Hari HAM Dunia dan Kritikan PBB ke Indonesia soal Kekerasan di Papua

Jum'at, 10/12/2021 10:57 WIB
Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRIWP) menggelar aksi perayaan 60 tahun deklarasi kemerdekaan Papua Barat di depan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (1/12). Mereka menuntut agar pemerintah dapat segera menarik aparat militer atau TNI yang diterjunkan di Bumi Cendrawasih. Robinsar Nainggolan

Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRIWP) menggelar aksi perayaan 60 tahun deklarasi kemerdekaan Papua Barat di depan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (1/12). Mereka menuntut agar pemerintah dapat segera menarik aparat militer atau TNI yang diterjunkan di Bumi Cendrawasih. Robinsar Nainggolan

law-justice.co - Setiap tanggal 10 Desember, diperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia untuk menegaskan pentingnya perlindungan HAM di setiap negara.

Sejumlah negara masih disorot Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) terkait isu pelanggaran HAM, termasuk Indonesia soal dugaan intimidasi para aktivis dan kekerasan di Papua.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyebut Indonesia menjadi salah satu negara yang melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap aktivis HAM.

Hal itu tercantum dalam laporan Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (OCHCR) PBB. Indonesia menjadi salah satu dari 45 negara yang disebut Guterres soal kekerasan dan intimidasi di Papua.

Pada 26 Juni 2020, komisi menyoroti soal kriminalisasi dan intimidasi terhadap aktivis HAM di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Mereka fokus pada dugaan intimidasi terhadap aktivis dan penasihat HAM untuk Dewan Adat Papua, Wensislaus Fatubun.

"Dia secara rutin menyediakan dokumen kesaksian, dan analisis tentang isu HAM di Papua Barat kepada PBB. Fatubun bekerja dengan Special Rapporteur untuk isu-isu kesehatan di Papua selama kunjungan," demikian tulis laporan OHCHR seperti melansir cnnindonesia.com.

Di tahun sebelumnya, pada 6 Oktober 2019, Fatubun mendapat intimidasi di Facebook. Ia dan keluarganya dituduh berafiliasi dengan kelompok separatis di Papua.

Di bulan yang sama, seorang perwira dari Polres Tomohon dan dua Perwira Komando Daerah Militer bertanya soal pekerjaan Fatubun kepada salah satu anggota keluarganya.

Kemudian pada Februari 2020, Fatubun melaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Fatubun tak sendiri mengalami intimidasi. Tercata, ada empat aktivis lain dalam laporan PBB itu. Mereka di antaranya aktivis HAM dari suku Me Yones Douw, jurnalis Victor Mambor, aktivis HAM Veronica Koman, dan aktivis HAM Papua Barat Victor Yeimo yang kini berada di penjara.

Merespons laporan PBB, pemerintah Indonesia justru melempar kritik lantaran lembaga itu luput menyoroti kasus HAM di negara maju.

"Sayangnya laporan tersebut luput menyoroti kejadian pelanggaran HAM di negara-negara maju, misalnya kasus-kasus islamophobia, rasisme dan diskriminasi maupun ujaran kebencian," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah.

Menurut Faizasyah, hampir dari ke-32 negara yang dilaporkan merupakan negara berkembang.

Meski demikian, Indonesia, katanya, mengutuk segala bentuk intimidasi dan kekerasan yang menargetkan pegiat HAM.

"Indonesia menegaskan tidak memberi ruang bagi praktik reprisalsi terhadap aktivis HAM seperti yang dituduhkan dan segala sesuatunya didasarkan pertimbangan pengenaan ketentuan hukum," ucap Faizasyah.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar