Kas Negara Keok, Tarif PPN Naik Demi Tambal Defisit Anggaran

Rabu, 06/10/2021 18:25 WIB
Ilustrasi Defisit anggaran (Net)

Ilustrasi Defisit anggaran (Net)

Jakarta, law-justice.co - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan alasan utama pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Salah satunya untuk menambal defisit anggaran yang saat ini melebar.

Peneliti INDEF Tauhid Ahmad menyebutkan, pemerintah membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk mengembalikan defisit ke 3% di tahun 2023. Setidaknya untuk menutup defisit yang melebar saat ini di atas 5% pemerintah membutuhkan Rp 600 - Rp 700 triliun.

"Kebijakan perpajakan dimulai 2022, karena target defisit 3% 2023 kita butuhkan Rp 600- Rp 700 triliun di 2023, maka tanpa kenaikan super khususnya pajak, sangat sulit target defisit itu bisa dicapai," ujarnya dalam diskusi virtual, Rabu (6/10/2021).

Namun, dalam kondisi saat ini, ia menilai kenaikan tarif PPN bukan hal yang tepat. Justru ini bisa menjadi boomerang bagi pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. Sehingga bukannya menurunkan defisit justru akan tetap melebar di atas 3%.

Ia menyebutkan ada dua alasan mengapa kenaikan tarif PPN tidak mampu menekan defisit kembali ke 3%. Pertama, karena dalam situasi saat ini memulihkan penerimaan negara tidak bisa hanya bergantung pada PPN tapi juga sektor lainnya seperti industri, manufaktur hingga perdagangan.

"Semua sektor penerimaan perpajakan harus pulih cepat sehingga penerimaan bisa tumbuh," kata dia.

Kedua, dari sisi pengeluaran. Ia menilai konsumsi rumah tangga saat ini masih relatif rendah dibandingkan dengan pertumbuhan belanja investasi pemerintah serta ekspor dan impor. Konsumsi yang rendah ini menandakan belum adanya daya beli masyarakat sehingga kenaikan tarif PPN bukan hal yang tepat.

Ia menilai satu-satunya yang bisa menurunkan defisit ke bawah 3% di tahun 2022 adalah dengan pemerintah mencari sumber pajak lainnya seperti pajak digital, mengurangi insentif perpajakan hingga belanja negara.

"Ini mengapa defisit punya peluang potensi melebar, kecuali belanja ekonomi dikurangi drastis," tegasnya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar