Cari Cuan Pengadaan Laptop Disaat Pandemi

Siapa Mafia Proyek Laptop Kemendikbudristek?

Sabtu, 14/08/2021 10:58 WIB
Jenis Chromebook yang akan dibeli oleh pemerintah (Foto:gadgedtren.com)

Jenis Chromebook yang akan dibeli oleh pemerintah (Foto:gadgedtren.com)

Jakarta, law-justice.co - Dugaan terjadinya permainan dalam anggaran pengadaan laptop untuk anak didik pada tahun anggaran 2021 makin kentara. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, (Kemendikbud-Ristek) akhir-akhir ini menjadi sorotan publik terkait rencana pengadaan laptop buatan dalam negeri senilai Rp 3,7 triliun. Uang segitu akan digunakan untuk membeli laptop buatan lokal dengan jumlah 431.730 unit.

Dana sebesar Rp 3,7 triliun itu diambil dari anggaran Kemendikbud-ristek Rp 1,3 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun 2021 sebesar Rp 2,4 triliun. Dana sebesar itu akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan 12.674 sekolah mulai dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SLB. Rinciannya, untuk membeli 189.840 laptop, 12.674 access point, 12.674 konektor, 12.674 proyektor, dan 45 speaker.

Menanggapi kegaduhan tersebut, Dirjen Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto akhirnya angkat bicara mengenai polemik pengadaan laptop merah putih .

Wikan menjelaskan, Kemendikbud-ristek hanya menyiapkan anggaran untuk pengadaan barang, bukan menentukan harga laptop per unitnya.

Wikan menyatakan terkait dengan harga laptop per unitnya akan menyesuaikan mekanisme pengadaan barang dan jasa melalui e-katalog sesuai dengan laptop tersebut.

"Untuk harga per unit itu menyesuaikan dengan mekanisme pengadaan di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP). Jadi harus dibedakan antara harga dan anggaran dan kita tidak nge-set harga, yang kita siapkan adalah anggaran," kata Wikan kepada Law-Justice.

Dia menuturkan, anggaran sebesar Rp 2,4 triliun itu bakal didistribusikan kepada pemerintah daerah sebagai dana alokasi khusus (DAK) fisik.

Wikan juga menyebut bahwa anggaran tersebut tidak hanya digunakan untuk membeli laptop saja, namun juga digunakan untuk belanja sarana Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

"Peruntukan anggaran itu bukan hanya untuk laptop. Satu laptop, terus untuk access point. Kalau enggak ada access point gimana internetnya nyambung, nanti jadi kaum dhuafa internet kalau enggak ada access point," ujarnya.

Ditengah kondisi pandemi saat ini, ia melanjutkan, program laptop pelajar yang menggunakan Google Chromebook memang sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi kegiatan belajar mengajar jarak jauh.


Dokumen rapat antara Komisi X dan Kemendikbudristek (dok.dpr).


Dana sebesar Rp 3,7 triliun tidaklah berlebihan karena akan dibagi dua, Kemendikbud-ristek pusat Rp 1,3 triliun dan Rp 2,4 triliun didistribusikan ke pemerintah daerah.

"Perincian bahwa anggaran Rp1,3 triliun dari pusat digunakan untuk 189.840 unit laptop, 12.674 access point, 12.674 konektor, 12.674 proyektor, dan 45 speaker," paparnya.

Sementara anggaran Rp2,4 trilun yang didistribusikan ke pemerintah daerah akan digunakan untuk 284.147 laptop, 17.510 wireless router, 10.799 proyektor beserta layar, 10.799 konektor, 8.205 printer, dan 6.527 scanner.

Dalam e-Katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), ada 6 perusahaan dalam negeri yang disebut akan menjadi mitra pemerintah dalam proyek tersebut. Yakni PT Zyrexindo Mandiri Buana, PT Tera Data Indonusa, PT Supertone, PT Evercoss Technology Indonesia, PT Bangga Teknologi Indonesia, dan Acer Manufacturing Indonesia.

Laptop merek Zyrex yang diproduksi PT Zyrexindo Mandiri Buana dan telah memiliki TKDN di atas 25 persen paling murah dibanderol dengan harga Rp 5,9 juta, dan paling mahal Rp 6,8 juta. PT Zyrexindo Mandiri Buana akan mendapat jatah sebanyak 165 ribu laptop dengan anggaran Rp 700 M.

PT Tera Data Indonusa memiliki laptop lokal merek Axioo. Laptop dengan Chrome OS paling murah dibanderol dengan harga Rp 6,49 juta dan paling mahal Rp 6,8 juta. Kemudian Chromebook yang diproduksi PT Supertone memiliki harga Rp 6,4 juta.

Chromebook buatan PT Evercoss Technology Indonesia dibanderol dengan harga Rp 6,8 juta. PT Bangga Teknologi Indonesia memiliki chromebook dengan merek ADVAN seharga Rp 6,49 juta. Acer Manufacturing Indonesia memiliki chromebook dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 5,9 juta hingga Rp 9,6 juta.

Mereka akan berkolaborasi dengan Google untuk memproduksi laptop Chromebook dan memanfaatkan potensi lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagai pemasok tenga kerja agar bisa mencapai target jutaan produksi dalam beberapa tahun ke depan.

Wikan menyatakan jika kolaborasi antara Google, industri elektronik lokal, dan vokasi ini bertujuan memberikan seperangkat keterampilan yang lebih luas dalam bidang industri manufaktur dan teknologi informasi di kalangan anak muda.

“Lebih lanjut, ini akan menjadi inisiatif membangun pilar perekenomian nasional karena diprediksi akan menghasilkan Chromebook yang potensial yang bisa diekspor ke luar negeri, di samping sebagai fasilitas pendukung pembelajaran digital,” ujarnya.

 

Potensi Korupsi dan Monopoli

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik kebijakan pemerintah yang memprioritaskan pengadaan laptop untuk menunjang pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi Covid-19. Peneliti ICW Dewi Anggraeni mengatakan, ada hal penting lain yang lebih mendesak untuk dipenuhi oleh pemerintah.

“Yang diperlukan saat ini adalah pemerataan bantuan kuota internet. Bahkan jaringan listrik dan jaringa internet saja belum merata. Menurut kami, pengadaan laptop ini bisa masuk dalam prioritas kesekian,” kata Dewi.

ICW juga mempertanyakan motif pemerintah dalam proyek pengadaan laptop yang menelan anggaran total Rp 3,7 triliun tersebut. Di satu sisi, disebutkan untuk memenuhi kebutuhan digitalisasi pendidikan, tapi di sisi lain disebut untuk menggenjot perekonomian lokal dengan menggandeng perusahaan produsen laptop dalam negeri.

“Ini pertanyaan penting, mau memperlancar program digitalisasi pendidikan atau mau menggenjot perekonomian domestik?” ujar Dewi.

ICW berkesimpulan bahwa program pengadaan laptop ini belum matang karena mereka tidak menemukannya dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (Sirup) LKPP.

“Kami tidak melihat program ini sebagai rencana yang matang karena tidak ada dalam Sirup LKPPK Kemendikbud-ristek,” ucap Dewi.

Lebih jauh, Dewi menyebutkan ada beberapa potensi korupsi dalam program pengadaan laptop ini. Rencana yang tidak matang berpotensi menimbulkan praktik mark-up anggaran dan pungli di pemerintah daerah.


Salah jenis Chromebook yang akan dibeli oleh pemerintah melalui perusahaan komputer lokal Zyrex 360 (Foto:gadgedtren.com).


“Kalau spesifikiasi tidak dikunci, Pemda atau Dinas Pendidikan diberi kebebasan untuk menentukan kebutuhan laptop mana yang boleh dibeli, akan membuat adanya peluang pemahalan harga atau mark-up,” jelas dia.

ICW juga mengingatkan akan adanya potensi monopoli enam perusahaan mitra pemerintah yang dianggap sudah memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Dewi menjelaskan, adanya syarat TKDN dari produsen laptop ini justu akan mempersempit opsi pembelian laptop dari pemerintah daerah.

“Mengapa harus menggunakan syarat TKDN? Apakah sudah menjamin kelancaran progam digitalisasi pendidikan? Apakah sudah pernah diuji coba atu pilot project ini memang terkait dengan penggunaan laptop dengan syarat TKDN?," katanya.

Berdasarkan penelusuran ICW, dari enam perusahaan yang memiliki lisensi TKDN, hanya PT Zyrexindo Mandiri Buana yang memiliki pengalaman tender alat di digital di Kemendikbud-ristek.

“Kami mengusulkan agar program ini dievaluasi berdasarkan prioritas. Kalau memang berlanjut, harus ada konsolidasi pengadaan yang terpusat. Jangan dipecah jadi dua seperti sekarang ini. Itu akan menjadi lebih hemat,” imbuh Dewi.

Reporter Law-Justice sudah mengecek pengadaan laptop tersebut di LKPP, namun tidak ditemukan adanya perencanaan pengadaan laptop. Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Kemendikbud-Ristek belum memberikan konfirmasi terkait belum terteranya rincian pengadaan laptop tersebut dalam platform LKPP.

Mengenai besarnya biaya pengadaan laptop tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendorong kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi pengadaan laptop oleh Kemendikbud-Ristek tersebut.

"Untuk kami di Komisi III DPR RI pengadaan apa pun yang sifatnya menggunakan anggaran harus diperhatikan KPK dalam semua prosesnya,” kata Sahroni kepada Law-Justice.

Politisi Partai Nasdem ini mengatakan bila upaya pengawasan itu penting dilakukan untuk mengantisipasi potensi terjadinya dugaan tindak pidana korupsi.

“Hal ini tidak lain untuk mengantisipasi potensi korupsi, apalagi karena ini jumlahnya besar," tuturnya.

Sahroni menuturkan bahwa langkah pengawasan itu sangat penting supaya proses pengadaan tersebut lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

Ia juga tidak terlalu mempermasalahkan polemik yang terjadi di masyarakat yang soal harga laptop terlalu mahal ataupun murah.

Sahroni menekankan betul proses pengadaan tersebut diawasi oleh KPK. Apalagi ini menyangkut sektor yang krusial bagi generasi bangsa.

"Saya tidak mau memperdebatkan ini mahal atau murah, saya ingin serahkan saja kepada KPK agar mengawasi dengan ketat proyek tersebut. Ini sektor pendidikan, sangat penting bagi masa depan kita, jadi harus yang terbaik kita berikan," tegasnya.

Pelaksana tugas juru bicara Ali Fikri mengatakan, pihaknya pasti akan mengawasi program pengadaan laptop di Kemndikbud-ristek.

"KPK mengingatkan pelaksana kegiatan dimaksud agar dilakukan secara transparan dan akuntabel," kata Ali Fikri dalam pernyataannya beberapa waktu lalu.

Sementara itu, dalam dokumen rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Kemendikbud-ristek yang membahas penyediaan TIK dan Alat Peraga Edukatif (APE) Kemendikbudristek APBN 2021, tidak ada pembahasan soal rencana pengadaan laptop dalam negeri.

Rencana pengiriman Chromebook untuk sekolah dari Kemendikbudristek (Dok.Law Justicce.co).


- Dalam RDP tanggal 19 Mei 2020, Dirjen PAUD Dikdasmen telah menjelaskan mengenai rencana kegiatan penyediaan peralatan TIK dan APE, dengan anggaran sebesar Rp 737,6 M. Namun tidak ada penjelasan rinci untuk pembelian Laptop, temasuk jumlah laptop dan merknya.

- Dalam Lapsing RDP tidak disebutkan dan tidak ada keputusan mengenai penyediaan laptop.

- Dalam RDP tanggal 14 September 2020, mengenai pendalaman program untuk TA 2021, Dirjen PAUD Dikdasmen menyampaikan program dan kegiatan, dalam bentuk: Dukungan untuk Pembelajaran dan implementasi AKM melalui bantuan TIK sebanyak 12.611 paket; Peralatan TIK Pendidikan Khusus 133 paket; dan Penyediaan APE untuk 4.100 Lembaga, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 1.437,29 M (Rp 1,4 triliun)

- Dalam lapsing tidak ada keputusan terkait penyediaan TIK dan APE, khususnya penyediaan Laptop.

Selain itu, dalam bahan paparan Mendikbud RI pada Raker tanggal 23 September 2020, dengan agenda pembahasan Penyesuaian RKA K/L TA 2021 sesuai hasil pembahasan Badan Anggaran DPR RI, untuk menetapkan pagu Definitif RAPBN TA 2021, Mendikbud RI telah menjelaskan adanya alokasi anggaran sebesar Rp 1.437,29 M untuk Penyediaan Sarana Pendidikan (APE dan TIK) di 16.844 sekolah.

Pengadaan Laptop Merk Zyrex oleh Kemendikbudristek yang melakukan kontrak dengan PT Zyrexindo Mandiri Buana Tbk, sebanyak 165 ribu laptop dengan anggaran 700 miliar, tidak dibahas secara khusus dalam rapat-rapat di Komisi X DPR RI.

PT Zyrexindo Mandiri Buana Utama (Zyrex) melalui Direktur Utamanya Timothy Siddik mengatakan, saat ini perusahaannya telah menerima pesanan 165 ribu unit laptop dari Kemendikbudristek untuk disalurkan ke 8.000 sekolah di seluruh Indonesia.

Jumlah ini untuk memenuhi kebutuhan laptop tahun pembelajaran 2021 dengan batas pengiriman paling lambat Desember mendatang.

Pengadaan 165 ribu laptop ini dapat dilihat dari keterbukaan informasi Zyrex. Berdasarkan informasi itu, Zyrex mendapatkan kontrak dari Kemendikbud untuk pengadaan 165.000 unit laptop di tahun 2021.

"Zyrex telah menerima pesanan 165 ribu laptop dari dua distributor resmi kami dari Kemendikbud-Ristek jika dikonversikan nilainya Rp 700 miliar, dan kami siap memenuhi laptop dalam negeri sebesar Rp 17 triliun untuk tahun-tahun yang akan datang," kata Timothy dalam keterangan yang diterima Law-Justice.

Timothy menyatakan untuk spesifikasi laptop merah putih yang diinisiasi oleh pemerintah menurutnya sampai saat ini masih belum ada gambaran.

Meski begitu, Timothy mengungkapkan dibutuhkan laptop dengan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan para murid sehingga tidak kelebihan atau kekurangan.

Menurutnya, selama pengalaman Zyrex dalam pengadaan laptop, sering kali over spesifikasi sehingga membuat beban biaya mahal dan tidak sesuai dengan peruntukannya.

"Pada perusahaan yang bekerja sama dengan kami, kami menawarkan spesifikasi yang cocok dari sisi kebutuhan dan biaya. Begitu juga dengan laptop merah putih kami akan bersama mendesain spesifikasi yang cocok dipakai oleh siswa/siswi Indonesia, jangan over atau under spesifikasi. Kalau buat pembelajaran 3 tahun dan internet yang kuat, maka kita akan merancang spesifikasinya sama-sama sehingga bisa mencapai nilai yang terbaik," bebernya.

 

Proyek Dadakan Mati Sesaat

Menanggapi soal pengadaan laptop yang diduga berasal dari Google bernama Chromebook dengan nilai sekitar Rp10 jutaan per unit, Pakar Pendidikan dari Vox Point Indonesia, Indra Charismiadji menilai program pengadaan laptop merah putih senilai 17 triliun oleh Kemendikbudristek tidak akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan Indonesia jika tanpa perencanaan yang matang dan menggunakan data-data serta kajian akademis.

“Digitalisasi pendidikan itu tidak bisa hanya sekedar pengadaan laptop. Ada 3 komponen yang harus disiapkan bersamaan dalam implementasi program digitalisasi pendidikan yaitu: Infrastruktur; Infostruktur; dan Infokultur. Laptop ini bagian dari infrastruktur, bagaimana dengan infostruktur dan infokulturnya? Kalau tidak disiapkan nasibnya bisa sama seperti kegagalan program 1Bestarinetnya Malaysia atau program pengadaan tabletnya Thailand,” kata Indra kepada Law-Justice, Senin 9 Agustus 2021.


Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji (Foto: indracharismiadji.com).


Dia mencontohkan program 1Bestarinet yang menjadi mega proyek pemerintah Malaysia. Program itu menelan anggaran Rp14 trillun untuk menyediakan konektivitas internet dan menciptakan lingkungan belajar virtual pada 10.000 sekolah di seluruh wilayah Malaysia. Pengadaan laptop Chromebook dan Learning Management System (LMS) menjadi bagian dari proyek ini.

“Saya kebetulan ikut bantu cuci piring dengan proyek ini di Malaysia. Infrastrukturnya disiapkan, Infostrukturnya disiapkan dengan LMS tapi Infokulturnya tidak disentuh sama sekali. Laptop-laptop tersebut akhirnya banyak tidak digunakan karena guru tidak tahu cara memanfaatkannya dengan optimal," kata Indra.

"Tim saya waktu itu terjun melatih dan mengimplementasikan lingkungan belajar virtual di sekolah-sekolah dasar jenis kebangsaan Cina, ini juga karena orang tua mau membayar. Saya tidak terbayang apa yang terjadi dengan Indonesia yang hanya disiapkan laptop Chromebooknya saja,” imbuhnya.

Proyek 1Bestarinet ini akhirnya dihentikan oleh pemerintah Malaysia pada 2019 karena berdasarkan hasil audit, hasilnya jauh dibawah harapan.

Menurut Indra, Indonesia lebih baik mengikuti jejak Singapura yang membuat perencanaan awal matang dengan ICT Masterplan in Education (Rencana Utama Digitalisasi Pendidikan) sejak 1997 dibandingkan dengan Malaysia atau Thailand yang lebih mementingkan proyeknya ketimbang nilai manfaatnya.

“Malaysia sudah jelas-jelas gagal dengan proyek chromebook-nya. Sekarang kita mau menjalankan proyek yang sama di tengah pandemi pula. Jangan sampai Indonesia kejeblos di lobang yang sama. Itu bodoh sekali namanya," ujarnya.

Dia juga berharap Kemendikbudristek sudah membuat kajian yang melibatkan publik, pakar pendidikan, dan pakar-pakar IT dalam program ini. Indra berujar, alangkah lucunya jika Kemendikbudristek membuat kebijakan tanpa riset.

"Tapi sepertinya selama ini seluruh kebijakan diambil tanpa ada kajian, pelibatan publik, dan uji publik yang jelas,” katanya.

Lebih lanjut Indra menjelaskan, Singapura yang besar wilayahnya hanya seperti satu kecamatan di Indonesia dan hanya 300-an sekolah, punya perencanaan digitalisasi pendidikan yang matang dan terukur dengan ICT Masterplan in Education. Sementara Indonesia dengan 17 ribu pulau, 260 ribu sekolah, 50 juta siswa, menurutnya tidak ada perencanaan sama sekali.

"Singapura sekarang sudah masuk fase ke-4 dalam masterplan tersebut dan didalamnya lengkap bagaimana infrastruktur, infostruktur, dan infokulturnya. Kalau kita hanya fokus ke pengadaan laptopnya, tanpa ada kajian yang kompresensif, ya siap-siap saja uang rakyat terbuang sia-sia,” tegas Indra.

 

DPR Mengaku Tidak Pernah Bahas Pengadaan Laptop

Anehnya, pengadaan laptop itu sama sekali tidak pernah dibahas secara detail dalam rapat kerja antara Kemendikbudristek bersama Komisi X DPR yang menjadi mitra kerjanya. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengatakan komisinya tak pernah membahas program pengadaan laptop Kemendikbudristek yang saat ini sedang bergulir.

Hal itu bisa dilihat dari dokumen-dokumen laporan singkat dapat kerja dengan Menteri Pendidikan Nadim Anwar Makariem dan dapat dengar pendapat dengan Eselon 1 Kemendikbudristek.

Dari data yang ditunjukkan Fikri kepada Law-Justice, Komisi X hanya membahas soal pengadaan barang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Alat Peraga Komunikasi (APE) untuk tahun anggaran 2021.

Dalam RDP tanggal 19 Mei 2020, misalnya, Dirjen PAUD Dikdasmen telah menjelaskan mengenai rencana kegiatan penyediaan peralatan TIK dan APE, dengan anggaran sebesar Rp.737,6 M. Namun tidak ada penjelasan rinci untuk pembelian Laptop, temasuk jumlah laptop dan mereknya.

"Dalam Lapsing RDP tidak disebutkan atau tidak ada keputusan mengenai penyediaan laptop," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.

"Namun kemungkinan program/kegiatan dan alokasi anggaran tersebut bersumber dari Satker Ditjen PAUD Dikdasmen, melalui program/kegiatan Penyediaan Sarana Pendidikan TIK dan APE," tambah Fikri.

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Himmatul Aliyah, mengatakan program digitalisasi sekolah sudah pernah dibicarakan saat membahas tentang anggaran program Kemendikbud. Senada dengan Fikri, Ia mengungkapkan salah satu program Ditjen PAUD dan Dikdasmen adalah penyediaan sarana pendidikan berupa sarana Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).


Anggota Komisi X DPR RI, Himmatul (Foto.dpr.go.id)

TIK tersebut disediakan untuk mendukung program Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang akan dimulai tahun 2021 ini.

"Kami di Komisi X DPR RI hanya membahas anggaran tiap program, jadi terkait teknis realisasi anggarannya ada di pemerintah kami tidak mengetahui detil rinciannya karena DPR RI tidak membahas anggaran secara teknis sampai dengan satuan tiga," kata Himmatul kepada Law-Justice.

Menurut Himmatul, digitalisasi sekolah semestinya diiringi dengan kesiapan infrastruktur digital dan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan menggunakan perangkat digital. Untuk itu kerja sama lintas kementerian perlu dilakukan. Ia mengatakan sebuah survei pada bulan Mei 2020 menemukan bahwa dua kendala utama guru selama pembelajaran jarak jauh adalah kemampuan mengoperasikan perangkat digital (67,11 %) dan sarana dan prasarana (29,45 %).

"Jangan sampai pengadaan laptop di daerah 3T tetapi tidak bisa digunakan karena tidak ada akses internet dan SDM yang tidak bisa mengoperasikannya," katanya.

Komisi X, kata Himmatul, melalui Panja Pembelajaran Jarak Jauh telah merekomendasikan Kemendikbudristek agar mengalokasikan anggaran yang cukup untuk menyediakan sarana prasarana pembelajaran jarak jauh. Digitalisasi sekolah merupakan upaya agar sarana dan prasarana di sekolah-sekolah di Indonesia dapat menunjang proses pembelajaran baik jarak jauh maupun tatap muka.

"Program digitalisasi sekolah melalui penyediaan sarana dan prasarana TIK di sekolah dalam pelaksanaanya jangan sampai terjadi penyalahgunaan anggaran yang merugikan keuangan negara," ujarnya.

Sementara itu, terkait dengan perencanaan anggaran untuk pengadaan Laptop oleh Kemendikbud-Ristek, Tim Reporter Law-Justice meminta konfirmasi ke Anggota Komisi X DPR RI yang juga Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Bramantyo Suwondo.

Bramantyo mengatakan bila pembahasan mengenai pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) belum pernah dibahas di Badan Anggaran DPR.

"Pembahasan mengenai pengadaan TIK tersebut belum dibahas di banggar untuk tahun anggaran 2022," kata Bramantyo kepada Law-Justice.

Sedangkan untuk pembahasan Tahun 2021, Politisi Demokrat tersebut menyatakan pembahasan di Banggar lebih banyak berfokus kepada beasiswa.

Program program tersebut antara lain seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Afirmasi Pendidikan (ADIK), Dan program lainnya.

"Untuk perihal tahun 2021 seingat saya pembahasan di banggar banyak membahas mengenai anggaran untuk beasiswa seperti PIP, KIP, ADIK, dan sebagainya," pungkasnya.

 

Proyek Mercusuar Silicon Valley Indonesia

Pemerintah juga merencanakan pengembangan industri teknologi informasi dan komunikasi yang bisa diproduksi sendiri dan dikembangkan sendiri di dalam negeri dengan melibatkan konsorsium produsen teknologi informasi serta lingkungan kampus seperti UI, ITB, UGM dan UNPAD. Nantinya mereka akan membuat Laptop Merah Putih.

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Teknologi dan Informasi Indonesia, Endarto Bimantoro, pemerintah mensyaratkan produksi laptop yang menjadi program terbaru berdasarkan aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 22 Tahun 2020. Di situ disebutkan bahwa penghitungan nilai TKDN dilaksanakan berdasarkan jenis, tipe, dan spesifikasi produk.

Dalam Pasal 4 ayat (2) dinyatakan, penghitungan nilai TKDN untuk kategori Produk Digital dihitung dengan komposisi: a) Aspek Manufaktur diperhitungkan sebesar 70%
(tujuh puluh persen) dari keseluruhan nilai TKDN; b) Aspek Pengembangan diperhitungkan sebesar 30%. (tiga puluh persen) dari keseluruhan nilai TKDN.


Rencana Anggaran Digitalisasi Sekolah dan Media (Foto: repro DPR).


Pada akhir Juni lalu Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengumumkan ada lima perusahaan atau produsen laptop yang menurutnya memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN), tapi ia menyebutkan TKDN itu minimal 25 persen. Selain itu, terdapat tiga perusahaan yang mampu memenuhi TKDN sebesar 40 persen, yakni PT Zyrexindo Mandiri Buana, PT Tera Data Indonusa, PT Supertone.

"Kami proaktif mendorong untuk peningkatan penggunaan laptop dari produksi industri dalam negeri, karena kualitasnya tidak kalah bersaing dengan produk impor," kata Agus ketika itu.

Ambang batas TKDN yang disebutkan Agus itu tentu jauh di bawah aturan yang ditentukan dalam Permenperin Nomor 22 Tahun 2022, yakni sebesar 70 persen. Untuk mengakali hal itu, Kemenperin saat ini sedang menyusun Peraturan Menteri untuk menetapkan ambang batas TKDN sebesar 40 persen untuk produk laptop serta tata cara perhitungannya.

Menurut Endarto, sebelum ada peraturan yang baru, penetapan aturan TKDN sedianya masih merujuk peraturan yang lama, yakni 70 persen. Tapi, kata dia, aspek manufaktur 70 persen dan aspek pengembangan 30 persen tidak bisa dibaca secara harfiah. Ada penjelasan lebih rigid yang mengatur soal itu. Namun, saat ditanya perihal yang ia maksud, Endarto mengaku tak menguasainya dan menyarankan Law-Justice untuk bertanya kepada ahli tata bahasa hukum.

"Saya hampir yakin sebagian besar persenan yang dicapai dari manufaktur tidak sesederhana yang Anda baca loh. 25 persen (itu) sudah tinggi dan menuju 40 persen," katanya.

 

Kontribusi Laporan: Januardi Husin, Rio Alfin, Ghivary Apriman

 

(Tim Liputan Investigasi\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar