Polisi Moral Iran Kembali Patroli Hijab, Protes Nasional Berhenti

Senin, 17/07/2023 21:20 WIB
Potret Mahsa Amini Sebelum dan Sesudah Ditahan Polisi Moral (Times of Israel)

Potret Mahsa Amini Sebelum dan Sesudah Ditahan Polisi Moral (Times of Israel)

Iran, law-justice.co - Unit polisi Iran yang lebih dikenal dengan sebutan "polisi moral" akan kembali melanjutkan patroli kontroversial untuk memastikan kaum perempuan mematuhi aturan berpakaian dan menutupi rambut mereka di depan umum, lapor media pemerintah.

"Polisi moral" akan kembali turun ke jalan untuk menegakkan hukum jilbab Iran, kata seorang juru bicara pada Minggu (16/7/2023).


Keputusan melanjutkan patrol jilbab mengemuka 10 bulan setelah seorang perempuan muda bernama Mahsa Amini meninggal dalam tahanan setelah ditangkap polisi moral di Teheran karena diduga melanggar aturan berpakaian.

Kematiannya memicu protes nasional besar-besaran dan patroli jilbab dihentikan sementara.

Namun, kelompok Islam garis keras di Iran telah menuntut agar patroli dilanjutkan.

Di bawah hukum Iran, yang didasarkan pada interpretasi negara tentang hukum Syariah Islam, perempuan harus menutupi rambut mereka dengan hijab (jilbab) dan mengenakan pakaian panjang yang longgar untuk menyamarkan tubuh mereka.

Satuan polisi moral bertugas untuk memastikan aturan-aturan itu dipatuhi, dan menahan orang-orang yang dianggap berpakaian "tidak pantas".

Selama melakukan patroli, para petugas awalnya akan memperingatkan perempuan yang tidak mematuhi aturan, kata juru bicara polisi, Saeed Montazerolmahdi, seperti dikutip kantor berita Tasnim.

Jika perempuan tersebut tidak mematuhi perintah, polisi kemudian dapat memilih "tindakan hukum", tambahnya.


Mahsa Amini, 22, sedang mengunjungi ibu kota Teheran bersama keluarganya September 2022 lalu ketika dia ditangkap oleh polisi moral dan dituduh mengenakan jilbab "secara tidak benar".

Dia pingsan setelah dibawa ke pusat penahanan untuk "dididik". Pada saat itu, ada laporan bahwa petugas memukul kepala Amini dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka.

Itu membuat marah jutaan orang Iran - yang menyebabkan protes anti-pemerintah selama berbulan-bulan, yang menyebabkan hampir 600 pengunjuk rasa tewas. Beberapa di antara mereka tewas dieksekusi aparat.


Beberapa bulan setelah rangkaian protes, banyak perempuan berhenti memakai jilbab sama sekali. Aksi tersebut adalah tantangan langsung terbesar terhadap kekuasaan ulama di Iran sejak Revolusi 1979.

Video-video yang diunggah di media sosial menunjukkan bahwa hingga saat ini, pemandangan perempuan tidak mengenakan jilbab menjadi hal yang lumrah.

Namun otoritas Iran menjatuhkan hukuman yang lebih keras, termasuk memaksa toko atau perusahaan tutup jika mereka tidak mematuhi hukum hijab.

Pihak berwenang Iran bahkan mengeluarkan ancaman untuk menyita kendaraan atau memberi sanksi denda.

Meskipun protes tersebut menarik banyak orang Iran, beberapa orang masih setia mendukung aturan berbusana.

Awal tahun ini, sebuah video memperlihatkan seorang pria melemparkan sebotol yoghurt ke wajah dua perempuan yang tidak berkerudung. Tindakannya ditanggapi dengan kemarahan oleh orang-orang di sekitar lokasi kejadian. Pria itu kemudian ditangkap - tapi kedua perempuan ikut pula ditahan.

Kepada kantor berita Reuters, seorang mahasiswa bernama Ismail menilai pihak berwenang tidak akan bisa menerapkan kembali aturan berpakaian.

"Mereka tidak bisa memaksakannya seperti sebelumnya - jumlah orang yang tidak patuh sekarang terlalu tinggi," katanya. "Mereka tidak bisa menangani kita semua, hal terakhir yang bisa mereka lakukan adalah menggunakan kekerasan terhadap kita. Mereka tidak bisa melakukannya."

Iran telah memiliki berbagai bentuk "polisi moral" sejak Revolusi 1979. Versi terbaru ini, dikenal secara resmi sebagai Patroli Panduan (Gasht-e Ershad). Unit ini memulai patroli mereka pada tahun 2006.

Tidak jelas berapa banyak pria dan perempuan yang bekerja untuk unit tersebut, tetapi mereka memiliki akses ke pusat senjata dan penahanan, serta apa yang disebut "pusat pendidikan ulang".

Menanggapi tindakan keras Iran terhadap pengunjuk rasa, Inggris dan negara-negara Barat lainnya memberlakukan sanksi terhadap polisi moral dan tokoh keamanan tinggi lainnya tahun lalu.

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar