SAFENet Menerima 25 Aduan Serangan Digital Selama Penolakan RUU TNI

Logo Safenet
Jakarta, law-justice.co - South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mencatat ada 25 aduan serangan digital dari masyarakat selama pergelaran aksi penolakan pengesahan RUU TNI sejak pekan lalu hingga Rabu (26/3) hari ini.
Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum menyebutkan 25 aduan serangan digital yang diterima itu memiliki bentuk serangan yang beragam.
"Setidaknya ada 25 insiden serangan digital selama periode pembahasan dan pengesahan UU TNI," ungkap Nenden dalam konferensi pers secara daring, di Jakarta, Rabu (26/3).
Lebih lanjut Nenden menjelaskan ragam bentuk serangan digital itu mulai dari doxing atau pengungkapan informasi identitas pribadi seseorang secara online, ancaman, hingga peretasan terhadap akun media sosial.
"Ada pengancaman, peretasan akun Instagram dan Whatsapp kemudian kami juga melihat ada beberapa kasus terkait impersonasi kemudian ada penangguhan akun dan juga spam chat melalui aplikasi Whatsapp," jelas dia.
Lebih lanjut, Nenden menilai serangan digital ini adalah sebagai bentuk upaya represi yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat sipil.
Ia juga menilai ada upaya pemberangusan ruang sipil yang dilakukan dengan menggunakan perangkat teknologi.
"Ini juga menunjukkan juga bagaimana gelagat represi yang tidak hanya terjadi di ranah fisik tapi juga menggunakan teknologi atau bahkan juga upaya-upaya untuk mempersempit riang sipil di ranah digital," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Zainal Arifin mengatakan sebanyak 51 wilayah di Indonesia telah menggelar aksi penolakan pengesahan RUU TNI hingga Rabu (26/3) hari ini.
Zainal mengatakan massa aksi di 10 dari 51 wilayah yang menggelar aksi penolakan mengalami represi yang dilakukan oleh aparat secara brutal.
"(51) wilayah di seluruh Indonesia yang menggelar aksi dan 10 diantaranya terjadi kekerasan yang dilakukan terhadap massa," kata Zainal.
Komentar