Penembak Laskar FPI Dituntut 6 Tahun Bui, TP3: Pengadilan Sesat!

Rabu, 23/02/2022 06:02 WIB
TP3: Penanganan Kasus 6 Laskar FPI oleh Komnas HAM Jauh dari Harapan! (Jakartasatu).

TP3: Penanganan Kasus 6 Laskar FPI oleh Komnas HAM Jauh dari Harapan! (Jakartasatu).

Jakarta, law-justice.co - Selasa (22/2/2022) kemarin, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella dituntut enam tahun penjara dalam perkara Unlawful Killing Laskar FPI.

Tuntutan itu dibacakan secara terpisah oleh JPU dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sekretaris Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Laskar FPI, Marwan Batubara, menyampaikan pihaknya sejak awal sudah tidak percaya dengan proses persidangan tersebut. Bagi dia, lama hukuman yang diberikan kepada kedua terdakwa hanya dagelan belaka.

"Kami sih tidak pernah percaya sama itu sejak awal, jadi mereka mau kasih itu hukumannya tiga tahun, enam tahun, 10 tahun, 20 tahun, ya itu kan cuman dagelan. Jadi sedikitpun kami tidak percaya, pengadilan sesat itu, ya itu dagelan sesat, dagelan dan pengadilan sesat," kata Marwan kepada wartawan.

Sejak awal, kata Marwan, TP3 menganggap pembunuhan terhadap enam Laskar FPI masuk dalam ranah pelanggaran HAM berat. Namun, dia menganggap proses peradilan itu sudah sesat sejak awal.

"Jadi dari awal sudah sesat, mestinya kalau ada kasus, kasus pembunuhan ini, mestinya dilakukan dlu penyelidikan itu siapa, itu oleh Komnas HAM. Kan nanti ada tingkat berikutnya itu ada penyidikan, itu menurut UU nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Gimana kita mau percaya hasilnya," tegas dia.

Tuntutan

Dalam tuntutannya, JPU menyatakan jika Briptu Fikri dan Ipda Yusmin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan yang ada. Atas hal itu, JPU meminta agar majelis hakim menghukum Fikri dengan hukuman enam tahun penjara.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Menjatuhkan pidana terhadap dengan pidana penjara selama enam tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan," ucap JPU.
Meski tuntutan terhadap Fikri dan Yusmin sama, JPU menguraikan perbedaan hal yang memberatkan dan meringankan tuntuan keduanya.

Pertama, sebagai anggota polisi, Briptu Fikri tidak memperlihatkan azaz legalitas hingga proporsionalitas kepada masyarakat.

"Terdakwa yang menjalankan pelaksaan tugas. yang selayaknya terhadap masyarakt tidak memperhatikan asas legalitas, proporsionalitas, dan penggunaan senjata api," sambung JPU.

Sementara, hal yang meringankan Fikri dalam tuntutan tersebut adalah dia sedang menjalankan tugas ketika peristiwa itu terjadi. Selain itu, yang bersangkutan telah menjadi polisi selama 15 tahun.

"Bahwa terdakwa sedang menjalankan tugas. Bahwa terdakwa berprofesi sebagai polisi selama 15 tahun," papar JPU.

Kemudian, Fikri selaku anggota polisi selama bertugas tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

JPU turut mengurai hal-hal yang memberatkan dalam tuntutan terhadap Yusmin. Selaku terdakwa, Yusmin melakukan surveilans atau pengintilan.

Kemudian, hal yang meringankan adalah Yusmin telah menjadi polisi selama 20 tahun. Kemudian, selama bertugas, Yusmin tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Pantauan di lokasi, majelis hakim yang dipimpin oleh hakim ketua Arif Nuryanta membuka jalannya sidang sekitar pukul 10.30 WIB. Di ruang sidang utama, hanya terlihat majelis hakim yang berjumlah tiga orang dan beberapa perwakilan kuasa hukum terdakwa.

Fikri dan satu terdakwa lain, Ipda M. Yusmin Ohorella mengikuti jalannya persidangan secara virtual bersama tim kuasa hukumnya. Sementara itu, JPU juga mengikuti sidang secara daring dari kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar