Korporasi di Balik Polemik Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi

Sabtu, 08/02/2025 20:16 WIB
TNI Angkatan Laut (AL) bersama nelayan di Tanjung Pasir, Tangerang, Banten, mulai melakukan pembongkaran pagar laut yang dibangun tanpa izin pada Sabtu (18/1/2025). Pembongkaran ini merupakan langkah nyata untuk mengatasi keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang telah menimbulkan polemik. Pagar laut tersebut diduga merusak ekosistem dan berdampak negatif terhadap aktivitas nelayan setempat. Robinsar Nainnggolan

TNI Angkatan Laut (AL) bersama nelayan di Tanjung Pasir, Tangerang, Banten, mulai melakukan pembongkaran pagar laut yang dibangun tanpa izin pada Sabtu (18/1/2025). Pembongkaran ini merupakan langkah nyata untuk mengatasi keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang telah menimbulkan polemik. Pagar laut tersebut diduga merusak ekosistem dan berdampak negatif terhadap aktivitas nelayan setempat. Robinsar Nainnggolan

Jakarta, law-justice.co - Nama PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa mulai muncul seusai riuh polemik ihwal sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di area pagar laut, di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang. Sedikitnya ada SHGB di area pagar laut Tangerang seluas 300 hektare.

Merujuk dokumen akta usaha dari Kementerian Hukum, pemilik mayoritas atau 50 persen saham PT Intan Agung Makmur dimiliki dua korporasi lain. Pertama  adalah PT Indah Inti Raya. Adapun sisanya dipegang oleh PT Kusuma Anugrah Abadi. Dua korporasi itu berlokasi di lantai 4 Harco Elektronik Mangga Dua, Jakarta.

Bertengger nama besar dalam korporasi itu. Komisaris PT Intan Agung Makmur adalah mantan Menteri Perhubungan, Freddy Numberi. Dia juga berstatus komisaris di PT Cahaya Inti Sentosa. Sebelum masuk pemerintahan sebagai menteri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Freddy merupakan perwira tinggi di TNI AL dan juga mantan Gubernur Papua.

Nama berikutnya adalah Nono Sampono. Dia menjabat Direktur Utama PT Cahaya Inti Sentosa. Sama seperti Freddy, Nono pula purnawiran TNI. Dia juga sempat menjabat Kepala Badan SAR Nasional dan masuk lingkaran legislatif sebagai anggota DPD. Meski tidak tercantum sebagai komisaris atau direktur di PT Intan Agung Makmur, Nono sebetulnya adalah Direktur PT Kusuma Anugrah Abadi, yang memiliki saham mayoritas PT Intan.

Adapun pemilik mayoritas PT Cahaya Inti Sentosa dan Intan Agung Makmur adalah PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). Induk usaha itu merupakan pengembang kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2), yang menggarap pula Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa tropical coastland seluas 1.836 hektare di utara Tangerang. Pucuk tertinggi pimpinan PANI adalah Sugianto Kusuma alias Aguan—pemilik Agung Sedayu Group.

Setidaknya, kawasan pagar laut Tangerang terdapat 263 bidang dalam bentuk sertifikat HGB. Rinciannya, atas nama PT Intan Agung Makmur 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa 20 bidang, serta atas nama perorangan 9 bidang.

Penerbitan HGB dan sertifikat hak milik di pagar laut Tangerang dilakukan dengan kerja sama antara petugas pengukur dan pejabat Kantor Pertanahan. Mereka mengubah girik menjadi SHM. Dalam investigasi Law-justice sebelumnya, peranan kepala desa berada di balik penerbitan SHGB milik perusahaan Aguan. Misal di Kohod, Kepala Desa setempat bernama Arsin diduga terlibat. Sedikitnya, terdapat 650 hektare tanah timbul di kawasan muara sungai itu yang dikondisikan Arsin. Dia didgua melakukan penyelewengan jabatannya demi membuat keterangan palsu terkait Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). Melalui SPPT itu, diterbitkan sertifikat hak guna bangunan yang bisa dikomersilkan. Henri, kuasa hukum dari warga yang dipalsukan suratnya bilang belum bisa memastikan peruntukkan ratusan hektare itu.

