Proyeksi Ekonomi RI `Cuma` Tumbuh 5% Alasan Efek Global

ilustrasi ekonomi melemah foto:infobanknews.com
law-justice.co -
Pemerintah memperkirakan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 tumbuh 5%, lebih rendah dari target pemerintah yang berada di level 5,2%. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan yang juga Anggota KSSK Sri Mulyani Indrawati sebagai hasil pertemuan KSSK yang berlangsung 21 Januari 2025 lalu.
"Ekonomi Indonesia kami perkirakan akan tumbuh 5% yoy (year-on-year) pada keseluruhan 2024," kata Sri Mulyani, Jumat (24/1/2025).
"Di triwulan keempat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap terjaga, ditopang oleh beberapa faktor, termasuk kenaikan investasi, konsumsi rumah tangga yang terjaga, dan belanja pemerintah menjelang akhir tahun," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/1/2025).
Sri Mulyani menjelaskan ekonomi Indonesia masih menunjukkan ketahanan pada kuartal III 2024 dengan pertumbuhan 4,95% yoy, terutama didukung oleh komponen investasi, konsumsi, dan ekspor.
Hal ini didukung oleh kenaikan investasi, stabilnya konsumsi rumah tangga, serta belanja pemerintah yang meningkat di akhir tahun.
"Selain itu, Pilkada yang dilakukan serentak pada November 2024 dan musim libur di akhir tahun menjadi faktor pendorong positif prospek pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2024," sebut dia.
Terlebih, neraca perdagangan juga masih berada dalam status surplus pada 2024, indeks PMI pada Desember 2024 yang diklaim kembali masuk ke zona ekspansif.
Dari sisi global, dia menuturkan ekonomi dunia menghadapi divergensi, yaitu pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda dan menimbulkan kompleksitas serta ketidakpastian di pasar keuangan yang makin meningkat.
Pada kuartal IV 2024, ekonomi Amerika Serikat (AS) masih tumbuh kuat, disusul dengan ekonomi China yang mulai menunjukkan tanda pemulihan. Di sisi lain, ekonomi Eropa dan Jepang masih lemah.
Menurut Sri Mulyani, arah kebijakan pemerintah dan bank sentral AS juga menjadi faktor yang memberi pengaruh paling besar terhadap kondisi ketidakpastian pasar keuangan global.
Ekonomi AS Menguat
"Ekonomi AS yang menguat, pasar tenaga kerja membaik, dampak kebijakan tarif yang dilakukan di AS diperkirakan akan mempengaruhi proses penurunan inflasi menjadi tertahan. Jadi inflasi diperkirakan masih di level yang kuat," sebut Sri Mulyani.
Hal ini, sambung dia, tentu mempengaruhi kebijakan suku bunga acuan The Fed dengan ekspektasi terjadinya penurunan menjadi lebih terbatas, akibat inflasi tertahan dan kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
Dari sisi fiskal, AS akan lebih ekspansif dan akan mendorong imbal hasil obligasi AS atau yield US treasury tetap tinggi, baik tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
Presiden AS, Donald Trump berencana meminta bank sentral, The Federal Reserve (The Fed) untuk segera menurunkan suku bunga sebagai langkah menggerakkan perekonomian terbesar di dunia itu.
Pernyataan itu diungkapkan Trump kurang dari seminggu sebelum para pejabat The Fed akan rapat menentukan kebijakan suku bunga acuan alias Fed Fund Rate (FFR).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa nilai tukar rupiah tetap terkendali meskipun menghadapi tantangan global yang tinggi. Hal ini berkat kebijakan stabilisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Komentar