Pengadaan Minyak Mentah Boros Ratusan Milyar, Kecelakaan atau Sengaja?
Membongkar Modus Mafia Minyak di Pertamina

Ilustrasi: Gedung Kantor Pusat Pertamina di Jakarta. (Beritacenter)
law-justice.co - Pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tergolong rumit dan unik. Memiliki keuntung besar dan kontribusi signifikan untuk negara, pun bukan berarti otomatis bersih dan bebas dari dugaan korupsi. Duit BUMN memang selalu menggoda para pencoleng duit negara. Semakin besar BUMN, maka semakin besar pula godaannya. Penguatan dan pengawasan dari Menteri BUMN dan aparat penegak hukum mutlak diperlukan untuk menjaga salah satu lumbung negara dari gerogotan tikus-tikus kantor.
PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu BUMN paling produktif. Sepanjang 2022, perusahaan ini telah berkontribusi terhadap penerimaan negara sebesar Rp307,2 triliun, yang terdiri atas pajak, dividen, PNBP, Minyak Mentah dan/atau Kondensat Bagian Negara, dan signature bonus. Jumlah setoran ke negara tersebut meningkat 83 persen dibandingkan 2021. Khusus setoran pajak, pada 2022 Pertamina juga membayarkan pajak Rp219,06 triliun atau meningkat 88 persen dibandingkan 2021.
Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza menegaskan besarnya setoran ke negara sejumlah Rp307 triliun oleh Pertamina membuktikan kontribusi Pertamina terhadap penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Bahkan, khusus setoran pajak Pertamina sebesar Rp219,06 triliun, sudah melebihi 10 persen dari realisasi penerimaan perpajakan APBN 2022 yang mencapai Rp2.034,5 triliun.
“Ini kan sangat luar biasa. Kita harus mengakui besarnya kontribusi Pertamina, baik terhadap penerimaan pajak maupun PNBP,” kata Faisol Riza dalam keterangan tertulis kepada media, Selasa (2/5/2023).
Ia menambahkan setoran Pertamina tersebut diharapkan turut memacu BUMN lain untuk meningkatkan kinerja dan kontribusi kepada penerimaan negara. Jika seluruh BUMN bersama-sama meningkatkan kinerja dan kontribusi kepada penerimaan negara, diharapkan pula semakin mengatrol realisasi penerimaan pajak APBN. “Kita harus akui, dalam hal ini Pertamina adalah benchmark. BUMN lain bisa menjadikannya sebagai contoh,” lanjut Politisi Fraksi PKB ini.
Namun, sayangnya meski secara keseluruhan Pertamina memberikan kontribusi yang signifan terhadap pendapatan negara. Ternyata pengelolaan perusahaan masih banyak celah kebocoran. Dalam hal tata kelola pengadaan minyak mentah dan produk kilang misalnya, ternyata masih sengkarut. Hal ini berujung pada pemborosan hingga berpotensi merugikan keuangan negara melalui perusahaan pelat merah itu.
Hal itu merujuk laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2022 yang menunjukkan adanya 21 temuan dengan memuat 28 permasalahan. Dari total temuan itu, didapati pemborosan yang berujung kerugian Pertamina sebesar Rp421,6 miliar.
Laporan BPK itu berdasarkan temuan pengadaan minyak mentah dan produk kilang oleh Pertamina pada periode 2018 hingga 2021. Pertama, ditemukan adanya penyimpangan pembayaran terkait pembelian minyak mentah oleh Pertamina dari Vitol, perusahaan perdagangan energi asal Belanda yang juga menaungi Vivo Group.
Soalnya, pembelian yang berlangsung pada 2018 ini mengalami keterlambatan pengiriman selama 10 hari dari tanggal yang disepakati. Jika merujuk aturan dari Pertamina terkait ketentuan batas waktu pengiriman, seharusnya pembayaran oleh Pertamina hanya sebesar 72,35 juta dolar AS. Akan tetapi, Pertamina mengeluarkan dana sebesar 73,99 juta dolar AS, sehingga mengakibatkan Pertamina menanggung pemborosan sebesar 1,64 juta dolar AS.
Temuan kedua BPK menunjukkan adanya penyesuaian tarif dalam pengangkutan atau pengiriman kargo yang berisikan stok impor minyak mentah jenis Bonny Light dan Qua Iboe pada 2019. Dalam urusan ini, Pertamina melalui anak usahanya bernama PT Pertamina International Shipping (PIS) mengajukan penyesuaian tarif biaya pengangkutan/freight cost atas minyak Qua Iboe yang semula 3,03 juta dolar AS menjadi 6,02 juta dolar AS, karena alasan tidak dapat mencari kapal yang sesuai dengan harga kesepakatan awal akibat adanya perubahan kondisi pasar dan force majeur.
Menurut BPK, penyesuaian tarif seharusnya tidak perlu dilakukan karena tidak terdapat amandemen tanggal pengiriman, sehingga tidak ada dasar yang memadai untuk melakukan penyesuaian tarif. Hal tersebut mengakibatkan indikasi kerugian perusahaan sebesar 2,99 juta dolar AS atas kelebihan pembayaran freight cost dari kesepakatan awal 3,19 juta dolar AS menjadi 8,17 juta dolar AS juta Lantas, pembatalan kargo yang dipindahkan ke pengiriman pada akhir Oktober 2019 berpengaruh terhadap harga pengangkutan dan pengiriman kargo yang telah disepakati di awal, sehingga terjadi penyesuaian tarif. Hal tersebut mengakibatkan pemborosan keuangan perusahaan sebesar 4,98 juta dolar AS atas pembayaran freight cost minyak mentah Bonny Light.
Ketiga, BPK menemukan adanya kegagalan suplai Gasoline RON 92 yang mengakibatkan kerugian perusahaan sebesar 2,13 juta dolar AS. Pangkalnya, Pertamina mengimpor BBM dari korporasi Hin Leong Trading yang berbasis di Singapura, namum perusahan tersebut gagal dalam mengangkut minyak pesanan karena terganjal masalah operasional keuangan. Anehnya, antara Pertamina dan Hin Leong Trading dalam nota kerjasamanya tidak memasukkan klausul “failure of delivery” sehingga Pertamina belum memperoleh penggantian atas biaya tambahan yang timbul karena operasional kargo pengganti.
Diagram alur temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) dalam IHPS I 2022 terkait adanya pemborosan dalam pengadaan minyak mentah.
Mendengar adanya temuan BPK ini, mantan anggota Satuan Tugas Anti-Mafia Minyak dan Gas (Satgas Anti Mafia Migas), Fahmy Radhi tidak heran. Menurutnya, ada andil mafia minyak atas sejumlah penyimpangan yang ditemukan BPK itu, yang bertujuan mengambil keuntungan pribadi atau kelompok sebesar-besarnya. Eksistensi mafia minyak masih ada hingga kini, hanya saja pola atau modus yang mereka mainkan berubah.
“Temuan BPK itu menggunakan modus-modus baru, apakah pengiriman. Dulu pernah juga ada kilang (Pertamina) di Balikpapan, tapi kemudian yang dikirim (BBM) tidak sesuai dengan kualifikasi sehingga Pertamina dirugikan. Ini sudah terjadi bertahun-tahun, hanya perubahan modus saja,” kata Fahmy saat dihubugi law-justice.co, Rabu (3/5/2023).
Fahmy menuturkan, modus sebelumnya yang dimainkan oleh mafia dalam pengadaan minyak mentah produk BBM adalah mengambil celah dari proses biding atau open tender dan proses blending minyak. Dalam celah biding ini, kata dia, mafia minyak bergerilya dalam memenangkan satu pihak yang telah diatur.
Ada pihak yang memanipulasi perusahaan minyak agar mampu ikut open tender, meski tidak memiliki kapasitas. Dan sisi lain ada yang bertugas membantu perusahaan tersebut dalam soal pemenuhan produksi.
Pada periode 2014-2015 saat ia bertugas dalam satgas anti-mafia migas, kongkalikong mafia minyak melibatkan pihak Pertamina Energy Trading Ltd atau Petral, anak usaha Pertamina yang dibubarkan usahanya pada 2015 lalu karena sarat penyelewengan.
“Setelah kami mengkaji beberapa dokumen, ternyata yang menang biding tadi itu company dari negara-negara yang dia enggak punya minyak, misalnya Italia. Terungkap sesungguhnya itu hanya sebagai frontier, karena di sana ada yang memasok,” ujarnya.
“Jadi ada suatu perusahaan yang konon pemiliknya orang Indonesia, cuma belum ada bukti otentik tentang itu. Itu lah mafia migas yang bekerjasama dengan Petral dalam pengadaan minyak,” imbuhnya.
Peranan Petral, juga tercium oleh satgas anti-mafia migas dalam modus blending minyak. Fahmy mengatakan proses blending minyak itu terkait penggunaan BBM yang kala itu masih jenis premium.
Katanya, BBM jenis itu sudah tidak dijual lagi di pasar internasional sehingga tidak ada preferensi harga. Lantas, harganya menjadi mahal dan celah ini yang kemudian dimanfaatkan mafia dalam mengeruk keuntungan.
“Nah dalam blending tadi dijual ke perusahaan dengan harga mahal. Sehingga harga yang mahal tadi dijual di Indonesia dan diberikan subsidi oleh pemerintah supaya terjangkau. Nah itu penyelewengan-penyelewengan yang merampok APBN karena berikan subsidi lantaran harganya mahal akibat permainan,” tutur dia.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto.
Terkait temuan BPK di Pertamina ini, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyatakan bila persoalan ini tentu menjadi tanggung jawab dari Menteri BUMN dan Pertamina itu sendiri.
Dia menilai Pemerintah gagal menata manajemen risiko di Pertamina. Selain itu, Mulyanto menyinggung sejumlah persoalan yang terjadi di Pertamina yang harus segera diselesaikan oleh Pemerintah.
Mulyanto mengatakan bila hal tersebut berakibat sebuah problem dimana dalam waktu berdekatan sedikitnya empat fasilitas operasi BBM Pertamina mengalami kebakaran.
"Empat fasilitas operasi BBM Pertamina meledak secara beruntun dalam kurun satu bulan, mulai dari kebakaran terminal BBM Plumpang yang menewaskan lebih dari 25 orang warga, ledakan kapal angkut BBM di Mataram, ledakan kilang BBM Dumai Riau dan kemarin kebakaran booster BBM pertamina di Banyuasin, Sumatera Selatan. Semua ini membuktikan tidak ada evaluasi dan perbaikan dalam manajemen risiko Pertamina," kata Mulyanto kepada Law-Justice.
Dengan adanya rentetan insiden ini, Wakil Ketua FPKS DPR RI tersebut mempertanyakan peran Menteri BUMN Erick Thohir dalam mengawasi kinerja Pertamina yang menjadi tanggung jawabnya.
"Apakah ET terlalu sibuk ngurus PSSI dan kampanye bacapres sehingga lupa statusnya masih menjadi Menteri BUMN?" ujarnya.
Dia menambahkan, Erick Thohir seharusnya malu dengan serangkaian kejadian di Pertamina yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Dia seharusnya fokus menyelesaikan masalah besar ini bukan malah sibuk kampanye menjadi capres atau sibuk dengan urusan sepak bola.
"Menteri Erick kemana saja? Persoalan Pertamina sudah sedemikian parah bukannya fokus mengawasi ini malah urus yang lain. Bagaimana Pertamina mau bersaing dengan perusahaan minyak dunia kalau manajemen risikonya masih amburadul seperti ini,” singgung Mulyanto.
Legislator Dapil Banten III ini juga mendesak Menteri BUMN secara intensif memonitor dan mengevaluasi kinerja Pertamina wabil khusus terkait dengan manajemen risiko. Erick Thohir harus membuat target perbaikan yang jelas.
“Dan bila target tersebut tidak tercapai harus ada pihak yang bertanggung jawab. Bila perlu Erick Thohir sendiri yang harus mengundurkan diri karena gagal memperbaiki Pertamina,” tegas Mulyanto.
Peran Mafia Minyak di Pertamina dan Dugaan Keterkaitan Dirut
Di Pertamina juga diduga terjadi permainan yang melibatkan salah satu aktor penting. Aktor penting yang diduga menjadi sorotan tersebut biasa dipanggil dengan sebutan `Mr James` yang merupakan orang dekat Pertamina.
Seperti diketahui saat rapat dengar pendapat (RDP) antara PT Pertamina Hulu Energi, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), Komisi VII DPR RI mengungkap adanya sosok yang diduga mafia di lingkungan PT Pertamina.
Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir mengatakan bila sosok tersebut adalah `Mr James` dan ia diduga merupakan orang kuat di lingkungan pertamina.
"Ini bisa mengatur jabatan hingga proyek yang tengah dikerjakan oleh Pertamina," kata Nasir saat dihubungi.
Nasir mengungkapkan bila sosok ini merupakan salah satu orang kepercayaan Boy Thohir, kakak Menteri BUMN Erick Thohir.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Law-Justice, terindikasi `Mr James` ini bernama asli Febri Prestyadi Soeparta yang merupakan salah satu orang kepercayaan Boy Thohir.
Febri Prestyadi Soeparta merupakan Boss PT Zerotech Nusantara, masuk dalam daftar perusahaan penunjang migas tercatat sebagai daftar jasa penunjang migas dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No 27/2008 tentang bidang usaha jasa konstruksi.
Diketahui PT Zerotech Nusantara menyediakan jasa tenaga kerja pengeboran, kerja ulang dan perawatan sumur. Di website Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jakarta tercatat perusahaan Febri ini sudah terdaftar sejak 10 Maret 2008 di Kadin Jakarta.
Disampaikan juga bahwa sejumlah pejabat pertamina sering kali dipanggil menghadap `Mr James` ini di kediamannya di Jl. Kertanegara, Jakarta ini untuk urusan jabatan dan proyek-proyek dalam lingkungan Pertamina.
Bahkan dikatakan bahwa dalam waktu dekat akan ada pergeseran posisi Direktur Utama Rokan, dan yang menggantikan merupakan orang dekat Mr James yaitu Chalid Said Salim.
"Jadi tentu ini perlu ditelusuri lebih jauh," ungkapnya.
Politisi Partai Demokrat ini juga mempertanyakan apakah `Mr James` ini sengaja menjalankan perintah Boy Thohir untuk mencari proyek-proyek dalam lingkungan Pertamina. Hal tersebut memiliki tujuan supaya bisa membantu Erick Thohir dalam masa pencalonan Wakil Presiden 2024 mendatang.
"Lalu, kapankah transparansi dalam penunjukan pejabat di lingkungan perusahaan ini akan bersih dan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki pejabat tersebut bila pengaruh makelar jabatan masih sangat kuat," imbuhnya.
Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir. (Antara)
Adanya dugaan kongkalikong di Pertamina terutama dalam pengadaan minyak, diamini oleh ekonom sekaligus pengamat kebijakan publik dari Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat. Ia mengatakan temuan BPK itu merupakan bukti adanya pembiaran penyimpangan.
Menurutnya, jika ada kesalahan dari pihak vendor dalam pengadaan maupun pengiriman minyak, maka sudah seharusnya Pertamina menagih uang yang sudah dibayarkan.
“Tapi kemudian ini menjadi temuan (BPK), berarti kan ada unsur kesengajaan untuk tidak memperoleh pengembalian. Apakah ini kemudian dikembalikan tapi dalam bentuk korupsi, di bawah tangan, atau misal dibagi separuhnya dan kemudian dibagi-bagi degnan para direksi. Itu yang harus diusut,” kata Achmad saat dihubungi law-justice, Kamis (4/5/2023).
“Kalau tidak ada tindaklanjut, maka bisa dibilang ini ada potensi konflik kepentingan dan juga potensi korupsi,” lanjut dia.
Ia mengatakan, adanya penyimpangan yang ditemukan BPK ini seolah menjustifikasi bahwa tata kelola perminyakan oleh Pertamina sedang tidak baik-baik saja. Selain internal Pertamina, pihak Kementerian BUMN juga tidak bisa dihilangkan keterlibatannya.
“Ini jadi evaluasi apakah memang manajemen Pertamina tidak mau mengikuti arahan Menteri BUMN. Atau karena memang dari atasnya dalam hal ini Menteri BUMN hanya bicara tata kelola secara lip service sehingga implementasi ke bawahnya sekadar saja,” ujar akademisi Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta itu.
Peneliti dari Seknas Fitra, Gulfino Guevarrato juga meyakini sengkarut tata kelola di Pertamina dalam pengadaan minyak memang disengaja. Alih-alih seharusnya Pertamina efisien dalam anggaran demi menggenjot produktifitas dalam upaya memenuhi kebutuhan minyak nasional, justru yang terjadi pemborosan dan berujung kerugian keuangan perusahaan.
“Alasan-alasan dalam pemborosan ini enggak masuk akal. Pendekatan Pertamina ini yang harusnya berpihak kepada masyarakat, Justru ini Pertamina melakukan pemborosan dalam hal sepele supply chain. Pertamina ini kan bukan korporasi kemarin jadi, harusnya urusan-urusan supply chain ini bisa diantisipasi risikonya sehingga tidak merugikan keuangan,” ujar Gulfino saat dihubungi, Rabu (3/5/2023).
Menurutnya segala kesalahan dalam kebijakan pengadaan minyak oleh Pertamina akan berdampak pada fluktuasi harga BBM. Ujung-ujungnya, masayarakat yang akan kena dampak. Padahal, kata dia, kerugian yang mencapai Rp400 miliar lebih berdasar temuan BPK itu adalah jumlah yang besar jika dikonversi untuk subsidi BBM.
Terlebih, kata dia, pemborosan juga terjadi dalam operasional non-teknis. Menilik data dari Fitra, gaji yang diterima oleh seorang komisaris Pertamina mencapai Rp2,8 miliar. Gaji sebesar itu yang diterima oleh Heru Pambudi yang diketahui rangkap jabatan sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan saat ini. “Anomali dengan situasi pemborosan-pemborosan yang dilakukan Pertamina,” kata dia.
DR Fahmy Radhi Mantan anggota Satgas Anti Mafia Migas. (SV-UGM)
Bicara soal mafia minyak di Pertamina, mantan anggota Satgas Anti Mafia Migas Fahmy Radhi meyakini kasus terciduknya eks Direktur Petral, Bambang Irianto yang diduga terima suap dalam tender pengadaan minyak, bisa membuka kotak pandora ihwal siapa saja yang bermain. Efek turunan dari fakta yang terungkap dalam kasus itu bakal mengungkap pula jaringan dari Bambang yang masih bermain hingga kini.
“Saya sempat katakan ke Pak Mahfud Md bahwa kasus Petral ini pintu masuk, karena dari situ akan banyak hal terungkap. Bahkan uangnya mengalir kemana saja, itu bisa dideteksi. Komunitas mafia migas ini memang benar-benar sakti karena uangnya mengalir ke berbagai pihak,” ucap dia.
Fahmy membagi mafia dalam dua lini, internal dan eksternal. Di internal, katanya, tentu melibatkan pihak Pertamina. Akan tetapi, pemangku kepentingan di level eksekutif juga disebut mengambil peran.
“Mafia migas sudah koheren dalam satu sistem, ya itu tidak hanya di Pertamina. (Ada) Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kemenko Perekonomian yang terkait dalam pengambilan kebijakan untuk pengadaan minyak,” kata dia.
Lebih lanjut, anggota DPR juga berpotensi memiliki konflik kepentingan yang bekerjasama dengan mafia. Kata Fahmy, hal sepele macam anggota DPR yang ketahuan sering meminta sarung ke Pertamina bisa menjadi preseden. “Itu sudah terjadi bertahun-tahun. Sarung dari Pertamina itu selalu diminta oleh anggota DPR untuk dapilnya. Itu menjustifikasi bahwa anggaran CSR pertamina itu lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan CSR. Dilihat aja berapa deviden yang diterima negara. Kalau devidennya kecil dan semakin menurun, maka itu sudah dirampok,” kata dia.
Masih di pihak internal, peranan Direktur Utama Pertamina juga tak luput dari dugaan keterlibatannya. Fahmy menyebut nama Nicke Widyawati yang menjabat Dirut Pertamina selama 2 periode sejak 2018. Kinerja Nicke yang dianggap tidak maksimal menimbulkan dugaan mengapa dirinya masih dipertahankan hingga kini. Fahmy menduga ada peranan mafia di balik posisi Nicke.
“Penunjukkan Direktur Pertamina harus mendapat persetujuan dari mafia migas. Atau mafia migas yang mengusulkan sehingga tangannya sudah diikat (Pertamina) dan direktur dimanfaatkan untuk kepentingan mafia migas. Sekarang perlu dibuktikan juga apakah direktur itu di-backup partai,” ucap dia.
“Karena saya berulang kali menilai kerjanya Nicke, dalam banyak hal itu jeblok, produksi minyak menurun, kemudian Jokowi minta bangun kilang dari periode pertama kedua, tapi sampai sekarang belum terbangun juga. Kemudian kebakaran kilang, di Plumpang yang merenggut nyawa orang tidak bersalah. Itu kan kesalahan fatal, tapi dia tetap bertahan dalam waktu yang lama,” ia menambahkan.
Di pihak eksternal, peranan pengusaha yang terlibat dalam pengadaan minyak semasa Petral aktif, seperti Riza Chalid disebut-sebut masih berpengaruh hingga kini. Kata Fahmy, Riza terafiliasi dengan perusahaan perdagangan sekaligus pengadaan dan jasa pengiriman minyak bernama Global Energy yang berbasis di Singapura.
“Dia lah yang memainkan, apakah orang-orang yang ada di Petral dan di Pertamina. Bahkan di kementerian juga, yang misalnya dia bisa mendorong pembuatan aturan yang menguntungkan mafia migas, misalnya yang ikut biding dalam pengadaan BBM impor itu hanya national oil company, sementara yang lain tidak boleh. Ini kan menguntungkan bagi mafia migas,” tutur akademisi dari Universitas Gadjah Mada itu.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat dikonfirmasi Law-Justice, justru menjawab dengan capaian kinerja. “Pencapaian ini tentu berkat kerja bersama seluruh Perwira Pertamina. Kinerja positif ini juga tentu tidak terlepas dari dukungan Pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian ESDM,” ujar Nicke.
Dia menambahkan, Pertamina dengan komitmen untuk selalu bertumbuh, telah berhasil meningkatkan kinerja operasional tahun 2022 di semua Subholding. Produksi minyak dan gas mencapai 967 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD) atau tumbuh 8% dari pencapaian 2021, produksi kilang mencapai 313,9 juta BBL atau tumbuh 6%, realisasi penjualan produk BBM dan Non-BBM mencapai 97,86 juta KL atau tumbuh 5%, efektivitas pengangkutan muatan kapal Pertamina mencapai 89% atau tumbuh 3%, produksi listrik dari Geothermal dan new renewable energy lainnya mencapai 4.659 GWh, pemasangan jaringan gas rumah tangga mencapai 254.063 sambungan rumah tangga atau tumbuh 4.760%.
Pertamina sangat mengapresiasi dukungan pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang telah melakukan perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.159/2022 tentang tata cara penyediaan, pencairan, dan pertanggungjawaban dana kompensasi.
Dengan perubahan PMK tersebut Pemerintah melakukan percepatan pembayaran dana kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp 319,81 triliun (termasuk pajak) yang terdiri atas piutang 2019 - 2021 sebesar Rp 83,41 triliun (termasuk pajak) dan periode sampai dengan Triwulan III 2022 sebesar Rp236,40 triliun (termasuk pajak). Pembayaran dana kompensasi tersebut berdampak kepada perbaikan arus kas operasi sehingga rasio-rasio keuangan dapat terjaga dengan baik pada kinerja tahun 2022.
Law-Justice mencoba untuk meminta konfirmasi kepada Kementerian BUMN untuk meminta tanggapan lebih lanjut mengenai Pertamina. Namun, hingga berita ini diturunkan jajaran Kementerian BUMN belum memberikan konfirmasi kepada Law-Justice.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. (Solopos)
Buntu di KPK
Dugaan korupsi pengadaan minyak mentah dan keterlibatan mafia minyak di Pertamina sebenarnya pernah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK pernah melakukan penyidikan terkait perkara dugaan suap perdagangan minyak mentah di Pertamina Energy Trading (Petral) Ltd.
Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan Managing Director PT Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) periode 2009-2013 Bambang Irianto sebagai tersangka. Penetapan dilakukan pada 10 September 2019.
Bambang tercatat juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) sebelum akhirnya diganti pada 2015. Berkas perkara Bambang dikabarkan belum juga lengkap.
KPK diberitakan pernah memeriksa pegawai PT Pertamina (Persero) Sari Dinar Saifuddin pada Selasa (23/8/2022). Usai pemeriksaan tersebut Plt juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya mendalami sejumlah hal termasuk mengenai berbagai proses bisnis yang berjalan di Petral Ltd dalam pemeriksaan terhadap Sari.
"Tim Penyidik telah selesai memeriksa saksi Sari Dinar Saifuddin, yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan berbagai proses bisnis yang dilaksanakan di Petral Ltd,” ujar Ali melalui keterangan tertulis, Rabu (24/8/2022) sebagaimana dilansir Kumparan.
Dalam perkara ini, Bambang dituding menerima suap USD 2,9 juta. Suap tersebut untuk membantu mengamankan jatah alokasi Kargo Kernel Oil Pte. Ltd. dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang.
Suap itu diduga terkait upaya Bambang mengatur perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) selaku subsidiary company PT. Pertamina (Persero).
KPK menduga, Bambang mengarahkan perusahaan tertentu untuk mendapatkan tender tersebut, dalam hal ini yakni Kernel Oil Pte. Ltd. Untuk menyamarkan proses tender, Bambang disebut tetap mengundang perusahaan saingan yakni Emirates National Oil Company (ENOC) dan National Oil Company (NOC). Padahal pemenang tender tersebut sudah diatur oleh Bambang.
Atas pengaturan tersebut, Bambang diduga menerima uang itu melalui rekening bank di luar negeri sejumlah USD 2,9 juta tersebut. Untuk mengelabui penegak hukum, Menurut KPK, Bambang mendirikan perusahaan guna menerima fee, yakni SIAM Group Holding yang ada di Virgin Island.
Atas perbuatannya, Bambang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sayangnya, saat dikonfirmasi perkembangan terkini dari kasus ini KPK memilih bungkam. Pesan yang dikrimkan kepada plt Jubir KPK Ali Fikri dan plt Deputi Penindakan Asep Guntur Rahayu tak kunjung dibalas.
Ilustrasi: Gedung KPK di Kuningan, Jakarta Selatan. (Ayobandung)
Jejaring mafia minyak di Pertamina dalam bisnis minyak dan turunannya tak bisa dipungkiri telah mengakar. Presiden bukannya tidak pernah bertindak. Bahkan, pemberantasan mafia minyak ini merupakan salah satu program utama Joko widodo di awal masa pemerintahan periode I. Hasilnya adalah pembubaran Petral yang dianggap sebagai salah satu sarang mafia dan bancakan uang trading BBM.
Pemerintah dan DPR harus serius duduk satu meja untuk bisa benar-benar membersihkan bisnis minyak ini dari kooptasi mafia. Bagaimanapun juga, bisnis minyak negara yang dikelola Pertamina memiliki kontribusi finansial yang signifikan terhadap negara.
Sinyalemen keterlibatan orang dekat menteri BUMN hingga dugaan kooptasi terhadap Dirut Pertamina semestinya ditindaklanjuti secara serius. Posisi Dirut Pertamina yang telah memasuki periode kedua layak dievaluasi terkait adanya isyu mafia minyak dan juga kesalahan manajemen di tubuh Pertamina.
Sekedar catatan, bukan sekali saja Dirut Pertamina harus berakhir dibui akibat terlalu jauh terlibat dalam jeratan mafia minyak di Pertamina dan kemudian terbukti korupsi. Ketegasan dan kecerdasan penegak hukum tentunya dengan integritas yang terukur kini menjadi tumpuan harapan rakyat untuk bisa mendorong pembersihan di tubuh perusahaan minyak ini.
Ghivary Apriman
Rohman Wibowo
Komentar