“Ada salah satu nama warga (yang) baru umur 20 tahun dan di keterangan SPPT-nya itu ada keterangan ahli waris. Padahal ayah dan ibunya masih hidup,” kata Henri yang menyebut warga terdampak mencapai 35 orang lebih.

Selain kepala desa, kata dia, tali temali dalam pengalihan tanah timbul di muara sungai itu melibatkan pejabat di Pemerintahan Provinsi Banten. Salah satu pejabat yang ikut berkompetisi di pemilihan Bupati Kabupaten Tangerang, diduga telah menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengakomodir kepentingan pembebasan dan pengalihan fungsi lahan. “Simpul masalahnya bahwa adanya oknum yang berkuasa di level eksekutif daerah yang mencoba bermain tanah untuk kepentingan pribadinya,” kata Henri.

Melalui Perda yang disebut sudah ada sejak 2023 itu, identitias wilayah tanah timbul yang di atas muara sungat diubah menjadi daerah huni, sebelum akhirnya bisa diklaim alih fungsinya dan kepemilikannya. Bahkan, sudah disusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). “Tanah timbul itu dulunya laut, lalu sempat surut. Nah timbul lah ada tanah. Awalnya tidak luas. Tapi ini dijadikan legitimasi bahwa ada tanah di laut. Maka setelah ini air laut naik lagi. Lalu dibikin lah patok dari bambu. Dan oleh kepala desa hingga oknum eksekutif dijadikan sertifikat (hak milik),” ujar dia.

Direktur Eksekutif Rujak Center For Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, mengatakan bahwa pagar laut di Laut Tangerang merupakan imbas dari ekspansi PSN PIK 2 yang digarap Agung Sedayu Group. Dari catatanya, pagar laut ada seluas 30,16 kilometer yang terdapat di 16 desa di Kabupaten Tangerang. “Cukup jelas premis awalnya kalau ini untuk kepentingan oligarki. Mula-mula ditetapkan jadi proyek strategis nasional, lalu dalam pembebasan lahannya melalui cara melawan hukum dan menyusahkan rakyat,” kata Elisa kepada Law-justice, Kamis (6/2/2025).

Dalam konteks hukum, Elisa menilai telah terjadi pelanggaran Pasal 75 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Merujuk pasal itu bahwa setiap orang yang memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan pulau kecil tanpa izin dapat dipidana.

Lain itu, kata Elisa, tindakan pematokan pagar laut melanggar Pasal 69 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Terlebih aktivitas pemasangan pagar laut oleh sejumlah korporasi tidak atas legalitas Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Seharusnya ini menjadi pidana yang tidak sulit diungkap penegak hukum. Jelas korporasi dan tali-temalinya melanggar hukum,” kata Elisa.

Keterlibatan nama besar dalam korporasi yang terlibat pemasangan pagar di laut Tangerang pun disoroti Elisa. Menurutnya, korporasi menggunakan kekuatan eks TNI hingga mereka yang pernah di lingkar eksekutif dan legislatif untuk memuluskan proyek. Nama yang dirujuk Elisa mengarah pada peranan Freddy Numberi dan Nono Sampono. “Ada kelindan antara oligarki ekonomi dengan oligarki politik, yang kemudian mereka sama-sama melebur di satu entitas bisnis dengan satu kepentingan ekonomi dan bisa juga politik,” ujar Elisa.

Beralih ke polemik pagar di Laut Bekasi. Kasus pagar laut di Bekasi ada di dua lokasi, pertama berlokasi di Desa Segara Jaya, Kecamatan Taruma Jaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Di lokasi ini terdapat 89 sertifikat hak milik yang diterbitkan tahun 2021 kepada 67 orang berupa tanah darat (perkampungan) dengan luas total 11,263 hektare. Lalu bulan Juli 2022 terdapat perubahan data pendaftaran tanah yang tidak melalui prosedur kegiatan pendaftaran tanah menjadi 11 orang berupa perairan dengan total luas 72,571 hektare.

