Tonggak Kesetaraan Gender, Parlemen Selandia Baru Mayoritas Perempuan

Sabtu, 14/01/2023 07:00 WIB
Anggota Parlemen Selandia Baru Soraya Peke Mason (Reuters)

Anggota Parlemen Selandia Baru Soraya Peke Mason (Reuters)

Selandia Baru, law-justice.co - Selandia Baru telah menjadi negara yang mencapai tonggak kesetaraan gender, dengan perempuan menjadi mayoritas di dalam parlemen untuk pertama kalinya. Ini terjadi ketika Soraya Peke-Mason dilantik menjadi anggota parlemen menggantikan Trevor Mallard. Setelah dilantiknya Peke-Mason, saat ini ada sekitar 60 anggota perempuan di dalam parlemen Selandia Baru sedangkan pria memiliki 59 anggota.

Dilansir dari Women`s Agenda, tonggak sejarah ini membuat Selandia Baru bergabung dengan segelintir negara lain untuk memiliki setidaknya 50 persen anggota perempuan di dalam parlemen mereka. Beberapa negara yang telah mencapai kesetaraan gender dalam parlemen meliputi Kuba, Meksiko, Nikaragua, Rwanda, dan Uni Emirat Arab.

Menurut Inter-Parliamentary Union, sekitar 26 persen anggota parlemen secara global adalah perempuan. Selandia Baru telah lama menjadi pemimpin dalam kesetaraan gender dan menjadi negara pertama yang memberikan perempuan hak untuk memilih pada tahun 1893. Perempuan diberi hak untuk mencalonkan diri di Selandia Baru pada tahun 1919.

Mengenal Soraya Peke-Mason

Soraya Peke-Mason merupakan anggota terbaru dari Partai Buruh yang dipimpin oleh Perdana Menteri Jacinda Ardern.

"Meskipun ini adalah hari istimewa bagi saya, saya pikir ini merupakan sejarah bagi Selandia Baru," kata Peke-Mason saat hari pelantikan.

Sebelum masuk parlemen, Peke-Mason menghabiskan 18 tahun di Dewan Distrik Rangit«kei, termasuk 12 tahun sebagai anggota dewan dan 6 tahun di dewan komunitas. Peke-Mason memiliki latar belakang bisnis di industri termasuk konstruksi, pariwisata, dan kehutanan.


Sebagaimana dilansir dari UN Women Aotearoa New Zealand, perempuan di seluruh dunia memiliki hak yang sama. Hak untuk hidup bebas dari kekerasan dan perbudakan, hak untuk dididik, hak untuk memperoleh upah yang adil dan setara, hak untuk memiliki properti, serta hak berekspresi dan kebebasan memilih. Ini adalah hak asasi manusia dan hak asasi manusia melekat pada semua, tanpa diskriminasi.

Kesetaraan gender bukan hanya sekadar hak asasi manusia, pencapaiannya memiliki konsekuensi sosial-ekonomi yang sangat besar. Pemberdayaan perempuan memicu pertumbuhan ekonomi, serta memacu produktivitas dan juga pertumbuhan.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar