Ini Tanggapan Pakar Hukum Soal Isu Mafia Hukum di Polda Metro Jaya

Rabu, 08/09/2021 13:20 WIB
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bhayangkara dan STIH Painan, Prof Dwi Seno Widjanarko. (Foto: Dok. Pribadi).

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bhayangkara dan STIH Painan, Prof Dwi Seno Widjanarko. (Foto: Dok. Pribadi).

law-justice.co - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bhayangkara Prof. Dwi Seno Widjanarko ikut mengomentari soal isu mafia hukum di Polda Metro Jaya atas kasus investasi bodong.

Menurutnya, tudingan terhadap penyidik kepolisian Metro Jaya yang disebut meminta uang Rp500 juta untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) harus ditanggapi oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Apabila benar ada dugaan pemerasan dan gratifikasi maka oknum polisi terkait hendaknya dicopot dan dikenai sanksi sesuai aturan internal Polri yang berlaku," kata Dwi Seno dalam keterangan tertulis, Rabu (8/9/2021).

Kasus investasi bodong sebelumnya ditangani oleh Polda Metro Jaya. Beberapa korban yang diwakili oleh LQ Indonesia Lawfirm sudah sepakat berdamai dengan pihak perusahaan investasi lewat jalur Restorative Justice.

Pihak perusahaan kemudian meminta korban untuk mencabut LP dan memohon SP3 kepada penyidik kepolisian. Di tengah jalan, korban diminta membayar Rp500 juta sebagai uang `pelicin`. Penyidik beralasan uang itu digunakan sebagai fee tanda tangan Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya agar SP3 bisa keluar.

Mengenai Laporan Polisi (LP) yang sudah ada Restorative Justice, Dwi Seno mengatakan ketentuan itu sudah mengikat pihak-pihak yang beperkara. Untuk itu, tidak ada alasan lagi bagi kepolisian untuk melanjutkan perkara tersebut.

Hal ini, kata dia, merujuk pada Perkap Nomor 6 Tahun 2019. Pasal 12 peraturan tersebut berisi syarat formil dan materil yang bila sudsh terjadi perdamaian dengan ganti rugi terhadap korban, maka tidak ada lagi yang bisa menuntut terlapor.

"Hendaknya dalam menangani perkara, penyidik mengikuti asas Ultimum Remedium, bahwa pidana adalah jalan terakhir apabila jalan musyawarah tidak bisa terpenuhi. Gunakan unsur budaya ketimuran, di mana kita mengutamakan musyawarah untuk mufakat mencari win-win solusi," jelasnya.

Lebih jauh Dwi Seno mengatakan, oknum Polri yang melakukan praktik lancung hanya akan membuat citra Korps Bahayangkara hancur. Ia mendesak Kapolri agar memperhatikan kasus pemerasan oknum penyidik yang menimpa para korban investasi bodong tersebut.

"Kapolri sebagai pimpinan Polri harus berani tegas. Apabila Pernyataan Polda sarang mafia tidak benar disanggah dan periksa oknum-oknum terkait. Jika benar maka segera tindak oknum Polri dan perbaiki agar tidak berlarut," tegasnya.

Kepala Bidang Humas LQ Indonesia Lawfirm, Sugi, sebelumnya mengatakan pihaknya memastikan bahwa oknum-oknum yang menyebabkan Polda menjadi sarang mafia hukum benar terjadi.

Pertama, kata dia, adanya oknum Subdirektorat Fisikal, Moneter, dan Devisa (Fismondev) Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya yang meminta uang Rp500 juta dengan dalih untuk memuluskan SP3 LP para korban yang sudah berstatus Restorative Justice.

Kemudian ada oknum Inspektorat Pengawas Daerah (Itwasda) Polda Metro Jaya yang diduga menerima gratifikasi untuk mempengaruhi hasil gelar perkara LP yang sudah berstatus Restorative Justice.

Akibatnya, kasus yang sudah damai timbul masalah baru dan merugikan para korban investasi bodong yang jumlahnya ratusan di LQ Indonesia Lawfirm.

"Ini kami ada bukti screenshoot WA, ada pula bukti rekaman untuk mengklarifikasi dugaan kami atas oknum Mafia Hukum di Polda Metro Jaya," kata Sugi.

"Jika Kapolri dan Kapolda ingin mendengarkan rekaman bisa hubungi kami di 0818-0489-0999 supaya jangan dianggap fitnah," imbuhnya menandaskan.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar