Nawaitu Redaksi

Saat Prabowo Diendors, Lalu Dibuat Gembos

Sabtu, 02/09/2023 10:38 WIB
Ilustrasi Jelang Pilpres 2024 (geotimes.id).

Ilustrasi Jelang Pilpres 2024 (geotimes.id).

Jakarta, law-justice.co - Awal Agustus tahun ini sosok calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto yang di usung oleh Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), kabarnya sudah berubah menjadi Koalisi Indonesia Maju, sempat menjadi jawara. Namanya nangkring di urutan pertama hasil survey yang dilakukan oleh beberapa Lembaga.

Naiknya nama Prabowo di urutan pertama hasil hasil survey diyakini sebagai bagaian dari imbas dukungan dari berbagai pihak kepadanya terutama dari Presiden yang sekarang berkuasa. Tetapi posisi itu kemudian berubah seiring dengan perkembangan politik yang belakangan ini kurang berpihak kepadanya. Bandul politik istana perlahan-lahan mulai beralih kepada Capres lainnya

Prabowa yang awalnya di endors kini mulai di gembosi sehingga semakin menurun tingkat elektabilitasnya.Jika semula ia berada di posisi pertama, belakangan telah kembali melorot ke posisi kedua disalip oleh Ganjar Pranowo pesaing utamanya.

Seperti apa bentuk endorsmen yang dilakukan oleh penguasa kepada Prabowo sehingga bisa mengerek namanya untuk bisa nangkring di urutan pertama hasil survey yang dilakukan oleh beberapa Lembaga ?, Dengan cara apa pula kemudian elektabilitas Prabowo itu digembosi setelah perubahan bandul politik istana ?

Endorsmen Jokowi

Kedekatan dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dinilai menjadi faktor kuat bagi Capres Prabowo Subianto untuk memenangi Pilpres 2024 nantinya. Kedekatan Prabowo dengan Jokowi tidak lepas dengan posisi yang didudukinya sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet Indonesia Maju dimana Jokowi sebagai atasannya

Menjabat sebagai Menteri Pertahanan, adalah suatu keunggulan yang saat ini terus dikapitalisasi oleh Prabowo sebagai calon orang pertama di Indonesia. Dengan kapasitas sebagai Menhan, banyak aktifitasnya yang kemudian dilakukan bersama dengan Jokowi sebagai atasannya. Publik sering melihat Prabowo wira wiri dengan Jokowi dalam rangka melakukan aktifitas bersama.

Kedekatan itu dimanfaatkan oleh Prabowo untuk meraih simpati dan dukungan dari kelompok kelompok yang selama ini berada di lingkaran istana dan jaringannya. Yang lebih penting lagi kedekatan itu bisa di kesankan kepada seluruh rakyat Indonesia. Bahwasanya Presiden Jokowi lebih condong memihak kepadanya ketimbang kepada calon presiden yang lainnya.

Sebagai contoh Prabowo terlihat bersama Presiden Jokowi  mengunjungi masyarakat yang berada di Pasar Bululawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Presiden Jokowi juga mengajak Menteri Pertahanan  itu untuk meninjau kesiapan PT Pindad dalam hal ekspor amunisi ke berbagai negara di dunia. Beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 29/08/23, Prabowo bersama Presiden Jokowi juga terlihat hadir dalam acara Muktamar Sufi Internasional 2023. Kali ada juga sosok Ganjar disana dalam acara yang sama.

Selanjutnya kode kode yang mengindikasikan bahwa Jokowi condong mendukung Prabowo juga terlihat pada saat  Jokowi memberikan sambutan di acara HUT Perindo di iNews Tower, Jakarta. Di momen ini Presiden  Jokowi mengatakan setelah ini kemungkinan Pilpres 2024 nanti jatahnya Ketua Umum Partai Gerindra Pak Prabowo Subianto.

"Saya ini dua kali wali kota di Solo menang, kemudian ditarik ke Jakarta, gubernur sekali menang," begitu katanya. "Kemudian dua kali di pemilu presiden juga menang. Mohon maaf, Pak Prabowo, kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo," kata Jokowi dalam sambutannya. Jokowi mempersilakan pernyataannya itu diartikan sebagai sebuah sinyal dukungan ke Prabowo Subianto. "Ya diartikan sinyal ya boleh tapi kan saya ngomong juga nggak apa-apa," begitu katanya.

Sinyal dukungan masih terus berlanjut ditandai dengan adanya pertemuan Prabowo dengan anak Presiden Gibran Rakabuming Raka di Solo bersama relawan pendukungnya. Dimana dalam kesempatan itu relawan Gibran menyatakan dukungannya kepada Prabowo Subianto.

Tak cuma sampai disitu saja, relawan Jokowi yang tergabung di Projo (ProJokowi) secara resmi juga menyatakan dukungannya kepada Prabowo Subianto melalui Budi Arie Setiadi Ketua Umumnya. Dukungan yang bersifat perseorangan juga mengalir dari kader kader PDIP seperti Effendi Simbolon dan Budiman Sujatmiko.

Tetapi puncak dukungan yang merupakan cerminan dari adanya endorsmen Jokowi kepada Prabowo terlihat ketika dua partai yang menghuni Senayan yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar mendeklarasikan diri untuk bergabung ke KKIR atau Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Prabowo Subianto sebagai capresnya

Dengan tambahan dukungan dari PAN dan Golkar maka kekutan Koalisi Indonesia Maju menjadi koalisi paling gemuk karena disana ada PAN, Golkar, PKB dan juga partai Gerindra. Bahkan dua partai non parlemen seperti partai PBB dan Gelora ikut bergabung di dalamnya.Diatas kertas jika suara partai itu paralel dengan suara untuk pilpres, maka Prabowolah yang akan menjadi pemenangnya.

Jika kita hitung hitung kekuatan capres berdasarkan suara pemilih sah di pemilu 2019, maka total suara dari PAN, Gerindra, Golkar, dan PKB akan mencapai 57.967.348 suara. Ganjar Pranowo akan ada di peringkat dua dengan 39.276.935 suara. Berikutnya adalah Anies Baswedan dengan 35.031.962 suara.

Bergabungnya PAN dan Golkar ke Koalisi Indonesia Maju sehingga menjadi koalisi besar disebut sebut menjadi bagian dari orkestrasi politik presiden Jokowi untuk mengendors Prabowo sebagai calon orang pertama di Indonesia.

Dalam kaitan tersebut, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan membantah terbentuknya koalisi besar pendukung Prabowo berkat arahan Presiden Joko Widodo. Bantahan terkait peran Jokowi juga diutarakan oleh oleh Prabowo. Bantahan juga disampaikan oleh  Jokowi sendiri melalui pernyataannya.

Jokowi menegaskan dirinya bukan pimpinan parpol sehingga urusan pilpres menurutnya adalah kewenangan para petinggi partai politik bukan kewenangannya"Ndak, ndak. Itu urusan mereka. Urusan koalisi, urusan kerja sama. Saya bukan ketua partai, saya presiden," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta seperti dikutip media.

Mereka semua memang boleh boleh saja membantah campur tangan dalam pembentukan koalisi besar tetapi publik tentu punya penilaian berbeda. Secara formal memang intervensi itu mungkin tidak ada tetapi dibelakang layar tentu saja lain lagi ceritanya.

Karena di atas panggung, jelas tidak mungkin bagi Presiden Jokowi mengarahkan secara langsung ke mana arah capres-cawapres 2024. Terlebih, jika pasangan  itu berbeda dengan arahan PDIP sebagai partai yang menaungi Jokowi sebagai petugas partainya.

Tentu ada etika juga disana dimana Presiden Jokowi harus menjaganya. Selain itu sebagai Presiden dan merangkap sebagai petugas partai, Pak Jokowi juga harus menjaga bagaimana posisinya dengan PDIP dan juga Ganjar yang maju di sana sebagai jagoan resmi partainya

Dengan posisi sebagaimana digambarkan diatas, maka peran Jokowi hanya bisa terjadi dibelakang layar saja. Orkestrasi Jokowi dilakukan di belakang panggung agar tidak menyalahi ketentuan dan etika yang ada. Tetapi kebanyakan orang sudah pada memakluminya karena faktanya embreo koalisi besar itu sebenarnya sudah terbentuk sejak April 2023

Saat itu terjadi pertemuan antara Presiden Jokowi bersama lima Ketua Umum (ketum) parpol yakni Prabowo Subianto (Gerindra) , Zulkifli Hasan (PAN), Plt Ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mardiono, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar.

Saat itu, Prabowo berkata bahwa antara KKIR yang beranggotakan Gerindra-PKB dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang berisi PAN-Golkar-PPP memiliki frekuensi yang sama. Selain itu, menurut Prabowo koalisi besar juga sejalan dengan arahan Presiden Jokowi yang notabene jadi atasannya. "Kita sudah masuk timnya Pak Jokowi sebetulnya sekarang. Ya kan?" ujar Prabowo di hadapan para ketua umum partai yang hadir dalam pertemuan itu seperti dikutip media

Di tempat yang sama, Presiden Jokowi mengatakan koalisi besar KIB, Gerindra dan PKB merupakan koalisi yang cocok satu sama lainya. Namun hal itu diserahkan kembali kepada para ketua umum partai untuk menentukan langkah selanjutnya

"Saya hanya bilang cocok. Terserah kepada ketua-ketua partai atau gabungan ketua partai. Untuk kebaikan negara untuk kebaikan bangsa untuk rakyat, hal yang berkaitan bisa dimusyawarahkan itu akan lebih baik," tandasnya.

Dengan pola hubungan seperti itu, terlihat ada relasi intim antara partai-partai pendukung Prabowo dengan Presiden Jokowi selaku pimpinannya. Salah satunya karena para ketua umum partai juga bekerja sebagai pembantunya.

Dari pola hubungan itu,sangat mungkin terbangun relasi yang melampau kerja-kerja kementerian sehingga hal-hal strategis lain juga turut dibahas, termasuk soal pilpres dan kemana arah dukungannya.

Di titik inilah, susah untuk tidak mengaitkan bergabungnya Golkar-PAN tanpa hadirnya dukungan (political endorsement) istana.  Dalam hal ini sosok Jokowi sebagai king maker di koalisi besar juga bisa memperkuat koalisi dan membuka peluang sebagai penengah untuk tokoh yang direkomendasikan pada kursi cawapres yang akan mendampingi capresnya.

Endorsmen yang dilakukan oleh Jokowi terhadap kubu Koalisi Indonesia Maju pengusung Prabowo sebenarnya bersifat symbiosis mutulialsme yaitu saling menguntungkan satu dengan yang lainnya.

Bagi Koalisi Indonesia Maju, endorsmen dari Jokowi tentu saja bisa mengerek elektabilitas Prabowo karena para pendukung Jokowi bisa cenderung untuk  memilih Prabowo sebagai jagoannya.

Sementara itu bagi kubu Jokowi sebagai penguasa juga di untungkan karena akan mendapatkan dukungan dari pendukung Prabowo yang selama ini berseberangan dengan pemerintah yang sedang berkuasa. Dengan dukungan dari simpatisan Prabowo tentu akan membuat pemerintahan Jokowi diharapkan akan menjadi kuat dan stabil sampai akhir masa jabatannya.

Parade Penggembosan

Ternyata bukan hanya kubu Anies Baswedan saja yang santer disebut sebut menjadi target penjegalan pencapresannya oleh penguasa, kubu Prabowo Subianto-pun sepertinya mendapatkan perlakuan serupa.

Namun motode dan skenario “penjegalan” terhadap keduanya sangat berbeda. Kalau ke kubu Anies Baswedan, metodenya langsung dipukul ke target atau sasarannya tetapi kepada Prabowo dilakukan dengan merangkul dengan modus seolah olah mendukung dahulu lalu baru menggembosinya secara perlahan lahan sehingga diharapkan kempes pada ujung perjalanannya.

Proses penggembosan tidak harus dilakukan oleh orang orang istana secara langsung namun bisa dengan motode “ nyilih tangan” atau meminjam tangan orang atau kelompok lain supaya tidak kentara. Beberapa indikasi penggembosan terhadap Koalisi Indonesia Maju pengusung Prabowo Subianto antara lain dilakukan dengan cara;

Pertama, Memunculkan Statemen Yang Memojokkan. Hal ini antara lain seperti di lontarkan oleh  Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie dalam pernyataanya. Grace membuat kejutan dengan pernyataan bahwa Prabowo Subianto menyesal sempat dekat dengan kelompok intoleran yang dulu menjadi pendukungnya. Meski tidak menjelaskan kelompok intoleran yang dimaksud, akan tetapi banyak pihak beranggapan bahwa itu adalah kelompok Islam khususnya Habib Rizieq Shihab dan ulama lainnya.

Ungkapan Grace Natalie ini telah menjadi bola liar yang sangat merugikan kubu Prabowo. Saat ini Sudah ada reaksi dari tokoh islam yang menyatakan bahwa dirinya menjadi bagian dari umat Islam yang juga menyesal telah mendukung Prabowo diwaktu lalu dan ikut memenangkannya.

Sebelum ada pernyataan dari Grace Natalie, di kalangan sebagian besar bekas pendukung Prabowo, ia telah dicap sebagai pengkhianat. Umat Islam menilai Prabowo "timbul" sendirian di tengah "tenggelam" nya pendukung yang banyak menjadi korbannya. Kalimat "menyesal" pernah dekat dengan kaum intoleran sangat menyakitkan mereka.

Untuk diketahui, umat Islam, khususnya ulama, pernah melakukan ijtima untuk mendukung Prabowo dalam Pilpres 2019. Ijtima ulama tersebut tentu strategis untuk mendulang suara bagi kemenangan Prabowo. Prabowo dinilai menang tapi kubu Jokowi diduga telah mencuranginya. Sayangnya sang Komandan ini kemudian menyerah, mengalah dan siap jadi pecundang. Sementara pasukan di bawah tetap bertempur berdarah-darah untuk membelanya.

Dengan adanya pernyataan dari Grace Natalie tersebut,  posisi Prabowo menjadi sulit,karena jika ia membantahnya  maka Grace yang terpojok akan buka suara. PSI yang sedang berhangat-hangat dengan dirinya menjadi terusik karenanya. Bisa-saja karena tersinggung, Grace dkk kembali ke pangkuan PDIP untuk mendukug Ganjar sebagai jagoannya.

Namun jika Prabowo membenarkan maka keinginan untuk kembali merangkul pendukung dari kalangan umat Islam akan menjadi sia-sia. Bahkan jangan-jangan bakal ada ijtima ulama haram pilih Prabowo nantinya.

Grace Natalie dengan PSI-nya yang awalnya bersedia dirangkul oleh Prabowo kini telah balik memukul Prabowo dengan pernyataannya. Apakah ini memang sengaja untuk menggembosi Prabowo bersama koalisi pendukungnya ?.

Kedua, Pemberian Dukungan Yang Justru Bikin Blunder Buat Prabowo. Dukungan yang membuat blunder buat Prabowo antara lain berasal dari Budiman Sujatmiko. Pada awalnya tentu Prabowo merasa senang mendapatkan dukungan dari kader potensial PDIP yang bernama Budiman Sujatmiko. Karena dengan dukungannya itu diharapkan bisa memperkuat barisan pemenangan Koalisi Indonesia Maju yang dipimpinnya.

Tetapi belakangan dukungan Budiman Sudjatmiko untuk Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) tahun 2024 dinilai malah menjadi blunder atau serangan balik bagi dirinya. Karena jika kita baca monitoring dari pemberitaan terkait Budiman Sujatmiko, hanya Budiman yang untung, Prabowo yang dirugikannya.

Karena keputusannya untuk mendukung Prabowo, Budiman disebut mendapatkan panggung atau perhatian publik dengan pembahasan tentang kasus "98", sementara peran Prabowo juga terangkat kembali, termasuk fakta pemberhentiannya dari TNI karena dinilai bersalah oleh Dewan Kehormatan Kehormatan (DKP) ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).

Gara gara Budiman Sujatmiko yang merapat ke Prabowo, akhirnya borok borok lama Prabowo kembali diangkat ke media dan menjadi perhatian publik untuk kembali mengingatnya. Pada hal sebenarnya semua itu kasus lama yang mencoba di daur ulang lagi untuk memojokkannya.

Disisi lain para buzzer pendukung penguasa ramai bernyanyi riuh rendah untuk “membantai” Budiman Sujatmiko yang dinilai sebagai pengkhianat karena dianggap menggadaikan idealismenya. Merapatnya dia ke Prabowo dikesankan karena gila jabatan setelah keinginannya untuk menjadi Menteri di kubu Jokowi tidak terealisasi sesuai harapannya.

Selanjutnya dengan merapat ke Prabowo diharapkan jabatan yang di inginkan itu bisa didapatkannya terutama kalau nanti Prabowo menang menjadi orang nomor satu di Indonesia. Alhasil merapatnya Budiman ke Prabowo dikesankan seolah olah Koalisi Indonesia maju itu menjadi gerbong penampung para pengkhianat dan gila kuasa serta tempat penampungan bagi aktifis yang sudah kehilangan idealismenya. Ujung ujungnya memang terkesan dimaksudkan untuk menggembosi Prabowo beserta partai koalisinya.

Ketiga, Program Food Estate Dinilai Gagal dan Jadi Sasaran Tembak Mereka. Seperti diketahui, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengkritik program food estate. Hasto menilai kebijakan itu disalahgunakan. Sebab, menurut dia, kebijakan itu mengakibatkan hutan-hutan banyak ditebang habis sehingga dinilai suatu kejahatan lingkungan yang luar biasa.

"PDIP ini mempunyai program Merawat Pertiwi. Maka kami mengapa memberikan suatu catatan yang sangat kuat terkait dengan upaya yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk membangun food estate," kata Hasto di Ciawi, Bogor, Selasa (15/8/23).

Program food estate ini merupakan program yang dikerjakan Kementerian Pertahanan di bawah pimpinan Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Gerindra. Dengan sendirinya kritik yang dilancarkan oleh Hasto menyasar kepada sosok Prabowo yang dianggap sebagai penanggungjawabnya.

Menanggapi kritik Hasto Kristiyanto, partai Gerindra melalui Sekjend-nya Ahmad Muzani mengatakan bahwa proyek food estate yang dikritik PDIP masuk kategori kejahatan lingkungan merupakan program Presiden Joko Widodo. Ia menyebut tidak ada yang disebut sebagai program kementerian, melainkan program presiden bukan program menterinya.

Yang jelas dibalik serangan terhadap program food estate tersebut kepada Prabowo,memang  ada indikasi upaya penggembosan terhadap elektabilitas Capres Prabowo yang merupakan ancaman bagi Capres Ganjar Pranowo yang di usung oleh pengkritiknya. Sebab kalau tidak mengapa tiba tiba dengan penuh semangat Hasto Kristiyanto mengkritisi Prabowo sementara banyak penyimpangan dan kegagalan yang dilakukan oleh Kementerian lainnya ?

Ke empat, Menepis Penilaian Bahwa Jokowi Lebih Mendukung Prabowo daripada Ganjar Pranowo. Selama ini memang ada kesan bahwa Jokowi main dua kaki terhadap dua Capres yaitu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

Di lingkungan para pendukungnya,telah terjadi upaya saling klaim bahwa Jokowi mendukung jagoannya.  Pendukung Prabowo menilai bahwa Jokowi ada dipihaknya sementara pendukung Ganjar Pranowo juga memberikan pengakuan serupa.

Untuk mematahkan klaim pendukung Prabowo yang menilai Jokowi ada dipihaknya, Gibran Rakabuming Raka anak Jokowi dan juga Bobby Nasution menantu Jokowi sudah mulai mengkampanyekan Ganjar Pranowo  sebagai Capres yang di dukungnya.

Seperti diberitakan media, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menanggapi penempelan stiker bergambar Bacapres PDIP Ganjar Pranowo dan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di sejumlah rumah warga, Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu (19/8/2023)."Semua kota melakukan, ya, pada hari itu juga. Jadi, bukan cuma saya," kata Gibran Rakabuming Raka di Solo, Senin (21/8) seperti dikutip dari Antara.

Kepastian bahwa sesungguhnya Jokowi bersama PDIP lebih memilih untuk mendukung Ganjar dari pada Prabowo sebenarnya juga tergambar dari ungkapan yang disampaikan  politikus PDIP Adian Napitulu dalam sebuah pernyataannya.

Adian mengaku sempat menanyakan langsung kepada Jokowi terkait arah dukungannya di Pilpres 2024. Kepada Adian, Jokowi mengatakan dirinya mendukung Ganjar sebagai rekan satu partainya. Namun, orang nomor satu di Indonesia itu meminta agar bersabar sampai waktunya tiba.

"Saya tanya langsung sama Presiden. Sudah ketemu. Dia bilang sabar Mas Adian, kita begini, begini dulu, sampai begini," kata dia di program The Political Show CNN Indonesia TV, Senin (31/7/23).

Anggota Komisi XI DPR itu menyebut, dengan informasi itu, dirinya bukan lagi sedang membaca kode atau menerka-nerka. Sebab, hal itu disampaikan langsung oleh Presiden."Jadi saya tidak membaca kode. Saya tidak membaca gestur, tidak membaca arah sepatu, tidak membaca arah angin, saya tanya kok," begitu katanya.

Aksi aksi yang ditunjukkan oleh kader PDIP seperti Gibran, Bobby dan Adian Napitupulu merupakan langkah jitu untuk menggembosi elektabilitas Prabowo. Karena dengan mematahkan anggapan pendukung Prabowo yang menyatakan bahwa Jokowi ada di pihaknya, bisa saja mengurangi semangat pendukung Prabowo untuk memperjuangkan jagoannya.

Ke lima, Mengutak Atik Soal Batasan Umur Calon Presiden Indonesia. Munculnya tiga gugatan sekaligus dalam waktu berdekatan dengan petitum serupa, yakni meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatasi usia maksimum capres 65 atau 70 tahun, diduga diorkestrasi oleh lawan politik Prabowo Subianto. Apabila gugatan tersebut dikabulkan, maka Prabowo yang kini berusia 71 tahun tentu tidak bisa menjadi capres Pilpres 2024.

Kekuatan politik yang berada di balik gugatan tersebut berupaya membatalkan pencapresan Prabowo karena menyadari elektabilitas Menteri Pertahanan RI itu tinggi dimana kalau tidak nomor satu sekurang kurangnya nomor dua.

Survei terbaru Indikator Politik Indonesia, misalnya, mendapati elektabilitas Prabowo beda tipis dengan capres PDIP Ganjar Pranowo. Tingkat keterpilihan Prabowo menempati urutan kedua, yakni 29,9 persen. Sedangkan Ganjar di urutan pertama dengan elektabilitas 32,4 persen. Elektabilitas Ganjar dan Prabowo bisa saja sama karena selisihnya masih dalam rentang margin of error 2,35 persen.

Kekuatan politik yang mendalangi tiga gugatan tersebut adalah lawan politik Prabowo di Pilpres 2024, khususnya mereka yang kerap menyerang dan mengkritik Ketua Umum Partai Gerindra. Kalau nanti tuntutan mereka dipenuhi maka berarti bukan hanya sekadar menggembosi elektabilitas Prabowo melainkan juga menggagalkannya.

Ke enam, Terindikasi Berupaya Meruntuhkan Koalisi Besar Yang Rapuh Bangunannya. Barangkali jurus terakhir yang dimainkan oleh penguasa untuk menggembosi elektabilitas Prabowo adalah dengan cara meruntuhkan bangunan Koalisi Indonesia Maju yang dipimpinnya.

Partai partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju khususnya PKB, PAN dan Golkar disebut sebut sebagai koalisi mudah rapuh karena anggota koalisi banyak menuntut jadi cawapres mendampingi Prabowo.

Sesungguhnya dengan bergabungnya Partai Golkar dan PAN ke Prabowo ini justru akan menambah kepusingan Prabowo.Karena semakin banyaknya koalisi, semakin banyak pula yang menuntut untuk menjadi cawapresnya.

PKB  sudah mengancam ngancam bakal mundur dari koalisi kalau sampai Muhaimin  tidak dipilih sebagai Cawapresnya Prabowo. "PKB ngasih kode hengkang kalau Cak Imin tak jadi cawapres," kata Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, saat menyampaikan pengantar materi talkshow bertajuk "PKB Mendengar, Gus Imin Pilih Siapa?" yang digelar di markas PKB, Jalan Raden Saleh Raya, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/23).

Hengkangnya PKB dari Koalisi Indonesia Maju terbukti dengan merapatnya Cak Imin ke koalisi Perubahan dan Perbaikan tanpa di duga duga sebelumnya. Di koalisi barunya ini konon Cak Imin mendapatkan posisi bagus sebagai Cawapresnya Anies Baswedan, suatu posisi yang memang sudah lama di incarnya.

Potensi mundurnya anggota partai koalisi dari Koalisi Indonesia Maju juga di alami oleh Partai Golkar yang bisa jadi akan hengkang kalau sampai terjadi gejolak di internal mereka. Mengapa demikian ?  Karena ketika Airlangg Hartarto sebagai Ketua Umum  Golkar menyatakan dukungan terhadap Prabowo Subianto, telah memicu gejolak di lingkungan internalnya.

Tim Pemrakarsa Kebangkitan Partai Golkar telah melaporkan Ketum  Golkar, Arilangga Hartarto ke  Dewan Etik Partai  Golkar karena menyatakan dukungan terhadap  Prabowo Subianto. Laporan itu dilayangkan Koordinator Tim Pemrakarsa Kebangkitan Partai  Golkar, Lawrence Siburian ke Dewan Etik Partai  Golkar, Jumat (18/8/2023).

Lawrence mengatakan pelanggaran yang dilakukan yakni, karena Airlangga tidak melaksanakan keputusan rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Partai Golkar pada 22 Maret 2021 lalu yang telah menetapkannya sebagai calon presiden pada Pilpres 2024.

Kalau seandainya konflik ini terus berlanjut semakin meruncing, bukan tidak mungkin akan ada intervensi dari penguasa. Ujung ujungnya Airlangga Hartarto bisa saja di dongkel dari kursinya yang kemudian berpengaruh pada evaluasi dukungan partai Golkar pada Koalisi Indonesia Maju yang sudah di inisiasi oleh Airlangga.

Adanya dualisme kepengurusan dalam sebuah partai menjadi fenomena klasik yang sudah terjadi berulangkali dalam dunia perpolitikan di Indonesia Dualisme itu biasanya akan dimenangkan oleh kubu yang direstui oleh penguasa. Akankah Golkar akan kembali mengalaminya ?

Dinamika dan gejolak yang mungkin bakal terjadi di lingkungan partai politik pendukung Koalisi Indonesia Maju sangat potensial terjadi dimana ujung-ujungnya memang ingin menggembosi capres yang di usungnya. Kita lihat saja bagaimana perkembangan selanjutnya.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar