Ditegur IMF, Sri Mulyani Jamin BI Independen Meski Bantu Pemerintah

Jakarta, law-justice.co - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani memastikan Bank Indonesia (BI) tetap independen meski harus ikut turun tangan membantu pemerintah dalam membiayai penanganan covid-19.

Hal ini diungkapkan Sri Mulyani tak lama setelah Dana Moneter Internasional (IMF) meminta BI mengurangi bantuan ke pemerintah dalam menangani covid dengan membeli surat berharga negara (SBN) di pasar primer atau perdana.

Baca juga : Bahlil : Realisasi Investasi Kuartal I-2024 Capai Rp 401,5 Triliun

Sri Mulyani menjelaskan pembelian SBN di pasar primer tak hanya dilakukan oleh bank sentral Indonesia. Menurut dia, banyak bank sentral di negara lain yang ikut membantu penanganan pandemi covid-19.

Salah satunya The Fed. Bank sentral AS itu juga turun tangan membantu penanganan covid-19 dengan membeli surat utang yang dikeluarkan pemerintah.

Baca juga : Ini Isi Pertemuan Jokowi dengan PM Singapura Lee Hsien Loong

"BI sebagai institusi otoritas moneter tetap terjaga dan dijaga independensinya. Finding the right balance tidak mudah karena banyak negara yang compromise selama covid-19, sehingga bank sentralnya menjadi alat yang menimbulkan persepsi," ucap Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (27/1).

Sementara, Sri Mulyani memastikan BI tak akan seperti bank sentral Turki dan Argentina yang harus berkompromi dengan independensinya di tengah lonjakan inflasi.

Baca juga : Heru Budi Sebut Penonaktifan NIK Lindungi Warga dari Kriminalitas

Sebelumnya, IMF meminta BI mengurangi pembelian SBN di pasar primer tahun ini. Kebijakan BI dalam membeli surat utang pemerintah di pasar primer merupakan komitmen bank sentral dengan pemerintah dalam melakukan burden sharing yang diteken dalam surat keputusan bersama (SKB) I-III.

"IMF merekomendasikan (BI) untuk membatasi pembelian (SBN) di pasar primer lebih lanjut di bawah mekanisme pasar tahun ini," tulis IMF, dikutip dari laman resmi.

Berdasarkan laman resmi Kementerian Keuangan, SKB III antara BI dengan pemerintah berlaku sampai 31 Desember 2022.

Skema dan mekanisme yang diatur dalam SKB III mencakup pembelian oleh BI atas SUN atau SBSN yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana secara langsung, pengaturan partisipasi antara pemerintah dan BI untuk pengurangan beban negara, dan untuk pendanaan anggaran penanganan kesehatan serta kemanusiaan dalam penanganan dampak covid-19.

Di dalam SKB ini juga diatur ketentuan mengenai fleksibilitas, di mana jumlah pembelian SBN oleh BI dan jumlah penerbitan SBN dengan pembayaran kontribusi BI dapat dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan pembiayaan anggaran penanganan kesehatan dan kemanusiaan serta kondisi keuangan BI.

Tercatat, pemerintah menerbitkan SBN sebesar Rp215 triliun pada 2021 dan Rp224 triliun pada 2022.

Partisipasi BI berupa kontribusi atas seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan maksimal Rp58 triliun pada 2021 dan Rp40 triliun pada 2022.

Sementara, sisa biaya bunga pembiayaan penanganan kesehatan lainnya serta penanganan kemanusiaan menjadi tanggungan pemerintah.

Seluruh SBN yang diterbitkan dalam skema SKB III ini merupakan SBN dengan tingkat bunga mengambang dan suku bunga acuan reverse repo BI tenor 3 bulan.

Sebagai informasi, BI membeli SBN sebesar Rp358,32 triliun sepanjang 2021. Pembelian tersebut dilakukan untuk membantu pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.

Total SBN yang dibeli dari pasar perdana sebesar Rp143,32 triliun. Selain itu, BI juga membeli SBN dengan private placement sebesar Rp215 triliun.

Sementara, bank sentral membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp2,2 triliun sejak 1 Januari-18 Januari 2022. Pembelian SBN di pasar perdana dilakukan untuk membantu pemerintah dalam membiayai penanganan kesehatan dan kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak pandemi covid-19.