Sedangkan kasus kedua berlokasi di pesisir laut Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sertifikat tersebut sudah tidak sesuai dengan fakta material saat ini. Adapun SHGB tersebut terdiri dari 346 bidang. Pemiliknya adalah PT Cikarang Listrindo (CL) dengan luasan 78 bidang sebesar 90,159 hektare. SHGB terbit 2012,2015, 2016, 2017, dan 2018.

Sedangkan, satu perusahaan lainnya adalah PT Mega Agung Nusantara (Inisial MAN) dengan kepemilikan 268 bidang dan luas 419,635 hektare. SHGB terbit 2013, 2014, dan 2015. Belakangan, muncul satu korporasi lagi yang terlibat, yakni PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN), yang tidak memiliki SHGB.

Merujuk akta perusahaan dari Kementerian Hukum, PT Cikrang Listrindo memiliki spesifikasi bisnis untuk penyediaan tenaga listrik. Saham mayoritas korporasi ini dimiliki oleh tiga perusahaan, yakni PT Udinda Wahanatama, PT Pentakencana Pakarperdana dan PT Brasali Industri Pratama. Untuk nama yang terakhir disebut bergerak di bidang properti atau hunian, selain di sektor energi.

Profil bisnis PT Cikarang Listrindo agak memiliki kesamaan dengan PT Mega Agung Nusantara. Menukil AHU, pemilik saham Mega Agung pada awalnya diisi oleh nama-nama pemain tambang batu bara, yang menyuplai pembangkit tenaga listrik. Mulai dari Sim Atony, yang sempat menjadi komisaris di PT Kapuas Prima Coal.

Profil PT Mega Agung Nusantara mengalami perubahan siginifikan menjadi bisnis properti setelah saham diambil alih oleh Modernland Group, korporasi properti yang dimiliki keluarga Honoris sejak 2015. Selain properti, spesifikasi bisnis diubah di sektor bisnis perikanan. Duduk sebagai komisaris utama adalah Williamam Honoris. Dia adalah kakak dari Charles Honoris, anggota DPR RI Fraksi PDIP.

Adapun PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara sejak awal spesifikasi bisnisnya di bidang perikanan dan kelautan. Saham korporasi ini dikuasai oleh keluarga Stanley. Beredar informasi bahwa Yohannes Stanley terafiliasi dengan Agung Sedayu Group. Kepada KKP dan Kementerian ATR/BPN, korporasi ini mengaku tidak memiliki izin untuk aktivitas di laut Bekasi.

Elisa melihat ada sejumlah kemungkinan pembangunan di laut Bekasi, jika merujuk profil tiga perusahaan yang mematok pagar laut. “Artinya bisa saja dibangun PLTU, pelabuhan hingga kawasan hunian,” kata dia.

Terkait potensi pidana yang menjurus korupsi, Kejaksaan Agung saat ini sedang melakukan pengusutan. Terkini, tim Kejagung masih menunggu kesaksian dari Kepala Desa Kohod, Arsin, soal perubahan girik menjadi SHM di tanah timbul yang ada di laut Tangerang. Surat klarifikasi sudah dilayangkan Kejagung, tapi Arsin tidak memenuhi panggilan.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan, pihaknya masih menunggu proses investigasi dari KKP terkait polemik pematokan pagar di laut Tangerang. Meski masih menunggu bahan dari kementerian, Kejagung juga melakukan pengusutan secara mandiri. “Kami sifatnya simultan ya. KKP kami tunggu hasil investigainya, tapi kami juga bergerak,” ujar Harli saat dihubungi, Rabu (5/2).

Sementara itu, KPK masih mempelajari sejumlah laporan terkait dugaan korupsi penerbitan SHM dan SHGB di laut Tangerang. Adapun yang melaporkan adalah dari MAKI dan sejumlah tokoh nasional, seperti mantan pimpinan KPK, Abraham Samad hingga mantan Sekretaris BUMN, Said Didu. Para pelapor menyoroti bagaimana kongkalikong pemangku kepentingan dan pihak perantara perusahaan dalam memuluskan legalitas. “Laporan masih disaring di Dumas, dan dalam waktu dekat akan kami proses terkait bukti-bukti yang disampaikan pelapor. Tunggu saja,” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto kepada Law-justice, Kamis.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar