Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun: Strategi Jatuhkan Lawan di Pilpres

Jum'at, 26/05/2023 16:40 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana (RMOL)

Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana (RMOL)

Jakarta, law-justice.co - Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi lima tahun. Ia menilai putusan itu bagian strategi dari mengamankan pemenangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Inilah putusan MK yang merupakan bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024. Sudah saya sampaikan dalam banyak kesempatan, bahwa saat ini penegakan hukum hanya dijadikan alat untuk menguatkan strategi pemenangan pemilu, khususnya Pilpres 2024," kata Denny melalui keterangan tertulis dikutip Jumat (26/5/2023)

Denny mengatakan putusan MK itu berpotensi menambah masa jabatan pimpinan KPK Firli Bahuri cs. Masa jabatan mereka bakal berakhir Desember 2023.

"Karena dilantik Desember 2019, mendapatkan ekstra tambahan waktu satu tahun alias mendapatkan `gratifikasi perpanjangan masa jabatan`, melalui putusan MK ini," ujar Denny.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) ini menuturkan secara hukum, norma masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun itu berlaku sejak putusan MK dibacakan. Sehingga, masa jabatan beberapa pimpinan yang menjabat saat ini akan berakhir di Desember 2024.

Denny menambahkan putusan itu dikeluarkan untuk mengamankan kasus-kasus di KPK. Sehingga, perkara yang sudah diendus KPK tidak menyasar kawan koalisi.

"Karena, ada kasus-kasus di KPK yang perlu `dikawal` agar tidak menyasar kawan koalisi, dan diatur dapat menjerat lawan oposisi Pilpres 2024," ujar Denny.

Denny menerangkan putusan MK tersebut juga menjawab proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK yang belum dimulai. Jika proses seleksi dijalankan saat ini dan akhirnya terbentuk susunan pimpinan KPK baru, maka strategi tersebut dinilai bakal berantakan.

"Jika terjadi pimpinan KPK di Desember 2023, maka strategi menjadikan KPK sebagai bagian dari strategi merangkul kawan, dan memukul lawan itu berpotensi berantakan. Terlebih jika pimpinan KPK yang terpilih, tidak sejalan dengan grand design strategy pemenangan Pilpres 2024 tersebut," ucap Denny.


Putusan MK, lanjut dia, yang mengubah masa jabatan dari empat menjadi lima tahun, sudah memenuhi kepentingan strategi Pilpres. Strategi itu diyakini bakal jadi alat tawar politik.

"Menjadikan kasus hukum di KPK sebagai alat tawar politik (political bargaining) penentuan koalisi dan paslon capres-cawapres Pilpres 2024," kata Denny.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengajukan permohonan uji materi atau judicial review (JR) ke MK terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan Lembaga Antikorupsi menjadi lima tahun. Masa jabatan pimpinan KPK saat ini dalam satu periode hanya empat tahun.

Gugatan itu dikabulkan. MK menilai masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif. Tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lain yang memiliki masa jabatan lima tahun.

 

(Kiki Agung\Tim Liputan Investigasi)

Share:




Berita Terkait

Komentar