Kemana Uang Mafia Hukum Rp 1 Triliun Mengalir?
Bongkar Jaringan Mafia Hukum di Mahkamah Agung
Ilustrasi: Pensiunan Pejabat Mahkamah Agung Zarof Rico ditangkap oleh Penidik Kejaksaan Agung dengan tuduhan terlibat suap hakim. Di ruahnya ditemukan uang tunia senilai Rp 1 triliun. (CNN Indonesia)
law-justice.co - Jalan Tuhan kerap memberikan kejutan di luar nalar. Bermula dari putusan bebas terhadap anak muda yang secara kejam menganiaya dan membunuh pacarnya. Jejaring mafia hukum yang melibatkan eks pejabat Mahkamah Agung terbongkar. Duit tunai setara Rp 1 triliun ditemukan.
Oktober tahun lalu, jagad maya digegerkan dengan beredarnya cuplikan video penganiayaan seorang pria terhadap seorang wanita. Dalam video tergambar sejumlah kejadian yang tergolong sadis. Belakangan diketahui, pria dalam video tersebut adalah Ronald Tannur, putera seorang politisi. Sementara perempuan yang dianiaya adalah teman dekatnya bernama Dini Sera. Dini diketahui meninggal dalam insiden tersebut.
Jagat maya kembali geger, saat Ronald Tannur divonis bebas oleh majelis hakim PN Surabaya. Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo menyatakan Dini Sera meninggal akibat konsumsi alkohol dan bukan akibat penganiayaan. Jaksa pun lantas mengajukan kasasi. Hingga akhirnya pada Selasa (22/10/2024) Majelis Kasasi Mahkamah Agung melakukan pembatalan keputusan pembebasan terdakwa melalui sidang kasasi. MA membatalkan vonis bebas PN Surabaya dan menjatuhkan pidana penjara lima tahun atas Ronald.
Ilustrasi: Ronald Tannur akhirnya dipidana 5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Sebelumnya dia divonis bebas oleh hakim PN Surabaya, putusan tersebut diduga merupakan hasil transaksi senilai Rp 6 Milyar. (CNN Indonesia)
Hanya berselang sehari, penyidik dari Jampidsus Kejaksaan Agung bergerak cepat mencokok tiga hakim yang membebaskan Tannur. Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo, ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan oleh Kejaksaan Agung di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (23/10/2024). Turut ditangkap bersama mereka, Pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat. Lisa telah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan menyuap ketiga hakim tersebut dengan tujuan untuk memperoleh vonis bebas bagi kliennya, Ronald Tannur, yang terlibat dalam kasus pembunuhan kekasihnya, Dini Sera.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, menjelaskan pada Rabu (23/10/2024) siang, penyidik jaksa agung muda tindak pidana khusus melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap tiga hakim dengan insial ED, HH, M dan seorang pengacara berinisial LR (Lisa Rahmat). “Terdapat keterlibatan lawyer atau pengacara berinisial LR,” ujar Febrie dalam Konferensi Pers pada Rabu (23/10/2024) malam, di Kejaksaan Agung.
Perburuan Tim Gedung Bundar tak henti di situ. Mereka brhasil menderas infomasi kalau ad yang mencomblangi persekongkolan Lisa dengan tiga hakim tersebut. Dari pemeriksaan muncul nama pensiunan pejabat tinggi Mahkamah Agung. Zarof Ricar yang sempat menjabat sebagai Kabadiklat Badilum Mahkamah Agung disebut telah menerima duit Rp 1 milyar untuk menjembatani Lisa dengan 3 hakim tersebut. Sementara untuk ketiga hakim di alokasikan dana senilai Rp 5 milyar.
Berburu Zarof dang `Tangkapan` Senilai Rp 1 Triliun
Lampu di bagian balkon rumah berlantai dua itu dibiarkan menyala pada malam hari. Di sisi lain, dua ruangan yang mengapit balkon dibiarkan penerangannya padam. Di lantai dasar pun begitu, hanya lampu ruangan garasi yang dibiarkan menyala. Di halaman rumah, terpakir beberapa kendaraan mewah tipe sedan dan SUV. Dari luar pagar, tampak hanya satu orang yang duduk di dekat garasi mobil. Rumah itu milik Zarof Ricar, eks pejabat Mahkamah Agung (MA) yang kini terjerat kasus pengaturan perkara di institusi penegakan hukum tersebut. Rumah yang berlokasi di Jalan Senayan 08, Kebayoran Baru itu dulunya ramai aktivitas, tapi seketika sepi setelah kasus itu mencuat. Anak dan istri Zarof dipastikan sudah meninggalkan rumah.
Zarof diciduk di salah satu hotel di Jimbaran, Bali pada Kamis (24/10/2024) berdasar surat penangkapan yang terbit sehari sebelumnya. Pada hari sebelum penangkapan itu, tim penyidik Kejaksaan Agung telah melakukan penggeledahan di rumah Zarof. Di suatu ruangan rumah, penyidik menemukan barang bukti berupa uang tunai senilai hampir Rp 1 triliun dari berbagai mata uang. Rinciannya, sejumlah Rp5.725.075.000, 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar AS, 483.320 dolar Hong Kong, dan 71.200 euro.
Bukan cuma uang tunai, penyidik juga mendapati satu buah dompet merah muda beris tujuh keping emas logam mulia Antam masing-masing 100 gram beserta tiga keping emas logam mulia Antam masing-masing 50 gram. Juga, ada dompet yang berisi 12 keping emas logam mulia masing-masing seberat 100 gram, dan satu keping emas logam mulia Antam seberat 50 gram.
Dari ruangan yang sama, didapati pula sebuah satu buah plastik berisikan 10 keping emas logam mulia Antam masing-masing 100 gram. Pun, ada dompet berwarna hitam berisikan satu keping emas logam mulia Antam satu kilogram, tiga lembar kuitansi toko emas mulia, dan tiga lembar sertifikat emas. Total logam mulia emas tersebut mecapai 51 kilogram. Jika diakumulasikan jumlahnya setara Rp 75 miliar.
Rumah Zarof Ricar di KAwasan Senayan, Jakarta. Di Rumah ini penyidik menemukan uang tunai senilai Rp 1 triliun yang diduga berkaitan dengan pengurusan kasus. (Rohman)
Berselang lima hari setelahnya, tim penyidik kembali menggeledah rumah Zarof. Namun, belum jelas apa yang disita sebagai barang bukti. Yang jelas, penyidik membawa sejumlah kotak selepas keluar rumah. Pada Jumat (1/11/2024), juru parkir di depan rumah Zarof mengatakan bahwa ada sejumlah orang berpakain batik mendatangi rumah. Juru parkir itu sangsi kalau itu dari pihak penegak hukum karena mobil tidak berplat dinas seperti mobil yang datang hari sebelumnya.
Kekayaan Zarof diduga tak hanya sebatas harta tampak di dalam rumah mewah ratusan meter itu. Juru parkir yang sudah bertahun-tahun bekerja di depan rumah Zarof mendapat informasi kalau rumah eks pejabat MA itu ada dua lagi di kawasan Kebayoran Baru. “Ada banyak (rumahnya). Mobilnya juga ada tipe apa aja keliatan kalau keluar rumah,” ujar juru parikir itu.
Merangkai Jejaring Mafia Hukum di MA
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Siregar, mengatakan kekayaan Zarof diduga didapat dari hasil jahat sebagai makelar kasus di MA. Diduga, Zarof bermain kasus sejak 2012 hingga 2022. Keterlibatan Zarof dalam utak-atik putusan hakim MA tak berhenti meski dirinya pensiun. Kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, tugas penyidik kini menelusuri aliran dana yang diterima Zarof.
Perannya sebagai makelar kasus di MA selama satu dasawarsa tak pelak melibatkan banyak pihak berperkara. Penyidik, katanya, sedang mencari kasus mana saja yang diatur oleh Zarof. Tapi, tidak mudah melakukan itu lantaran Zarof masih bungkam. “Tanpa keterangannya, kami tetap akan memastikan proses hukum berjalan. Metode pembuktian terbalik dalam membongkar kasus ini,” kata Harli kepada Law-justice, Kamis (31/10/2024).
Metode pembuktian terbalik yang dia maksud adalah membebankan sepenuhnya kesalahan kepada penerima dana. Dengan kata lain, jika penyidik tidak mampu melacak kasus mana saja yang ditunggani Zarof, maka tidak ada tersangka lain yang bisa diseret Kejagung.
Karier Zarof sebenarnya tidak pernah sampai di level sekretaris MA. Jabatannya sebelum pensiun adalah Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil). Zarof pun sempat berstatus Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA. Satu-satunya jabatan cukup strategis Zarof ialah saat menjabat Sekretaris Ditjen MA dan saat ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ditjen Badilum pada 2020.
Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH) tiga hakim PN Surabaya yg memerikan vonis bebeas untuk Ronald Tannur, kini menjadi tersangka suap dan gratifikasi. (Detik)
Selain jabatan di MA, Zarof juga tercatat sebagai Wakil Ketua Komisi Etik PSSI periode 2016-2020. Namun, salah satu sumber menyebutkan, nama Zarof hanya formalitas dalam struktur PSSI tersebut karena dia tidak aktif dalam kerja-kerja PSSI selama periode itu. Teranyar di masa pensiunnya, Zarof terlibat dalam produksi film ‘Sang Pengadil’. Dia berstatus sebagai produser film besutan rumah produksi Lingkar Pictures itu. Dalam dunia film, biasanya produser berperan dalam pendanaan. Film ini tayang pada 24 Oktober atau saat Zarof diciduk. Empat hari sebelumnya diluncurkan gala perdana pemutaran film untuk kalangan terbatas. Saat itu, Zarof ikut dalam acara.
Kami mencoba melacak kepemilikan rumah produksi itu, yang rupanya terdaftar atas nama PT Tirta Lingkar Pratama. Padahal, keterangan di laman Lingkar Pictures tertulis bahwa rumah produksi di bawah naungan PT Lingkar Karya Pratama yang dibentuk pada 2014. Dalam data perusahaan yang kami miliki, PT Tirta Lingkar Pratama dimiliki oleh tiga pemegang saham. Mereka adalah Liliek Andriani Hadiwibowo, Girry Pratama, dan Yuliandre Darwis. Untuk dua nama tersebut cukup familiar di kalangan perfilman. Girry adalah sineas yang juga menyutradai film ‘Sang Pengadil”. Sedangkan, Yuliandre adalah komisioner Komisi Penyiaran Indonesia periode 2016-2023.
Dari penelusuran ke lokasi, perusahaan film milik tiga orang yang berada di Menara 88 di Jakarta Selatan itu hanyalah virtual office. Karyawan yang bertugas di lantai kantor tersebut mengatakan Girry maupun Yuliandre sangat jarang ke lokasi. Jika pun ada pertemuan dengan klien, maka itu dilakukan di luar kantor.
Baik PT Lingkar Karya Pratama dan PT Tirta Lingkar Pratama diduga saling terafliasi. Sebab, kedua kantor itu berlokasi di gedung dan lantai yang sama. Namun, data perseroan PT Lingkar Karya Pratama tidak tersedia di laman Ditjen AHU, tanpa alasan tertulis. Yuliandre Darwis tidak merespons saat kami bertanya soal sumber pendanaan film itu. Sementara itu, Kejaksaan Agung juga membuka peluang menelusuri aliran kekayaan Zarof dengan skema Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang bisa melalui pembelian harta bergerak hingga kegiatan atau produksi hal tertentu.
Adapun film ‘Sang Pengadil’ ini merupakan hasil dari kerja sama MA dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang pertama kali dicetus pada awal 2023. Di luar itu, beberapa perusahaan juga terlibat dalam film ini, seperti Bank BUMN Mandiri dan PT Sukun Wartono. Perusahaan yang terakhir disebut merupakan milik keluarga Mochamad Wartono. Korporasi itu berkantor pusat di Kudus, Jawa Tengah yang memiliki bisnis industri rokok, tekstil, percetakan, dan transportasi.
Kata Hakim MA saat itu, Muhammad Syarifuddin, film ‘Sang Pengadil’ diproduksi untuk menguatkan citra positif hakim di mata masyarakat. Dia memiliki ekspektasi film ini bisa menginspirasi para hakim dan masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai pancasila. Menurutnya, para hakim sesungguhnya mencerminkan lima sila Pancasila dalam memutus perkara, "Demi keadilan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa" kalimat irah-irah tersebut merupakan cerminan dari sila pertama Pancasila,” kata Syarifuddin.
Sementara itu pengamat hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho mengatakan seluruh petinggi MA harus diperiksa, termasuk ketua MA untuk mengungkap dugaan mafia hukum di lembaga peradilan kita (MA). “Aliran duit suap selama ini mengalir ke siapa saja? Harus dibongkar," katanya sebagaimana dilansir Inilah.
Dia menambahkan Dugaan jual beli utusan di MA yang terkuak dari tertangkapnya ZR yang ditengarai dekat dengan Ketua MA, Sunarto, harus diungkap sampai ke akar-akarnya. “Ketika mantan pejabat peradilan ditemukan menyimpan uang dalam jumlah fantastis, ini tidak hanya menjadi peringatan, tetapi juga ancaman bagi kredibilitas sistem hukum kita. Ini adalah cerminan bahwa ada krisis serius dalam pengawasan dan akuntabilitas pada level tertinggi peradilan,” kata Hardjuno.
Dia menegaskan, kasus tersebut mengungkap celah besar dalam sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan di Indonesia. “Saat uang sebesar itu ditemukan di rumah seorang mantan pejabat peradilan, ini tidak bisa dianggap hanya sebagai kasus perorangan. Ini adalah masalah sistemik yang mengindikasikan betapa lemahnya mekanisme kontrol internal di institusi peradilan,” tambahnya.
Penggeledahan dan temuan ini, menurut Hardjuno, dapat menjadi momentum untuk mendorong reformasi yang lebih mendalam. Ia mengusulkan agar ada pengetatan pengawasan terhadap aset dan harta pejabat peradilan, serta transparansi yang lebih tinggi dalam pengelolaan kasus, terutama pada tahap kasasi yang sering melibatkan pejabat tinggi peradilan. “Kita butuh reformasi yang tidak hanya memperketat aturan, tetapi juga mekanisme pengawasan yang memungkinkan setiap praktik korupsi terdeteksi lebih dini. Transparansi menjadi kebutuhan utama,” ujarnya.
Kutipan dokumen yang diduga surat perjalanan ketua Mahkamah Agung ke Sumenep, Jawa Timur. (Inilah)
Berdasarkan informasi kedekatan Ketua MA, Sunarto dengan ZR yang pensiun pada 2022, sudah terjalin sejak lama. Ada bukti ZR melakukan perjalanan dinas atas nama MA, padahal statusnya sudah pensiun. Pada September 2024, ZR bersama Sunarto dan sejumlah hakim agung lain, melakukan perjalanan dinas ke Sumenep, Madura. Yang tak lain kampung halaman Sunarto. Beredar surat yang mengungkap adanya perjalanan dinas Sunarto dengan ZR, serta pimpinan dan pejabat di MA ke Sumenep, bernomor 14/WKMA.Y/SB/HM2.1.1/IX/2024.
Menariknya, dalam surat tersebut terdapat logo Garuda dan tulisan ‘Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial’. Surat tertanggal 17 September 2024 yang ditujukan kepada Plt Bupati Sumenep itu, dibubuhi cap basah MA dengan tanda tangan Sunarto yang kala itu menjabat Wakil Ketua (Waka) MA bidang Yudisial. Dari sekian nama yang ikut dalam kunjungan terdapat nama Dr Zarof Ricar, SH, S.Sos, M.Hum.
Ketika dikonfirmasi, juru bicara (Jubir) MA, Hakim Yanto membantah semua tudingan terhadap Sunarto. Dia berdalih itu bukan surat resmi. "Kalau surat dinas pasti ada kop suratnya, ada ini, terus ada surat tugas gitu. Judulnya kan hanya daftar orang yang mau berkunjung ke keraton itu (Sumenep)," ujar Hakim Yanto, Minggu (27/10/2024) sebagaimana dikutip Inilah. Dia menekankan hubungan Sunarto dan Zarof hanya kedekatan antara atasan dan bawahan, tidak ada yang spesial.
Pintu Masuk Bongkar Mafia Mukum di MA
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengapresiasi Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pemberi vonis bebas ke Gregorius Ronald Tannur dalam kasus dugaan pembunuhan Dini Sera. Habiburokhman menilai sejak awal kasus tersebut perlu diusut hingga tuntas sehingga kasus ini bisa dibuka secara terang benderang. “Kami mengapresiasi Kejaksaan Agung yang bisa melakukan OTT terhadap tiga hakim pemberi vonis bebas kepada Ronald Tanur tersebut," kata Habiburokhman kepada wartawan, Kamis (31/10/2024).
Habiburokhman mengatakan pihaknya sejak awal telah meminta Kejaksaan untuk proaktif mencari ada atau tidaknya suap dibalik vonis tersebut. Hal itu, kata dia, telah disampaikan DPR pada saat rapat dengar pendapat bersama keluarga korban. Habiburokhman pun meminta Kejagung segera mengusut aliran dana suap tersebut. Sebab, menurutnya, sosok di balik penyuap tersebut pun perlu dihukum. "Kejaksaan benar-benar menindaklanjuti rekomendasi kami, dan alhamdulillah para hakim itu bisa ditangkap," ujarnya.
“Siapa yang menyediakan dana, siapa yang mengantarkan harus diungkap dengan jelas dan pelakunya juga harus dihukum," ungkapnya.
"Saya juga sudah berkomunikasi dengan Pak Jaksa Agung (Sanitiar Burhanuddin), saya sampaikan apresiasi dan saya minta beliau untuk usut kasus ini hingga tuntas," demikian sambungnya.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. (Robinsar Nainggolan)
Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) membentuk tim khusus untuk mengklarifikasi hakim yang memutuskan kasasi Ronald Tannur. "Pimpinan Mahkamah Agung secara kolektif kolegial telah memutuskan membentuk tim pemeriksa yang bertugas untuk melakukan klarifikasi kepada majelis hakim kasasi perkara Gregorius Ronald Tannur," ujar Juru Bicara MA, Yanto melalui keterangan yang diterima Law-Justice, Kamis (31/10/2024).
Yanto menjelaskan bila tim khusus tersebut diketuai oleh hakim agung Dwiarso Budi Santiarto, beranggotakan Jupriyadi dan Noor Ediyono yang merupakan Sekretaris Kepala Badan Pengawasan MA. Tak lupa, Yanto meminta masyarakat untuk bersabar mengenai apa saja hasil kinerja dari tim ini nanti. Yanto menyatakan bila semua perkembangan mengenai kasus tersebut akan disampaikan ke publik. “Kepada masyarakat untuk memberikan kepercayaan dan waktu kepada tim untuk melakukan tugas tersebut," ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut asal usul temuan uang dan emas yang ditemukan di rumah bekas pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Menurut dia, ini adalah momentum bagi Kejagung untuk memberantas mafia peradilan di Indonesia. Diketahui, Kejagung menemukan uang senilai Rp 920 miliar dan emas 51 kilogram. “Kini saatnya bagi Kejagung untuk membersihkan mafia peradilan dengan mengusut asal usul uang di rumah Zarof Ricar," kata Rudianto di gedung DPR kepada Law-Justice, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Politikus Partai Nasdem itu meminta Kejagung mengusut setiap temuan uang tersebut. Sebab, dirinya menduga uang tersebut berasal dari sejumlah oknum. “Ya, makanya kita mendorong Kejaksaan untuk membongkar sedetail-detailnya, membongkar seluruhnya siapa saja yang terlibat dalam praktek mafia peradilan. Itu yang pertama. Yang kedua, pihak-pihak yang terkait ini, saya kira tidak berdiri sendiri ini," ujarnya.
Rudianto meyakini Zarof tak bekeja sendiri di lingkungan MA. Oleh sebab itu, diperlukan keseriusan dari Kejagung dalam mengusut setiap aliran uang tersebut. “Tidak berdiri sendiri, pasti melibatkan orang lawang di lingkungan mahkamah agung. Karena itu, oknum-oknum yang selama ini merusak reputasi peradilan kita, ini harus dibongkar jaringannya," katanya.
Ia menambahkan, bila nanti telah keluar jadwal rapat kerja dengan Kejagung, dirinya akan meminta penjelasan ihwal kelanjutan pengusutan kasus tersebut. “Tentu pada saat kita rapat kerja dengan mitra, pasti kita akan pertanyakan sejauh mana langkah kejaksaan. Yang pasti saya katakan ini langkah maju kejaksaan," ujarnya.
Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo. (Ghivary)
Uang hampir Rp1 triliun yang ditemukan di rumah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, diduga merupakan titipan dari hakim lain. Uang tersebut belum sempat diserahkan kepada hakim yang menangani perkara. "Menurut logika yang sederhana saja sebenarnya itu sudah hampir dipastikan itu uang perkara semua. Kalau saya mengatakan mungkin uang itu bukan uang dia lagi, tapi uang yang akan diserahkan kepada hakim, cuma belum diserahkan," kata Menko Polhukam periode 2019-2024, Mahfud MD, dalam program Primetime News Metro TV, Jumat, 1 November 2024.
Dipaparkan Mahfud, uang tersebut bisa saja milik Zarof sebagai makelar kasus, dan sebagian lagi milik hakim lain yang belum diserahkan. "Buktinya pengakuannya kemarin sudah menghubungi Hakim Agung dan sudah berbicara cuma uangnya belum sempat diserahkan. Jadi itu bisa bercampur antara uang dia sebagai markus (makelar kasus) maupun uang hakim yang menangani perkara atau yang dititip," kata Mahfud dikutip dari RMOL.
Mahfud juga menyebut bahwa biasanya banyak hakim menitipkan uang lewat makelar kasus. Uang itu akan diambil setelah hakim tersebut pensiun dan kasusnya dilupakan.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch( (ICW), Kurnia Ramadhana menekankan setidaknya ada tiga potensi kejahatan Zarof yang harus didalami Kejagung. Pertama soal suap, kata Wana, penting ditelusuri karena temuan barang bukti begitu banyak ditemukan di rumah Zarof. Peranan Zarof dianggap begitu besar, meski bukan berstatus hakim MA. Dia merujuk pada preseden buruk terkait mafia peradilan ketika mantan Sekretaris MA, Nurhadi, juga terlibat pengaturan perkara sengketa perusahaan.
Lain itu, ada tindak gratifikasi, yang menurut Wana mesti ditelusuri sumber pemberiannya. Penyidik bisa menggunakan delik gratifikasi untuk membebankan pembuktian ke Zarof sendiri. Hal ini yang akan dicoba Kejagung, jika Zarof tidak membeberkan pihak mana saja yang diatur perkara olehnya. “Pembuktian terbalik ini akan menyasar pelaku,” kata Kurnia kepada Law-justice, Kamis.
Kurnia juga mewanti-wanti penyidik menggunakan skema TPPU untuk menelusuri aliran kekayaan Zarof. Penting bagi penyidik untuk lebih jauh mencari kekayaan Zarof, di luar hasil yang didapat dari penggeledahan sebelumnya. “Pelaku dalam konteks pencucian uang tidak hanya dapat menjerat Zarof, melainkan juga pihak lain yang turut menerima dana hasil kejahatan,” katanya.
Berulang kalinya pejabat MA terlibat sebagai makelar, kata Kurnia, semestinya menjadi pintu masuk bagi penegakan hukum memberantas mafia peradilan. Pengawasan dari lembaga lain seperti Komisi Yudisial mesti diperkuat agar bisa untuk mendeteksi adanya potensi konflik kepentingan dalam perkara.
Apalagi, tren vonis MA tidak sepenuhnya berpihak pada keadilan. Dalam laporan ‘Tren Vonis’ yang dikeluarkan ICW, disebutkan ada kerja-kerja hakim yang tidak optimal dalam memutus vonis dan tidak sesuai berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan khusus pasal terkait kerugian negara untuk tindak pidana korupsi.
Berdasarkan pemantauan, ditemukan setidaknya 222 putusan tingkat kasasi dan peninjauan kembali yang dihasilkan MA sepanjang tahun 2023 lalu. Sedangkan terdakwanya berjumlah 238 orang. Untuk rata-rata putusan adalah 4 tahun 4 bulan penjara. Praktis hukuman pada tingkat MA ini lebih baik ketimbang tingkat pertama maupun banding. Selain itu, juga ada peningkatan rata-rata vonis penjara dibandingkan tahun 2022. Namun, terdapat dua perkara menarik tentang lama vonis penjara yang dikaitkan pada jumlah kerugian negara, salah satunya kasus korupsi yang menjerat direktur BUMN Askrindo pada 2023. Saat itu, di level kasasi, MA justru menyunat vonis dari tingkat pertama dalam kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 604 miliar ini. Kata Kurnia, seharusnya MA dapat menghukum lebih berat terdakwa. “Misalnya, majelis hakim dapat memanfaatkan ketentuan PerMA 1 Tahun 2020, di mana jumlah kerugian negara di atas Rp 100 miliar minimal dihukum 10 tahun penjara,” ujarnya.
Temuan duit Rp 1 triliun bisa jadi akan memicu tsunami di dunia penegakan hukum dan peradilan di Indonesia. Di lihat dari sisi manapun, susah untuk menyatakan kalau duit itu merupakan uang yang diperoleh secara halal oleh seorang pejabat Mahakamah Agung yang sudah pensiun. Justru, kisah yang terkuak dari hasil penyidkan Gedung U=Bundar menunjukkan peran aktif Zarof dalam dunia mafia hukum. Dia, dalam kasus yang ditangani Kejaksaan Agung, beeperan sebagai mak comblang bagi pengacara dan hakim yang akan bertransaksi hukum.
Menyitir pernyataan mantan Menkopolhukam Mahfud, dia menduga kalau duit ini adalah uang mafia hukum yang belum sempat dibagikan. Jika sinyalemen dari MAhfud benar, dan ini harus dibuktikan oleh jampidsus, maka tal sulit mestinya bagi pentidik untuk menemukan dari mana saja asal usul duit tersebut, untuk kepentingan apa dan zkan dikirmkan ke mana saja. Dengan kecanggihan teknologi yang dimiliki Kejaksaan Agung, bukanlah hal sulit untuk membongkar perangkat digital milik ZR.
Peristiwa ini harus dijadikan momentum oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai titik balik melawan mafia hukum. Dia harus bisa memberikan jaminan dan perlindungan hukum kepada Jaksa Agung dan anak buahnya untuk terus membongkar kasus ini hingga mengungkap jejaring mafia hukum ini hingga ke ke partikel terkecilnya.
Rohman Wibowo
Ghivary Apriman
Komentar