Fadel Muhammad: Melindungi Petani Tidak Ada Kompromi!

Rabu, 26/08/2020 08:38 WIB
Fadel Muhammad (Nusantara News)

Fadel Muhammad (Nusantara News)

law-justice.co - Pengusaha terjun ke dunia politik memang sudah biasa. Tapi yang bisa berhasil di dua bidang itu, tidak banyak. Sebut saja Fadel Muhammad Al-Haddar. Sebelum menjadi politikus, ia adalah seorang pengusaha yang boleh dibilang sukses.

Namanya mulai dikenal saat mendirikan PT. Bukaka Teknik Utama (Gerup Bukaka) pada 1978. Perusahaan itu dia didirikan bersama rekan masa kuliahnya di ITB yaitu Achmad Kalla, Erwin Kurniadi, Imron Zubaidi dan Muhammad Ashari.

Bukaka memproduksi beragam konstruksi mulai dari gangway, jembatan  hingga infrastruktur lain di sektor pertambangan seperti smelter dan di sektor kelistrikan seperti pembangkit listrik tenaga uap dan air.

Di tangan Fadel, Bukaka tercatat memiliki sejumlah prestasi. Salah satunya mengalahkan perusahaan raksasa asal Jepang, Sing Mei Hwa dalam tender pembangunan 44 unit gangway atau passanger boarding bridge di bandara Soekarno-Hatta. Produk itu kemudian diberi nama garbarata.

Tidak hanya di dalam negeri, garbarata juga laris dijual dalam skala  internasional. Sebanyak 20 unit dipasang di Osaka Airport, Jepang dan 12 unit untuk bandara asal Singapura, Changi Airport. Bukaka bahkan dipercaya memasang 74 unit Garbarata di Chek Lap Kok Airport, Hong Kong.

Selain menjual garbarata, PT Bukaka Teknik Utama juga mampu memenuhi pesanan membuat pompa angguk dari Caltex, memenangkan tender asphalt mixing plant untuk pembuatan jalan, hingga mengikuti tender skala internasional untuk pengadaan mesin besar rice mill yang nilainya ditaksir mencapai delapan miliar rupiah. Di tangan Fadel pula, Bukaka berhasil mencatatkan diri sebagai perusahaan go public pada 1995.

Keberhasilannya membesarkan Bukaka, membuat Fadel diperhitungkan di ranah bisnis tanah air. Ia kemudian dipercaya menduduki posisi tinggi di berbagai perusahaan besar. Fadel tercatat pernah menjabat sebagai Presiden Komisaris PT. Arco Chemical Indonesia, PT. Lyondell Indonesia, PT. Dowell Anadrill Schlumberger Indonesia dan PT. Bayer Urethanes Indonesia. Ia juga pernah duduk sebagai Komisaris Utama Intan Group.

Sukses dalam bisnis, rupanya tidak membuat Fadel berpuas diri. Ia lalu mencari peruntungan di bidang politik. Fadel lantas berlabuh di Partai Golkar. Ia masuk dalam jajaran elit partai dengan menjadi pengurus inti DPP Golkar sejak 1989 hingga 2004. Fadel kemudian mendapatkan mandat untuk menjadi Ketua DPD I Partai Gorontalo Golkar pada periode 2005-2010.

Lewat partainya itu pula, Fadel mampu memenangkan suara terbanyak dalam Pemilihan Gubernur Provinsi Gorontalo untuk periode 2001-2006. Tidak hanya sekali, Fadel melanjutkan posisinya sebagai sebagai gubernur di sana untuk periode kedua tahun 2006-2009.

Pada pemilihan gubernur yang kedua, Fadel mampu meraup 81 persen suara. Museum Rekor Indonesia (MURI) bahkan mencatatnya sebagai rekor pemilihan suara tertinggi di Indonesia untuk pemilihan gubernur. 

Selama menjadi gubernur Gorontalo, Fadel mencatatkan kerja yang mampu dirasakan oleh warganya. Beberapa di antaranya adalah membenahi bandara Limboto, Gorontalo sehingga mampu menampung 500 orang calon jamaah haji. Melalui pembenahan itu, calon jamaah haji tidak perlu lagi menempuh jalan darat ke Manado.

Kesuksesan di pemerintahan daerah membawa Fadel ke tingkat yang lebih tinggi. Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono mempercayakan Fadel sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II dari 2009 hingga 2011.

Selama menjabat sebagai menteri, ia mendapatkan rapor biru dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Kementeriannya mampu meningkatkan produksi ikan dan garam yang sebelumnya hanya mampu dipenuhi dengan jalan impor.

Usai berkiprah di eksekutif, Fadel memutuskan terjun ke dunia legislatif pada Pemilihan Umum 2014. Sebagai sosok yang mempunyai basis massa kuat di daerah, Fadel dengan mudah terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik (DPR) Indonesia dari Gorontalo periode 2014-2019.

Lima tahun mengabdi sebagai legislator Senayan, Fadel kemudian beralih ke jalur senator pada pemilihan umum 2019. Dia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia periode 2019-2024. Dia kembali terpilih sebagai sebagai anggota DPD dari Gorontalo dan saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia.

Nama Fadel tidak hanya tenar sebagai pengusaha dan politisi. Dia juga sosok akademisi yang disegani. Fadel merupakan salah satu pendiri Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Organisasi itu dikenal sebagai tempat berkumpulnya intelektual Islam berpengaruh.

Walau disibukkan dengan aktivitas di pemerintahan dan legislatif, Fadel tetap mampu meraih gelar profesor. Dia dikukuhkan sebagai guru besar bidang Public Sector Entrepreneurship dari Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Agustus 2018 lalu. Kecemerlangan Fadel di dunia pendidikan sudah ditunjukkan sejak menyandang status sebagai pelajar.

Lelaki kelahiran 20 Mei 1952 itu menghabiskan masa pendidikan SD, SMP hingga SMA di Ternate. Fadel kemudian pindah ke Jawa untuk menempuh pendidikan di Fakultas Teknik, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan lulus pada tahun 1978.

Semasa kuliah, Fadel pernah mendapat penghargaan sebagai mahasiswa teladan. Ia juga mendapat tawaran beasiswa untuk belajar di Institut Teknologi California namun ditolak. Selesai menimbah ilmu di ITB, Fadel kemudian memilih untuk meraih gelar Doktor dari Universitas Gadjah Mada. Ia mendapatkan derajat doktor dalam Ilmu Administrasi Negara di UGM dengan predikat cum laude.

Aktivitas dalam dunia akademisi dilanjutkan Fadel dengan mengisi jabatan di sejumlah organisasi profesi. Dia pernah menjadi Ketua Komite Kadin Iran, Ketua Asosiasi Sarjana dan Praktisi Administrasi (ASPA) dan anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Fadel juga tercatat sebagai anggota World CEO, dan anggota American Society of Mechanical Engineers.

Ia saat ini menjadi guru besar satu-satunya di Indonesia dalam bidang kewirausahaan sektor publik. Kesibukannya yang cukup tinggi tidak menyurutkan Fadel untuk membagi ilmu kewirausahaan.

Menata Jagung Sebagai Komoditas Emas

Jagung bukan jenis komoditas unggul bagi praktisi pertanian di Indonesia. Jarang sekali investor mau menanamkan modal untuk pengembangan jagung, atau ada pemerintah di suatu daerah menjadikan jagung sebagai komoditas unggul masyarakat setempat. Hal tersebut tidak berlaku bagi Fadel Muhammad. Ia mampu melihat potensi besar dari jagung untuk meningkatkan ekonomi para petani Gorontalo.

Prestasi paling fenomenal saat menjabat sebagai Gubernur Gorontalo adalah saat ia mampu menjadikan Gorontalo sebagai provinsi penghasil jagung terbesar di Indonesia.

Fadel mampu mengembangkan komoditas jagung jadi andalan bagi daerahnya lewat Program Agropolitan yang ia canangkan sejak 8 Maret 2002. Dia memperhitungkan dengan cermat cara membangun industri jagung mulai dari hulu ke hilir dan mampu menjamin ketersediaan benih unggul dan pupuk dengan harga terjangkau bagi petani. Kemudian, dia membangun prasarana berupa jalan ke sentra jagung.

Selain itu, Fadel membawa para petani dan Camat asal Gorontalo ke Jawa hingga Thailand untuk belajar tentang produksi pertanian. Kerja keras itu akhirnya membuahkan hasil. Para petani Gorontalo berhasil menciptakan benih jagung unggul yang diberi bernama Lamuru FM. Provinsi Gorontalo mampu mengekspor jagung ke Malaysia dan Korea Selatan sejak tahun 2002.

Hasilnya, Gorontalo meraih penghargaan sebagai satu dari tujuh provinsi penyangga pangan jagung nasional oleh Presiden Republik Indonesia pada saat itu. Fadel juga menaruh perhatian besar bagi ketersediaan garam bagi masyarakat Indonesia. Ia sangat prihatin dengan keadaan Indonesia yang sebagian besarnya wilayahnya terdiri dari laut namun masih harus mengimpor garam.  

“Indonesia tak boleh impor garam!” Fadel tegas dengan sikapnya. Bahkan untuk memperjuangkan garam, ia rela kehilangan kursi menteri pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada saat jadi menteri, ia dikenal selalu menyegel garam impor ketika masuk pelabuhan Indonesia. Langkah Fadel ini dilakukan sehingga pada saat panen, para petani garam mendapatkan harga yang lebih baik. Ia sering protes melihat kuota impor yang besar. Dia bukan melarang impor, tapi menurutnya, impor boleh dilakukan sesedikit mungkin demi kepentingan dalam negeri.

Fadel menjelaskan, tindakan yang akan dilakukan ini semata-mata dilakukan dirinya untuk menyelamatkan petani-petani garam dalam negeri yang terkena imbas dari impor garam.  “Bagi saya melindungi petani tidak ada kompromi,” ujarnya saat itu.

Fadel bahkan mengaku, setiap menerima laporan atau membaca berita mengenai impor garam, ia merasa sakit perut. Ia keukeuh dengan sikapnya bahwa garam harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Baginya, Indonesia seharusnya tak perlu mengimpor garam, karena  produksi dalam negeri  sudah cukup, adalah harga yang tak bisa ditawar.

Persoalan impor bukan hanya sebatas masalah suply and demand namun masalah ideologis.  Menurut dia, impor itu merupakan kebiasaan jelek yang sudah membudaya. Selain itu, Fadel juga yakin, garam industri bisa diproduksi di dalam negeri. Menurut dia, garam yang diolah di  Madura  dengan berbagai teknologi telah berhasil diperoleh kadar NaCL  sekitar 99,8 persen.

Garam itu, kata Fadel diperoleh dengan penambahan zat aditif. “Hasil garam Madura dengan alas keramik melebihi garam industri,” tambahnya, sambil menyatakan petani garam hanya perlu diperkenalkan teknologi, pelatihan, dan diberikan manajemen pendidikan untuk peningkatan produktivitas garam. 

 

(Yudi Rachman\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar