Dugaan Melawan Hukum, Bank Mega Gugat Bos Gudang Garam Rp112 Miliar

Rabu, 14/12/2022 21:55 WIB
Ilustrasi Palu Hakim (Net)

Ilustrasi Palu Hakim (Net)

Jakarta, law-justice.co - Bos PT Gudang Garam Tbk, Susilo Wonowidjojo digugat secara perdata oleh PT Bank Mega Tbk atas dugaan perbuatan melawan hukum.

Perusahaan keuangan di bawah CT Corp itu mengaku sudah dirugikan Rp112 miliar lebih oleh salah satu orang terkaya sekaligus pemilik pabrik rokok terbesar di Indonesia.

Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 101/Pdt.G/2022/PN.Sda itu sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Jawa Timur. Rangkaian persidangan sudah dilakukan 15 kali sampai Rabu (14/12) hari ini.

Pihak tergugatnya adalah Susilo Wonowidjojo, Meylinda Setyo, Kasita Dewi Wonowidjojo, Swasti Dewi Wonowidjojo, Daniel Widjaja.

Kemudian PT Hari Mahardhika Usaha (PT HMU), Hadi Kristanto Niti Santoso, Notaris Ida Mustika, PT Hair Star Indonesia (PT HSI), Lianawati Setyo, dan PT Surya Multi Flora.

Susilo, dalam kasus ini seperti melansir cnnindonesia.com, merupakan pemegang 99 persen saham serta pengendali utama tergugat PT Hari Mahardhika Usaha (PT HMU) sejak 2008 sampai sekarang.

Dia pernah jadi direktur utama perusahaan ini hingga 2012, sebelum digantikan pihak lainnya.

PT HMU yang dipimpin Susilo, merupakan pemegang 50 persen saham tergugat PT Hair Star Indonesia (PT HSI) sejak bulan November 2016 - 16 Mei 2021.

Sedangkan PT HSI sendiri adalah perseroan terbatas yang bergerak di bidang produksi rambut dan bulu mata palsu.

Perusahaan itu adalah debitur yang menerima fasilitas kredit dari Bank Mega untuk keperluan modal kerja pada 17 Juli 2019.

PT HSI sendiri dipimpin oleh istri Susilo, tergugat Meylinda Setyo, yang jadi komisaris perusahaan itu 2006-2014.

Kronologi Utang

Kasus ini bermula saat Bank Mega meminjamkan atau memberikan fasilitas kreditnya ke PT HSI sebesar Rp10 miliar dan US$7 juta.

Kredit itu diberikan karena Bank Mega mempertimbangkan karakter dan reputasi Susilo, historis kepemilikan saham PT HMU, serta keterlibatan istrinya pada PT HSI, pada 17 Juli 2019. Kredit itu sendiri jatuh tempo pada 17 Mei 2021.

Bank Mega menganggap Susilo merupakan key person dan pemegang 99,99 persen saham PT HMU. Perseroan itu juga merupakan pemegang 50 persen saham pada PT HSI yang merupakan debitur.

Namun tepat di hari kredit itu jatuh tempo, PT HMU yang 99,99 persen sahamnya dimiliki oleh Susilo, mengalihkan seluruh sahamnya (50 persen) di PT HSI ke tergugat Hadi Kristanto.

Sebulan kemudian, 15 Juni 2021, PT HSI mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Surabaya yang terdaftar di bawah register Perkara No.57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby. dengan jumlah utang sebesar Rp5.387.013.688.

Kemudian, 12 Juli 2021, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya melalui Putusan No.57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby. Pada 12 Juli 2021 pun menjatuhkan Putusan PKPU Sementara selama 45 hari terhadap PT HSI.

Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya melalui Putusan No.57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby. tanggal 27 September 2021 telah menyatakan PT HSI berada dalam keadaan pailit.

Kerugian Bank Mega

Kuasa hukum penggugat, Ferry Edwars M Gultom mengatakan, apa yang dilakukan Susilo dan tergugat lainnya sangat merugikan kliennya secara materiel maupun imateriel.

"Bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tergugat tersebut sangatlah merugikan klien kami baik secara materiel maupun imateriel," kata Ferry.

Ferry menyebut karena PT HSI telah dinyatakan pailit, maka kliennya pun mengalami kerugian materiel sebesar Rp112.003.007.832,23, serta kerugian imateriel berupa rusaknya nama baik dan reputasi di mata nasabah atau masyarakat sebagai perbankan terkemuka, senilai Rp100.000.000.000.

"Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata, maka sangatlah berdasar hukum apabila para tergugat dihukum untuk secara tanggung renteng membayar ganti kerugian secara tunai dan sekaligus kepada penggugat yakni kerugian materiel sebesar Rp112.003.007.832,23 dan kerugian imateriel sebesar Rp100.000.000.000," ucapnya.

Keterangan Ahli

Sidang perkara itu kembali digelar pada Rabu (14/12) di ruang Tirta, PN Sidoarjo, dengan menghadirkan Ahli Hukum Perusahaan, Kepailitan dan PKPU dari Universitas Taruma Negara, Dr Munir Fuady.

Saat menjawab pertanyaan para kuasa hukum, Munir menyebutkan, direksi, pemegang saham, komisaris atau siapapun haruslah bertanggung jawab, bila membuat kesalahan karena sudah melakukan perbuatan melawan hukum.

Dalam Pasal 1356 KUH Perdata, kata dia, setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya.

"Siapa yang tanggung jawab untuk kepailitan, ya semua orang atau siapa pun yang mengkontribusi kesalahan, baik direksi, pemegang saham, komisaris, atau siapapun yang bersalah harus bertanggung jawab sesuai Pasal 1365 KUH Perdata," kata Munir.

Dalam dunia korporasi, Munir juga menyampaikan adanya fenomena Bankruptcy Fraud, atau penipuan kepailitan. Hal itu dilakukan untuk tujuan kejahatan yang bertujuan mencari keuntungan pribadi, hingga menghindari membayar kerugian atau utang.

"Sering, rekayasa itu yang dikenal dengan, Bankruptcy Fraud, sering dilakukan. Kepailitan direkayasa, untuk tuduhan tertentu, dalam hukum kepailitan sering terjadi itu," ujar dia.

Contoh modus kejahatan Bankruptcy Fraud yang paling sering terjadi, kata Munir, adalah pelaku menggunakan perusahaannya untuk keuntungan pribadi.

"Dia gunakan perusahaan ambil kredit banyak-banyak. Uang [kredit] itu diambil, lalu perusahaan kosong, aset jual, dia keluar dari direksi, [diganti] dengan direksi baru, dengan rekayasa direksi baru mengajukan pailit, itulah yang disebut Bankruptcy Fraud," ucapnya.

Hal itu, kata Munir, jelas merupakan perbuatan melawan hukum. Sebab terdapat unsur kesalahan yang disengaja dan kelalaian yang merugikan pihak lain, yakni kreditur.

"Karena itu dalam kepailitan yang tanggung jawab adalah yang mengkontribusi kesalahan, siapapun yang salah, direksi lama, direksi baru, pemegang saham, komisarisnya, dia harus tanggung jawab," ucapnya.

Bantahan Bos Gudang Garam

Salah satu tergugat, yakni Bos Gudang Garam, Susilo Wonowidjojo, melalui kuasa hukumnya Gunadi Wibakso menyatakan, gugatan ke kliennya tidaklah tepat.

"Jauh lah, jadi seorang figur pengusaha kemudian ditarik-tarik, sementara yang pailit kan Tergugat 10 (PT HSI). Nah tidak ada kaitannya, kenapa kok ditarik-tarik?," kata Gunadi usai sidang.

Menurutnya, kliennya itu diseret ke dalam kasus ini, lantaran Susilo merupakan salah satu figur yang terpandang di Indonesia.

"Mungkin menurut penggugat [Bank Mega] karena dia [Susilo] seorang figur. Nah ini kan persoalan hukum, bukan pandang memandang figur seseorang, jadi semua harus dibuktikan secara hukum," ujar Gunadi.

Gunadi juga menampik bila Susilo disebut pernah menguasai 99 persen saham PT HMU, yang artinya juga memiliki saham serta kendali tak langsung ke debitur dalam kasus ini yakni PT HSI.

"Bukan, salah itu," tutupnya.

Susilo Wonowidjojo sendiri merupakan pemilik Pemilik PT Gudang Garam Tbk. Dilansir Forbes, Susilo merupakan orang terkaya ke-14 Indonesia. Per Kamis (8/12), harta Susilo tercatat sebanyak US$3,5 miliar atau sekitar Rp54,6 triliun.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar