Khalid Zabidi, Penggiat Media Sosial

Esensi Media Sosial, Literasi Digital, dan Jerat Hukum

Sabtu, 13/06/2020 11:15 WIB
Media sosial (East Asia Research Center)

Media sosial (East Asia Research Center)

Jakarta, law-justice.co - Media sosial dengan beragam aplikasi teknologi informasinya telah menjadi kebiasaan warga sehari-hari, apakah itu untuk sekedar mengunggah persoalan personal, memasarkan produk, mengunggah karya ataupun mengungkapkan pandangan terkait isu sosial politik.

Di Indonesia, media sosial telah digunakan puluhan bahkan ratusan juta orang untuk mengirimkan pesan, bertukar informasi, video, gambar atau pemikiran dengan cepat bebas hambatan dan semakin hari media sosial sangat berperan penting sebagai media dan informasi di era digital dan internet ini.

Publik Indonesia termasuk negara yang menempati posisi tinggi di dunia dalam penggunaan media sosial. Terdapat 140,8 juta pengguna Youtube, 134,4 juta pengguna Whatsapp, 131,2 juta pengguna Facebook, 126,6 juta pengguna Instagram, 89,6 juta pengguna Twitter dan 80 juta pengguna Line demikian data dari Global Webindex per Januari 2020.

Dari demikian banyaknya pengguna media sosial masih banyak yang "buta digital". Bagaimana media sosial digunakan dengan cara yang tidak tepat. Bagaimana media sosial digunakan untuk sesuatu yang negatif, mencemarkan nama baik orang, menyebarkan fitnah, penghinaan SARA, pornografi, kejahatan seksual, menyebarkan hoaks dan praktek penipuan atau kriminalitas.

Perilaku menyimpang dalam penggunaan media sosial ini mesti dikurangi bahkan dihentikan karena dapat merusak tatanan hubungan sosial kemasyarakatan.

Perlu pengetahuan umum dan mendasar terkait penggunaan media sosial bagi masyarakat. Harus adanya suatu kesadaran bersama bahwa menggunakan media sosial harus positif, produkti dan inovatif. Masyarakat perlu diedukasi melalui gerakan literasi digital oleh berbagai pihak.

Disisi lain media sosial justru menjadi media komunikasi dan informasi untuk menebarkan hal positif dan produktif. Mengabarkan optimisme, menebarkan rasa positif dengan mengunggah karya, informasi berguna, menyebarkan inspirasi.

Media sosial sebagai platform komunikasi teknologi telah membantu mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi warga untuk melakukan pertukaran informasi berguna, berdagang (e-commerce) dan menjangkau secara luas berbagai kelompok status sosial tanpa hambatan.

Bermedsos yang baik akan menciptakan tatanan sosial kemasyarakatan yang lebih baik, kestabilan sosial dan meningkatkan produktifitas. Hal ini hanya bisa terwujud jika masyarakat memiliki pemahaman literasi digital yang baik.

Sementara itu, muncul perdebatan di kalangan pemangku kebijakan, pelaku media sosial dan ahli komunikasi terkait kisruh masalah dampak negatif yang diakibatkan media sosial, apakah kasus efek negatif di media sosial dapat dilakukan dengan pendekatan hukum menggunakan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau terus mengedukasi publik dengan menggalakkan gerakan sosial kesadaran literasi digital secara luas dan masif kepada publik?

Masih banyak kasus di masyarakat yang menyisakan ganjalan pada media sosial ini, misalnya bagaimana seorang anak dilaporkan ke polisi karena dianggap mencemarkan nama baik seseorang atau tukang sayur yang ditangkap karena mengunggah informasi yang tidak benar atau hoaks. Tentu kesalahan mereka bukan semata-mata karena pelanggaran hukum melainkan juga diakibatkan ketidakpahaman mereka soal bermedia sosial yang baik dan bijak.

Tak semua kasus negatif di media sosial, misalnya hoaks tepat di atasi dengan pendekatan hukum perlu adanya upaya dan langkah lain untuk menghentikan hoaks.

Penyedia platform sebenarnya telah menyediakan menu untuk menangkal hal negatif inheren dalam program aplikasinya. Facebook misalnya punya menu untuk menangkal muatan content negatif atau Instagram yang bisa mensuspend muatan content yang dianggap melanggar hak cipta atau Twitter yang bisa memblokir akun karena laporan pihak lain karena dianggap melanggar ketentuan.

Pemerintah atau kepolisian bisa bekerjasama dengan penyedia platform untuk melakukan pendekatan teknis alih-alih langsung melakukan pemasalan hukum dengan UU ITE.

Belakangan bahkan muncul fenomena baru dalam media sosial yang dapat mengganggu kebebasan berpendapat.

Ada kasus pembajakan akun media sosial aktivis sosial yang dianggap kritis terhadap kebijakan pemerintah. Pembajak mengirimkan pesan atas nama pemilik akun media sosial tersebut untuk menghentikan kegiatan atau pendapat kritis publik atas situasi sosial politik.

Tentu hal ini menambah deret persoalan dalam dunia media sosial di Indonesia, kurangnya literasi digital publik, langkah pendekatan hukum terhadap kasus dan pembungkaman suara kritis publik.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar