Dr. Kurtubi, Pakar Eneregi

Membangun Industri Berbasis Gas CO2 di Natuna untuk Sumber Energi

Rabu, 05/02/2020 15:29 WIB
pakar Energi Kurtubi (mataraminside)

pakar Energi Kurtubi (mataraminside)

Jakarta, law-justice.co - Saya masih ingat, sekitar 25 tahun yang lalu, saya sedang mengambil program dual-degree kerjasama antara Coloradio School of Mines, di Amerika Serikat dan Institut Francaise du Petrole, di Perancis. Suatu saat ada semacam Kuliah Umum di Kampus IFP di Ruel Malmaison yang antara lain, sedikit menyinggung bahwa para ahli kimia sejak sekitar satu abad yang lalu sudah tahu bagaiamana memproduksi METHANOL dari CO2 dan H2.

Sekitar tahun 1920-an sudah ada kilang methanol dengan memanfaatkan CO2 dan hydrogen yang didapat dari hasil by-product dari proses lain atau bisa juga dari biomas yang jumlahnya sedikit.

Padahal kita punya proven reserves gas di Natuna sekitar 200 TCF yang kandungan CO2 nya sangat besar sekitar 80% dari total cadangan gas yang ada di Natuna. Ini boleh jadi merupakan konsentrasi gas CO2 terbesar di dunia.

Penemuan cadangan gas raksasa di Natuna ini sudah lebih dari 30 tahun yang lalu. Namun seolah-olah selama ini dibiarkan tidak dieksploitasi dan dimanfaatkan untuk mensejahterakan rakyat sesuai amanah Konstitusi kita.

Memang betul perlu investasi dan teknologi. Teknologi yang sudah umum dan proven untuk memisahkan minyak dengan gas termasuk memisahkan gas CO2 nya juga sudah lama tersedia.
Gas pipa (C1 C2 - methane dan ethane) sudah ada sejak sekitar 50 tahun yang lalu. Pertamina sudah bisa mengkonversi gas pipa ini menjadi LNG di Arun dan Bontang agar bisa diangkut dengan tanker untuk diekspor.

Ekspor LNG ini telah ikut memperkuat keberhasilan expor migas nasional sehingga migas menjadi pencetak devisa dollar terbesar dalam sejarah perekonomian nasional, mencapai sekitar 80% dari total nilai neraca perdagangan dan neraca pembayaran Indonesia.

Selain gas pipa (C1 C2) yang ada di Natuna bisa dikonversi menjadi LNG, gas dari Natuna ini bisa dialirkan langsung lewat pipa ke Kalimantan bahkan ke Jawa untuk bahan baku industri kimia dan untuk menggantikan LPG di rumah-rumah tangga. Ini tergantung tingkat keekonomiannya.

Juga kemungkinan, selain CO2 Natuna bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku methanol, sebagian CO2 bisa dialirkan untuk bahan baku EOR untuk meningkatkan produksi minyak mentah di Blok Rokan yang sebentar lagi akan dioperasikan oleh Pertamina.

Jika kandungan gas propane dan butane di Natuna cukup besar bisa dikonversi menjadi LPG untuk mengurangi import LPG. Dalam hal pemanfaatan gas, Indonesia sudah sangat berpengalaman dan sangat faham baik aspek teknologinya maupun keekonomiannya.

Sementara, memanfaatkan CO2 menjadi bahan baku petrokimia seperti methanol memang belum dimulai. Tapi ditempat lain C02 sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan baku methanol.

Jujur saja, sebaiknya cadangan gas,termasuk CO2 yang mencapai ratusan TCF di Natuna jangan dibiarkan nganggur terlalu lama. Saya berpendapat bahwa yang diincar secara tersembunyi oleh China kemungkinan adalah justru Gas Natuna yang sangat besar ini.

Kita tahu bahwa methanol adalah bentuk cair dari oksigenasi hidrocarbon, sehingga MUDAH diangkut kemana-mana. CO2 adalah salah satu bahan baku utama untuk menghasilksn methanol.
Banyak pihak yang menyayangkan dengan gas termasuk CO2 Natuna yang oleh pemiliknya dibiarkan begitu saja ditengah persaingan antar bangsa untuk memakmurkan rakyatnya masing-masing. Padahal CO2 dalam jumlah besar yang berada di satu lokasi, bisa menjadi bahan baku industri.

Yang sering kita dengar bahwa CO2 itu menyebabkan pencemaran udara dan pemanasan global. Narasi ini benar, jika CO2 dibuang bebas ke udara seperti pada PLTU Batubara dan CO2 dari cerobong pabrik dan dari knalpot kendaraan.

Lah,CO2 di Natuna jumlahnya besar di satu lokasi sehingga justru bisa menjadi pendorong lahirnya industri berbasis gas, khususnya Gas CO2 di Natuna. Sekaligus untuk mendukung Paris Agreement. Sehingga ide atau skenario sebelumnya untuk memompa balik CO2 Natuna ke perut bumi supaya dihilangkan.

Kita mengharap para ahli dan peneliti kita baik yang ada di lembaga-lembaga penelitian dan perguruan tinggi bisa segera melahirkan Inovasi menjadikan CO2 sebagai bahan baku industri yang sekaligus bisa segera diimplementasikan oleh kalangan industri dan dunia usaha.

Kita juga menghimbau Pemerintah untuk segera aktif mendorong dan memeprmudah proses investasi bagi lahirnya industri-industri besar di Natuna yang juga pasti memerlukan dukungan supply listrik besar yang stabil.

Untuk ini opsi pemanfaatan energi nuklir (PLTN) harus dibuka karena listrik dari PLTN selain stabil 24 jam sehingga cocok untuk industri, juga bersih dan aman karena teknologi yang sudah lebih canggih serta dengan biaya yang semakin murah.

Sehingga Industrialisasi besar-besaran berbasis sumber daya alam lokal khususnya CO2 yang ada di Natuna bisa diarahkan secara terpadu menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru menuju Negara Industri Maju di tahun 2045.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar