai Nasdem yang telah mendukungnya. Seolah olah ia hanya seorang petugas partai saja. Seolah olah haknya untuk memilih siapa yang menjadi Cawapresnya hanya isapan jempol belaka.

Tetapi disisi lain kemarahan partai Demokrat rasanya juga tidak pada tempatnya. Karena kata kuncinya adalah bahwa penentuan Cawapres diserahkan kepada Anies Baswedan sebagai pemegang otoritasnya. Perkara kemudian Anies memilih Cak Imin atas arahan Surya Palon tentu ada alasannya.

Dengan kemarahan partai Demokrat itu seolah olah justru membuka kedoknya. Bahwasanya partai ini hanya mau bergabung dengan KKP kalau AHY yang menjadi Cawapresnya. Sehingga orientasi kekuasaanlah yang menjadi target dan sasarannya.

Publik akhirnya juga bisa menduga duga mengapa begitu lambat proses deklarasi KKP karena rupanya memang Demokrat hanya mau deklarasi kalau pasangan Anies Baswedan itu adalah AHY bukan yang lainnya.

Partai Demokrat berupaya untuk mengunci Anies Baswedan: dimana partai ini siap ikut mengusung Anies Baswedan kalau AHY sebagai cawapresnya. Karena memang, tanpa Demokrat KPP tidak cukup syarat mengsung Anies Baswedan. Di sini, Demokrat merasa dalam posisi sebagai penentunya. Demokrat yang  merasa sebagai pemegang kartu trufnya.

Sebagai pemegang kartu truf tentu partai demokrat merasa mempunyai nilai jual yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Makanya dengan posisinya itu partai demokrat kemudian main mata juga dengan partai lain dalam hal ini dengan koalisi PDIP dan PPP yang mengusung Ganjar sebagai Capresnya.

Partai demokrat sempat berusaha merapat kesana juga dengan harapan siapa tahu akan di lirik untuk dipasangkan dengan Ganjar yang sejauh ini belum jelas siapa Cawapresnya. Manuver partai demokrat ini seharusnya membuat anggota partai KKP lainnya yaitu Nasdem dan PKS gerah karenanya.

Tetapi dua partai tersebut rupanya tidak marah marah dalam menyikapinya. Dianggap hal itu sebagai hak partai demokrat untuk mencari peluang posisi bagus diluar KKP dimana ia menjadi mitra koalisinya.

Seharusnya kalau memang partai demokrat hanya ingin menjadi Cawapres Anies maka tidak perlu mereka kemudian berusaha merapat ke koalisi lain untuk mendapatkan posisi yang menguntungkannya.

Sepertinya perilaku partai Demokrat yang seolah olah menjadi penentu di KPP itu telah membuat partai NasDem merasa tidak nyaman karenanya. Lebih lebih partai Nasdem sebagai partai yag paling awal deklarasi Anies Baswedan dan telah mengambil semua risikonya. NasDem gerah terhadap cara Demokrat menyandera KPP dan seolah olah ia  sebagai penentunya.

Pada hal NasDem merasa telah berkorban semuanya. Menterinya ditersangkakan dan dicopot dari jabatannya. Bisnis ketum NasDem dihancurkan sehingga karyawannya terancam PHK dan sebagainya.

Lalu muncul partai Demokrat sebagai pendatang terakhir yang seolah olah sebagai penentunya. Sepertinya fenomena ini yang membuat Surya Palon berpikir ulang untuk terus bersama partai Demokrat yang terkesan memaksakan kehendaknya yaitu memasangkan AHY- sebagai Cawapres Anies Baswedan yang telah di usungnya

Pada hal dalam benak Surya Paloh, kalaupun partai demokrat kemudian keluar dari KKP tentu masih ada partai lain yang ingin bergabung ke KKP untuk mengusung Anies Baswedan sebagai Capresnya. Hal ini terbukti dengan masuknya PKB ke barisan KKP yang kemudian menjadikan Cak Imin sebagai Cawapresnya

Benarkah Surya Paloh-Anies Pengkhianat ?

Apakah sikap dan tindakan Surya Paloh dengan Capres Anies Baswedan yang telah menentukan pilihannya yaitu Cak Imin sebagai Cawapres Anies ini sebagai sebuah bentuk pengkhianatan kepada partai demokrat khususnya ?

Dalam menyikapi tafsir kesepakatan di internal KKP, mungkin bisa benar bahwa Surya Paloh bersama Anies telah melakukan pengkhianatan terhadap partai Demokrat yang menjadi mitra koalisinya. Tetapi apa yang dilakukan oleh Surya Paloh dan Anies sesungguhnya tegak lurus pada komitmen dan misi perubahan serta perbaikan yang telah mereka sepakati bersama.

Seperti diketahui bersama bahwa Nasdem, secara terbuka telah mengatakan kehilangan harapan pada Jokowi, untuk membangun Indonesia yang maju dan berkeadilan, sebagaimana diutarakan Surya Paloh, di Apel Akbar Nasdem, 16/7/22 di Golora Bung Karno (GBK). Makanya kemudian mereka mengusung Anies Baswedan melalui KKP sebagai partai koalisi pendukungnya dimana partai demokat ada didalamnya.

Berdasarkan pemikiran demikian maka seyogyanya langkah politik anggota KKP yang mengusung Anies Baswedan harus harus dimaknai sebagai upaya untuk membangun poros perubahan yaitu membangun perubahan dan perbaikan itu sendiri bukan yang lainnya.

Perubahan itu utamanya ada pada Anies Baswedan sebagai calon presiden yang di usungnya beserta visi dan misinya. Sedangkan parpol penduduk Anies dapat bermanuver diantara isu perubahan itu untuk mendukung pemerintah atau kebijakannya sesuai visi dan misinya.

Dengan penjelasan di atas, maka dapat dipastikan, jika Nasdem dan atau parpol pendukung lainnya seperti PKS tetap mendukung Anies, maka mengandung makna tidak terjadi pengkhianatan atas cita-cita perubahan yang telah mereka sepakati bersama.

Dalam hal ini masuknya PKB seharusnya di sambut gembira oleh seluruh anggota KKP sebagai tambahan kekuatan baru untuk mencapai cita cita bersama sesuai visi misi perubahan dan perbaikan yang sudah disepakati bersama.

Justru, jikalau ada parpol pendukung Anies Baswedan dengan masuknya PKB lalu pindah haluan mendukung capres lainnya, itu yang disebut sebagai pengkhianatan karena telah mengingkari misi besar bersama, hanya karena tidak mendapatkan posisi sebagai Cawapres yang diidam idamkannya.

Kalau memang demikian kondisinya bukankah yang dikejar semata mata jabatan dan posisi saja ? tidak memperjuangkan kepentingan bersama untuk perubahan dan perbaikan sebagaimana yang menjadi misi besar KKP yang telah menjadi kesepakatan bersama ?.

Jika partai demokrat konsisten untuk memperjuangkan adanya perubahan dan perbaikan, maka seyogyanya manuver Nasdem yang berhasil merangkul Muhaimin, sebuah partai yang berbasis Nahdatul Ulama, harus dimaknai sebagai keberhasilan besar yang patut diapresiasi bersama.

Kenapa? Karena meyakinkan Muhaimin untuk tidak takut dikriminalisasi oleh kekuatan rezim Jokowi adalah prestasi yang luar biasa. Ini hanya mungkin bisa terjadi karena dalam diri Muhaimin juga ada bibit keberanian untuk melawan penguasa.

Kalau kemudian partai demokrati tiba tiba marah dan ngambek hanya gara gara tidak mendapatkan posisi sebagai Cawapres yang artinya hanya berorientasi kekuasaan semata, bukankah ini yang menjadi pengkhianat yang sebenarnya ?

Oleh karena itu kehadiran Muhaimin Iskandar dalam jajaran koalisi pendukung Anies Baswedan seyogyanya  dimaknai sebagai keberhasilan merangkul lawan, menjadi teman seperjuangan untuk mewujudkan mimpi bersama. Apalagi Muhaimin membawa gerbong besar, kaum Nahdlatul Ulama yang gemuk potensi suaranya.

Ganjalan dan Peluang

Harus diakui munculnya duet Anies-Cak Imin ini telah memunculkan protes dan rasa kecewa terhadap pendukung Anies khususnya. Mereka merasa, duet itu tidak sesuai dengan harapannya. Beberapa ganjalan yang menjadi titik lemah duet Anies -Cak Imin adalah :

Pertama, masalah hukum yang menjerat Cak Imin. Seperti diberitakan, -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pemanggilan terhadap Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, diduga Terlibat Korupsi di Kemenaker Tahun 2012.

Dikutip dari Bangkapos.com, Cak Imin dikaitkan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia di Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) pada 2012.Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan opsi pemanggilan tersebut muncul karena kasus dugaan korupsi itu terjadi di masa jabatan pria yang akrab disapa Cak Imin itu menjadi Menteri Tenaga Kerja.

Selain kasus korupsi di Kemenaker tahun 2012, Cak Imin juga diduga tersangkut kasus “kardus durian”. KPK  pernah mengusut terkait dugaan kasus korupsi soal suap pengucuran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2011. Diduga dalam kasus ini ada keterlibatan ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Sebab, kasus korupsi itu mencuat di era masa jabatan Cak Imin sebagai Kemnakertrans

Kedua, Pencawapresan Cak Imin  bukan murni pilihan Anies Baswedan. Santer dugaan bahwa Cak Imin jadi pasangan Anies karena intervensi Surya Paloh. Kalau memang begitu faktanya, mengesankan bahwa otoritas Anies untuk menentukan siapa yang menjadi Cawapresnya hanya kosong belaka.

Fenomena tersebut memunculkan kekhawatiran dari para pendukungnya mengenai posisi Anies kalau nanti menjadi Presiden Indonesia. Jangan jangan hak prerogatifnya bisa di intervensi oleh pimpinan partai yang menjadi pengusungnya. Kalau ini terjadi, maka Anies tak ubahnya sebagai petugas partai saja

Ketiga,Track Record Cak Imin sebagai orang istana. Selama ini Cak Imin lewat partainya PKB memang dikenal sebagai pendukung pemerintah yang sedang berkuasa. Cak Imin dalam berbagai pernyatannya juga sering menyampaikan hal hal yang berkaitan dengan kepentingan istana.

Sebagai contoh cak Imin pernah menyampaikan gagasan pentingnya presiden tiga periode, penundaan pemilu dan sebagainya. Sehingga ada kekhawatiran Cak Imin masuk menjadi Cawapres Anies Baswedan disengaja untuk disusupkan dalam rangka mengobrak abrik barisan koalisi perubahan dan perbaikan sehingga kempes pada waktunya.

Ke empat, Cak Imin mempunyai Cacat Politik di masa lalunya.  Diantaranya adalah upayanya merebut tampuk kepemimpinan PKB yang dianggap pengkhianatan terhadap Maha Gurunya sendiri, yakni Gus Dur yang memimpin partai tersebut.

Dalam hal ini Yenni Wahid anak Gus Dur  sempat melontarkan cap negatif ke Muhaimin Iskandar, bahwa gurunya saja dilawan, apalagi rakyatnya. Guru yang dimaksudkan Yenni adalah Ayahnya, yakni Gus Dur sebagai pendiri PKB, yang dikudeta dalam kepemimpinannya, hingga PKB berubah kepemimpinan menjadi di bawah Muhaimin Iskandar.

Ke Lima, Cak Imin orang baru di KKP Sehingga belum jelas komitmennya. Sebagai pendatang baru maka keberadaan Cak imin memang belum terlihat sejauhmana komitmen dan langkah langkah politik yang diambilnya. Apakah ia memang sepakat dengan misi perubahan dan perbaikan yang akan di usung oleh KKP.

Kalau ini konsisten dilakukan maka berarti bahwa Cak Imin akan berarti melawan kebijakan kebijakan pihak istana yang tidak sejalan dengan semangat perubahan dan perbaikan yang di usung oleh koalisinya. Apakah Cak Imin berani melakukannya yaitu berseberangan dengan penguasa ?

Ke enam, Diragukan Cak Imin bisa menambah dukungan dari kaum Nahdiyin. Keraguan bahwa Cak Imin bisa menambah suara pasangan Anies -Cak Imin karena tidak semua kaum Nahdiyin akan berjuang bersamanya.

Sebagian kiyai kiyai structural barangkali masih bisa di kondisikan untuk bisa mendukungnya tetapi sebagian kaum handiyin tradisional yang mempunyai basis besar dikhwatirkan tidak mendukungnya terutama pengikut Gus Dur yang masih sakit hati gurunya disakiti oleh Cak Imin pada masa lalunya.

Selain itu dengan rekam jejak Anies yang dianggap mengeksploitasi politik identitas pada Pilkada DKI Jakarta 2017, sulit bagi kalangan Nahdliyin mengubah haluan dukungannya. Karena peristiwa tersebut dinilai telah menjadi trauma politisnya.

Ke Tujuh Berpotensi Menggerus Sebagian Pemilih Yang Anti Jokowi. Merapatnya Cak imin ke Anies bisa berpotensi membuat sebagaian pendukung Anies kecewa. Mereka yang umumnya anti Jokowi bisa mencari jalan lain untuk tidak lagi mendukungnya karena kecewa.

Dengan menggaet Cak Imin, Anies dinilai tidak beda dengan capres lainnya yang juga merupakan bagian dari penguasa. Potensi tergerusnya suara kelompok yang anti Jokowi ini bisa jadi muncul karena tidak yakin akan ketulusan Cak Imin masuk ke kubu Anies yang harus berseberangan dengan penguasa.

Diantara ragam ganjalan sebagaimana yang dikemukakan diatas, yang paling potensial untuk dimainkan adalah bagaimana “mengkriminalisasi” cak Cak Imin atas kasus hukum yang menjeratnya.

Kalau ini terjadi maka sesungguhnya pencapresan Anies tidak tergantung dari status Cak Imin. Karena, pencapresan Anies didukung oleh Nasdem dan PKB yang sudah memenuhi persyaratan presidential threshold minimal 20 persen dari jumlah kursi di DPR. Sehingga status calon presiden Anies Baswedan sah adanya.

Kalau Cak Imin “dikriminalisasi” kasus korupsi, maka Nasdem dan PKB hanya perlu mengganti calon wakil presidennya saja. Mungkin PKB akan menunjuk calon pengganti dari kalangan NU atau nama nama lainnya. Semua ini hanya masalah teknis saja.

Itupun kalau KPK dan pengadilan bisa mendakwa dan vonis Cak Imin sampai inkracht sebelum pendaftaran capres dan cawapres berakhir pada 25 November 2023. Apakah KPK dan pengadilan mampu melakukannya ? Selama belum ada putusan inkracht dari pengadilan, maka Cak Imin masih memenuhi syarat sebagai calon wakil presiden republik Indonesia.

Selain itu , “kriminalisasi” kasus korupsi kepada Cak Imin akan memicu kemarahan publik secara luas karena begitu kentara nuansa politisnya. Pemegang kekuasaan beserta aparat Penegak Hukum, akan dituduh mempermainkan hukum untuk kepentingan kekuasaan dan kepentingan kelompoknya. Kali ini, publik mungkin akan melawan dengan keras, karena menyangkut kepemimpinan bangsa.

Selain beberapa ganjalan sebagaimana disebutkan diatas, duet Anies -Cak Imin mempunyai peluang dan keunggulan sebagai bisa menjadi modal untuk menang dalam Pilpres nantinya. Adapun beberapa keunggulan itu diantaranya adalah:

Pertama, Menjadi Kolaborasi Pasangan  Yang sangat Menarik. Menjadi kolaborasi yang menarik karena  keduanya  merupakan perpaduan dari dua ormas Islam terbesar di Indonesia. Anies berasal dari Muhammadiyah, sementara Cak Imim merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Selain itu, keduanya juga merupakan aktivis 98 yang sama sama anti rejim Orde Baru (Orba).

Kedua, Bisa Merebut Basis Suara di Jawa Timur. Dengan adanya duet Anies dan Cak Imin diharapkan akan mampu meningkatkan perolehan suara yang dihasilkan pasangan Anies - Cak Imin sehingga  mampu bersaing dengan dua capres lainnya yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto khususnya di Jawa yang gemuk pemilihnya.

Cak Imin tak bisa dianggap remeh karena memiliki jaringan NU yang begitu besar di Jawa Timur. Irisan pemilih Cak Imin yang berbasis di luar Jawa pun bisa memberikan warna tersendiri bagi perolehan suara pasagannya.

Ketiga, Potensial Untuk Meredam Gangguan dari Penguasa. Dipilihnya Cak Imin juga potensial untuk meredam hantaman badai yang sangat dahsyat dari rezim Jokowi dan Megawati yang sangat anti duet Anies-AHY. Bagi rakyat, duet Anies-AHY sangat ideal, tapi memiliki tingkat resistensi yang sangat tinggi, sehingga mungkin akan merugikan Anies sendiri nantinya

Karena itu dengan adanya duet Anies-Cak Imin bisa sedikit memberikan kedamaian karena Cak Imin yang dipersepsikan sebagai bagian dari orang istana. Upaya untuk meredam hantaman ini penting ditengah situasi politik yang cenderung  menghalalkan segala cara.

Ke empat ,Basis Pemilih Yang Berbeda. Besatunya Anies dan Cak Imin sama artinya dengan upaya untuk menyatukan dua massa pemilih yang berbeda latar belakangnya. Anies Baswedan memiliki konstituen sendiri yang berbeda dengan Cak Imin yang menjadi wakilnya sehingga masing masing membawa massanya untuk memperbesar jumlah pemilihnya

Jadi jika dipasangkan Anies-AHY maka tipikal pemilihnya relatif sama dan tidak akan mendapatkan insentif elektoral bagi Anies. Namun, jika dipasangkan Anies-Cak Imin dengan tipikal pemilihnya berbeda sangat memungkinkan sebuah kekuatan besar dengan catatan potensi PKB dan massa yang besar kalangan Nahdliyin dapat dimaksimalkan sehingga memperoleh suara luar biasa.

Kelima, Chemistry Anies-Cak Imin sangat rekat dan bisa saling mengisi dan melengkapi satu dengan yang lainnya.Anies tentu sangat bisa bekerjasama dengan Cak Imin. Selain tingkat intelektualitas yang relatif berimbang, Cak Imin juga fleksibel orangnya.

Mengenai betapa klopnya pasangan Anies dan Cak Imin ini sebagaimana diungkapkan sendiri oleh Surya Paloh pada waktu deklarasi keduanya. “Bung Anies Baswedan adalah seorang cendekiawan, intelektual yang saya yakini akan banyak memberikan susana kepemimpinan baru di negeri ini dalam menghadapi tantangan sekarang dan kedepan.

“Tapi saya juga mengenal seorang Muhaimin Iskandari. Seorang yang amat piawai sebagai seorang organisatoris ulung yang bergerak di dunia pergerakan cukup lama. Kepiawaiannya tidak kalah dengan Bung Anies Baswedan, maka pasangan ini bagaikan botol dan tutup botol itu,” kelakarnya.

Demikianlah beberapa ganjalan dan peluang yang dimiliki oleh duet Anies dan Cak Imin dalam menghadapi Pilpres yang sebentar lagi akan tiba. Yang jelas dalam dalam politik kadang fakta di lapangan tidak selalu linear dengan teorinya. Dalam penerapan strategi menghadapi musuh kadang diterapkan strategi : mundur selangkah untuk bisa menyerang sepuluh langkah berikutnya.

Apakah keputusan menduetkan Anies-Cak Imin juga bagia dari strategi mundur selangkah untuk kemudian menyerang di sepuluh langkah berikutnya ?. Karena bisa jadi pada awal awal pembentukannya pasangan ini begitu mendapatkan perlawanan dan resistensi justru dari relawan dan pendukungnya. Tapi perlahan lahan akhirnya bisa berubah menjadi dukungan luas tanpa diduga duga.

Baragkali kita masih ingat ketika Pilpres 2019 yang lalu dimana pasangan Prabowo  dan Sandiaga Uno ketika awal dideklarasikan mendapatkan tanggapan minor dari para pendukungnya sendiri tetapi kemudian bisa berubah menjadi optimisme kemenangan dengan dukungan yang melimpah meskipun belum bisa mengantarkan keduanya menjadi pemimpin Indonesia. Apakah nasib Anies dan Cak Imin akan sama dengan mereka?

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar