Menantang Penjelasan FPI Terkait NKRI Bersyariah dan Khilafah

Jakarta, law-justice.co - Front Pembela Islam (FPI) diminta untuk menjelaskan konsep kenegaraan yang mereka sebut dengan NKRI Bersyariah dan khilafah.

Demikian kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin seperti dilansir CNN Indonesia, Selasa (6/8/2019).

Baca juga : Respons Anies Baswedan soal PKB dan NasDem Merapat ke Koalisi Prabowo

"Menjelaskan kepada publik, kepada pemerintah, apa itu NKRI Bersyariah, apa itu khilafah, jelaskan. Masalahnya bukan dengan Presiden Jokowi," kata Ngabalin.

Ngabalin, yang merupakan politikus Partai Golkar itu, lantas menyinggung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang juga mengusung khilafah yang sudah dibubarkan oleh pemerintah dua tahun lalu.

Baca juga : Kata AHY soal NasDem dan PKB Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

"Apa konsep khilafah yang dia maksud? Jelaskan saja itu kepada pemerintah. Hizbut Tahrir itu adalah satu organisasi yang mengusung sistem khilafah dan sudah dibubarkan oleh pemerintah," tuturnya.

Ngabalin menyebut FPI lebih baik melengkapi persyaratan yang diminta oleh Kementerian Dalam Negeri ataupun Kementerian Agama untuk mendapat Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas).

Baca juga : Di Acara Halal Bihalal PBNU, Prabowo: Saya Keluarga NU dari Dulu

"Klarifikasi tentang semua materi yang mungkin ditanyakan oleh instansi terkait itu, itu saja. Enggak usah sok-sok tantang Jokowi berdialog tentang ideologi negara," ujarnya.

Menurutnya, "Kepentingannya (FPI) di situ. Kepentingannya adalah bisa mendapatkan rekomendasi, surat keterangan terdaftar, atau dia diberikan referensi untuk aktif kembali organisasinya".

Lebih lanjut, Ngabalin menyatakan pemerintah memperbolehkan siapa pun untuk berserikat, berkumpul untuk membuat organisasi. Hak tersebut sudah dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Namun, kata Ngabalin, pemerintah memiliki kewenangan membentuk regulasi dalam mengatur masyarakat berkumpul atau berorganisasi.

"Itu mengatur tentang tata cara orang berorganisasi, bagaimana mendapatkan rekomendasi, bagaimana mendapatkan surat izin terdaftar, dan lain-lain," kata Ngabalin.

Sebelumnya, Juru Bicara FPI Slamet Maarif menantang pemerintah Joko Widodo untuk berdebat mengenai ideologi. Tantangan itu menyusul pernyataan Jokowi yang tak akan memberi perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) bagi FPI jika tak sesuai ideologi Pancasila.

"Kalau pun dengan kami ada yang dianggap tidak sesuai, ajak kami bicara, dialog. Kalau perlu ayo dialog terbuka, ditayangkan oleh stasiun televisi nasional, ayo, supaya umat bisa paham betul," kata Slamet di Hotel Lorin Sentul, Bogor, Senin (5/8/2019).

Slamet menyebut perlakuan pemerintah Jokowi ke FPI mirip kasus HTI beberapa tahun lalu. Kelompok yang dianggap berbeda, menurutnya, disudutkan tanpa diajak duduk bersama. Ia meminta pemerintah Jokowi mengakhiri kebiasaan ini. Sebab demokrasi menjamin orang untuk berbeda pendapat.

Izin SKT FPI di Kemendagri habis pada 20 Juni 2019. FPI sudah mengajukan perpanjangan, tetapi dikembalikan oleh Kemendagri lantaran baru 10 dari 20 syarat yang terpenuhi.

Selain itu, kata Slamet, FPI dipersulit Kementerian Agama (Kemenag) dalam membuat surat rekomendasi perpanjangan SKT di Kemendagri. Slamet mengatakan Kemenag menyoroti kalimat khilafah nubuwah dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) FPI.

Ia menjelaskan khilafah nubuwwah yang dimaksud FPI adalah memperkuat kerja sama umat Islam antarnegara. Misalnya seperti menyatukan mata uang berbagai negara mayoritas Islam menjadi dinar. Baginya, Kemenag kurang memahami soal khilafah sehingga memperlambat proses.