Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Menggelikan Pemimpin Merakyat Tapi Justru Merugikan Rakyat

Minggu, 04/12/2022 05:31 WIB
Desmon J Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI (Ist)

Desmon J Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Judul tulisan diatas meminjam narasi yang pernah populer pada awal Januari 2015 yang diungkapkan oleh Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra. Saat itu Yusril memang tidak menyebut siapa pemimpin yang dimaksudkanya namun rata rata orang sudah bisa menebak siapa pemimpin yang dimaksudkannya.

Pernyataan Yusril tersebut nampak ada relevansinya dengan pernyataan yang baru baru ini disampaikan oleh Presiden Jokowi saat bertemu dengan relawannya di stadion Gelora Bung Karno Jakarta.

Seperti diberitakan, Presiden Jokowi bertemu  relawan Gerakan Nusantara Bersatu mengungkap ciri-ciri pemimpin yang memikirkan rakyat menurut versinya. Pemimpin memikirkan rakyat versi Jokowi itu adalah rambutnya sampai memutih dan ada kerutan di wajahnya. Selain itu Jokowi juga mengingatkan rakyat agar tidak memilih pemimpin yang  hanya senang duduk di Istana yang dingin AC-nya.

Ringkasnya Presiden Jokowi ingin supaya relawannya pada saat Pemilu nanti memilih pemimpin yang memperjuangkan kepentingan rakyat berdasarkan ciri ciri fisik dan sekaligus penampilannya. Secara fisik nampak dari rambutnya yang memutih dan ada kerutan di wajahnya. Secara tampilan, jangan cuma bisa menikmati dinginnya AC di istana.

Dengan pengungkapan ciri ciri fisik calon pemimpin yang dinilai akan memikirkan rakyatnya itu nampaknya Presiden ingin supaya para relawan pendukungnya tidak salah pilih sehingga menjadi pemilih tokoh yang menjadi “lawan politiknya”. Sekaligus sebenarnya ini merupakan sikap dukungan terhadap tokoh tokoh tertentu yang menjadi jagoannya.

Pantaskah seorang Presiden yang sebenarnya sudah menjadi milik bangsa Indonesia menyatakan keberpihakannya secara terbuka kepada calon pemimpin bangsa yang dijagokanya ?, Apakah pemberian dukungan secara simbolik kepada salah seorang yang akan dijagokannya itu baru dilakukan saat ini saja menjelang berakhir masa jabatannya ?. Tepatkah menilai seorang pemimpin yang memikirkan rakyatnya itu hanya dilihat dari ciri ciri fisik semata ?

Presiden Memihak ?

Dengan munculnya pernyataan dari Presiden Jokowi kepada relawannya supaya memilih pemimpin yang memikirkan kepentingan rakyat dengan ciri rambut putih, muka berkerut dan suka menikmati udara dingin ber-AC di istana memuculkan tafsir dukungan Presiden kepada tokoh tertentu yang menjadi jagoannya.

Sebagian orang mengaitkan pernyataan tersebut dengan sosok Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang rambut putihnya hampir merata. Kalau memang benar arahnya kesana maka secara tidak langsung Presiden ingin supaya relawannya nanti memberikan dukungan untuk Ganjar sebagai penggantinya.

Dukungan tersirat sebenarnya pernah juga disampaikan Presiden Jokowi kepada para bakal calon presiden (capres) yang saat ini digadang gadang akan mencalonkan diri sebagai orang pertama Indonesia. Sebelumnya  Presiden juga pernah menyampaikan pernyataan yang bernada dukungan kepada Prabowo Subianto Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra. " "Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo," kata Jokowi  saat memberi sambutan di perayaan HUT ke-8 Partai Perindo, Senin (7/11/2022).

Dengan pernyataan tersebut, sontak pemberitaan dan pembicaraan media arus utama ataupun media sosial mengatakan Jokowi mendukung Prabowo untuk meneruskan apa yang telah dimulainya. Bahkan dengan penyebutan “rambut putih” jika digandengkan dengan pernyataan “ "Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo”, dinilai  mengandung makna dukungan kepada keduanya menjadi pasangan yang akan memimpin Indonesia . Apakah memang demikian arah dan tujuannya ?. Kiranya hanya Tuhan dan  Presiden Jokowi yang mengetahuinya.

Yang jelas selama ini publik juga paham, bahwa Pak Jokowi suka menggunakan bahasa simbol dan sering menggunakan kiasan dalam menyikapi atau menjawab persoalan politik yang sedang hangat menjadi pembicaraan warga bangsa. Berangkat dari situ sering masyarakat menyebut langkah politik itu tak ubahnya langkah kuda dalam permainan catur yang sering tak bisa diduga. Susah ditebak karena penggunaan simbol dan kiasan sehingga banyak tafsirnya.

Kita masih ingat dulu ketika menjelang pemilu tahun 2019 banyak tokoh yang berusaha mendekat ke istana dengan harapan bisa dipinang oleh Presiden Jokowi menjadi pasangannya. Para ketua partai dan tokoh tokoh bangsa banyak yang merapat ke istana karena saat itu sudah terlihat Presiden akan meninggalkan wakilnya Jusuf Kalla (JK).

Diantara tokoh tokoh yang terlihat merapat ke istana saat itu antara lain ada Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PPP Romahurmuzy alias Romi, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan banyak lagi yang lainnya. Berbekal partai yang dipimpinnya, mereka merasa memiliki suara untuk dipertimbangkan menjadi pasangan Presiden Jokowi yang akan maju diperiode keduanya.

Pada waktu itu, presiden Jokowi terkesan  "menggilir" ketua umum partai itu untuk ada kebersamaan dengannya. Kalau tidak salah Cak Imin diajak Presiden Jokowi untuk menjajal kereta Bandara Soekarno Hatta.

Setelah Cak Imin, Presiden Jokowi sempat juga mengajak Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto untuk lari bareng di sekitar Istana Bogor pada Sabtu, 24 Maret 2018. Kebersamaan keduanya saat itu banyak ditafsirkan sebagai langkah politik yang akan memasangkan Jokowi dan Airlangga. Ternyata bukan hanya Cak Imin dan Airlangga saja yang diperlakukan istimewa. Ada Ketua Umum PPP Romahurmuzy yang malah diajak makan bersama di istana.

Dalam sebuah kesempatan wawancara dengan presenter Mata Najwa, Najwa Shihab pada April 2018 di Istana Kepresidenan Bogor, Presiden Jokowi bahkan menyebut Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Romi cocok menjadi calon wakil presiden Indonesia. Tapi seperti diketahui bersama, Romi pada akhirnya malah masuk bui akibat kasus korupsi yang menjeratnya.

Berangkat dari pengalaman yang terjadi selama ini nampaknya pemberian simbol simbol dukungan yang di lakukan oleh Presiden Jokowi kepada tokoh tertentu itu nampaknya memang multi tafsir sehingga sulit untuk ditebak kemana arahnya. Sehingga tidak bisa dijadikan patokan sebelum last minute saat pendaftaran calon Presiden dan Wakil Presiden didaftarkan ke KPU sebagai calon resmi yang diusungnya.

Terlepas dari itu semua sebenarnya tidak tepat juga kalau seorang pemimpin bangsa terkesan sibuk memberikan sinyal sinyal dukungan kepada calon Presiden atau Wakil Presiden yang akan menggantikan posisinya.

Karena seorang Presiden seyogyanya tetap netral, berdiri di atas semua kandidat,  dalam kontestasi Pilpres 2024 apalagi waktunya masih lama. Presiden adalah juga Kepala Negara yang berdiri di atas semua golongan, bukan hanya milik kelompok tertentu atau relawannya saja.

Dukungan Presiden pada salah satu kandidat akan menguatkan polarisasi di tengah masyarakat yang saat ini masih begitu terasa. Manakala terjadi gesekan, siapa yang akan mendamaikannya ?. Apalagi Presiden tidak lagi memiliki "legal standing" karena sudah berpihak kepada kelompok atau calon tertentu yang didukugnya. Makanya hal ini menjadi sesuatu hal yang sangat berbahaya.

Siapapun presidennya pasti dia mempunyai keinginan untuk  dikenang sebagai pemimpin yang berhasil menyatukan rakyatnya bukan malah sebaliknya. Hal ini hanya bisa didapat jika dalam kepemimpinannya, dalam setiap kebijakan dan tutur katanya, mencerminkan keberpihakan kepada semua rakyat, menghilangkan dikotomi pendukung-non pendukung yang membuat masyarakat terbelah karenanya.

Apalagi saat ini ditengah ancaman krisis yang konon akan terjadi di tahun 2023. Semua kekuatan perlu dikerahkan untuk mencegah agar hal itu tidak berdampak pada perekonomian Indonesia. Untuk mencapai hal itu tentu membutuhkan dukungan seluruh rakyat bukan cuma relawannya saja.

Namun jika rakyat sudah terkotak-kotak dalam dukung-mendukung kandidat yang justru diorkestrasi oleh negara, apakah masih relevan untuk meminta seluruh rakyat mendukung upaya pemerintah menghadapi ancaman resesi yang bakal melanda ?

Mencari Pemimpin Yang Mikir Rakyat

Kiranya jelas bahwa seorang pemimpin tidak sepantasnya untuk terlibat dukung mendukung atau memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu saja. Karena Pemimpin bertugas untuk mengantarkan rakyat dengan selamat mencapai kesejahteraan yang di idam idamkanya. Oleh karena itu, pemimpin bukanlah bagian yang terpisahkan dari rakyatnya.

Pemimpin yang berdiri di antara rakyat dapat merasakan suasana kebatinan rakyat sehingga dapat mengetahui apa yang sebenar-benarnya menjadi kebutuhan rakyatnya bukan semata kebutuhan kelompok pendukungnya saja. Dengan bermodalkan empati kepada semua rakyat, pemimpin yang telah memahami kebutuhan rakyat dapat dengan sepenuh hati memperjuangkan apa yang menjadi tujuan bersama

Pemimpin harus mampu berpihak pada semua rakyatnya. Ini berarti dia akan berhadapan dengan siapapun yang bertentangan dengan kehendak rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin yang merakyat harus mampu menciptakan rasa adil bagi semua rakyatnya. Tidak ada yang lebih indah dari pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya. Tidak ada pemimpin yang dicintai rakyatnya melainkan dia mampu mencintai semua rakyatnya.

Pemimpin yang dicintai dan yang memikirkan  rakyatnya tentu tidak tega untuk meminta rakyat supaya makan keong sawah ketika daging mahal harganya. Ketika harga cabe mahal tidak akan menyuruh supaya rakyat tanam cabe sendiri dirumahnya. Tidak tega untuk menyuruh rakyat miskin supaya diet dan tak banyak makan karena memang tidak selalu ada yang bisa dimakannya. Ketika listrik mahal tidak akan semena mena meminta rakyat supaya meteran listrik dicabut dari rumahnya.

Pemimipin yang memikirkan rakyat dan memperjuangkan kepentingan mereka dan bukan  sekadar pandai keluyuran ke sawah tapi nyatanya beras impor sehingga merugikan petani karena hasil tanamnya menjadi tidak ada harganya. Bukan pula pemimpin yang suka berkunjung ke pantai tapi ternyata garamnya mendatangkan dari mancanegara.

Pemimpin yang memikirkan rakyatnya tidak selalu mereka yang berpenampilan sederhana seolah olah merakyat tapi sebenarnya hanya untuk mengelabui saja. Sebab bisa saja penampilan sederhana dan merakyat tapi kebijakan kebijakan yang diambilnya menyusahkan rakyatnya.

Buat apa penampilan merakyat kalau faktanya pajak naik, BPJS naik, BBM naik, sembako naik, gas naik, listrik naik, sembako naik, minyak goreng naik, hukum carut marut, keadilan sekarat, hutang luar negeri membengkak, TKA China merajalela, oligarki makin perkasa dan kehidupan rakyat semakin susah saja ?.

Tentu saja ciri ciri pemimpin yang memikirkan rakyat dan membela kepentingan rakyatnya tidak semata mata bisa di disimbolkan dengan putih rambutnya atau berkerut wajahnya. Tidak pula karena pemimpin itu suka menikmati dinginnya AC di istana.

Sebab kalau ini yang menjadi ukurannya maka mereka yang menjadi pemimpin akan ramai ramai merubah penampilannya dengan mengecat putih warna rambutnya supaya dibilang memikirkan rakyatnya. Lagi pula orang akan akan bertanya kepada yang terhormat Presiden Indonesia:  apakah Presiden yang sekarang berkuasa tidak memikirkan rakyatnya karena masih hitam rambutnya ? belum berkerut wajahnya ?

Kiranya tidak masalah rasanya pemimpin itu tampil klimis dan senang tinggal di istana asalkan mampu mensejahterakan rakyatnya serta membela kepentingan rakyatnya.Sebagai contoh Ir. Soekarno presiden pertama Republik Indonesia.

Bung Karno itu penampilannya tidak merakyat karena akaiannya necis, pakai jas dan dasi, kacamata, dan menyukai tari lenso dan dansa.  Bung Karno juga punya mobil bagus, istana yang mentereng, koleksi lukisan, patung-patung, dan karya seni kelas dunia. Tapi siapa yg berani bilang kalau Soekarno itu pemikiran , kebijakan dan tindakannya  tidak pro rakyat Indonesia ?.

Alhasil, “pemimpin merakyat dan memikirkan kepentingan rakyatnya itu bukan soal penampilan fisik semata tapi pemikiran, kebijakan dan tindakannya yang pro rakyat," tulis Yusril Ihza Mahendra  lewat akun twitter pribadinya. Sehingga "sungguh menggelikan jika ada pemimpin yang penampilannya merakyat tapi kebijakannya malah untungkan kaum kapitalis dan merugikan rakyatnya " katanya. Bagaimana menurut penilaian Anda ?

 

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar