Perusahaan Intelijen AS Bocorkan Cara China Lemahkan TNI di Natuna

Senin, 23/05/2022 14:26 WIB
Foto: Bakamla RI Bayangi dan Usir Kapal Coast Guard China di Laut Natuna Utara. (CNBC).

Foto: Bakamla RI Bayangi dan Usir Kapal Coast Guard China di Laut Natuna Utara. (CNBC).

Jakarta, law-justice.co - Hingga saat ini, China masih terus menjadi ancaman nyata bagi Indonesia pasca insiden penggantian nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara oleh Indonesia pada 2017 lalu.

Terutama saat 2019, Indonesia diam-diam disebut media Arab nyaris terlibat perang dengan China di Natuna.

"Peristiwa itu mengacu pada sengketa internasional atas salah satu wilayah yang paling disengketakan di dunia, karena Indonesia dan China mengklaim menguasai wilayah di Laut China Selatan yang terletak di perbatasan pulau-pulau `Natuna` Indonesia, karena China menganggap bahwa sekitar 90% dari laut Yang memiliki luas 3,5 juta kilometer persegi lautnya sendiri, mengutip catatan penggunaan sejarah untuk mendukung klaimnya, sementara Indonesia yang terletak di pinggiran selatan Laut Cina Selatan menganggap bahwa daerah dengan perkiraan 1,9 triliun kaki kubik cadangan gas alam adalah zona ekonomi eksklusifnya di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Pada akhir 2019, dunia hampir menyaksikan konflik militer antara Indonesia dan China sebagai akibat dari praktik terakhir di kawasan ekonomi Pasifik, yang oleh Indonesia disebut `Laut Natuna Utara` sementara Beijing menganggapnya sebagai daerah penangkapan ikan tradisional China.

Pada saat yang tepat, pasukan penjaga pantai Cina mulai merambah ke wilayah tersebut, dan Jakarta tidak menemukan cara selain mengirim kapal perang dan pesawat tempur F-16, dan juga mengundang kapal penangkap ikan Indonesia untuk pindah ke daerah itu, tetapi ketegangan mereda dengan cepat setelah Cina mundur dari daerah itu, menembusnya," Seperti melansir pikiran-rakyat.com.

China rupanya sudah sejak lama ketar-ketir dengan langkah Indonesia yang mengamankan Natuna.

Pada 9 Januari 2020 yang secara gamblang menyebut jika Natuna Indonesia dulu merupakan wilayah China.

"Kemampuan Indonesia menjaga jalur komunikasi laut dari Laut Cina Selatan hingga Selat Malaka akan semakin diperkuat. Ini tidak baik untuk China, jadi lawan, protes," jelasnya.

Kini, setelah Indonesia resmi membeli armada tempur baru dari Prancis dan Amerika Serikat, China rupanya sudah menyiapkan rencana pembalasan kepada Indonesia.

Seperti diketahui, pada 10 Februari 2022, Indonesia memborong 42 unit jet tempur Rafale Prancis dan direstui membeli 36 unit F-15 EX Amerika Serikat (AS) yang belakangan dikenal dengan nama F-15IDN.

RANE perusahaan intelijen risiko mengungkap jika China kemungkinan akan melakukan taktik balasan kepada Indonesia setelah TNI diperkuat di Natuna.

RANE yang dalam artikelnya terbitan 1 April 2022 menyebut jika militer Indonesia makin kuat di Natuna.

"Perkembangan militer Indonesia akan meningkatkan ketegangan dengan China di perairan yang disengketakan di utara Kepulauan Natuna, memaksa Jakarta untuk menerima potensi kerugian ekonomi dari pembalasan China," tulis RANE.

"Pada pertengahan November, angkatan laut China menggunakan meriam air untuk mencegah kapal angkatan laut Filipina memasok pelaut di Second Thomas Shoal.

Insiden tersebut menunjukkan kesediaan Beijing untuk menekan klaim teritorialnya di Laut China Selatan, yang meningkatkan kemungkinan bentrokan serupa dengan Indonesia," jelas perusahaan tersebut.

"Pembalasan China terhadap pembangunan militer Indonesia kemungkinan akan mencakup tarif yang ditargetkan dan kontrol impor atas barang-barang utama Indonesia," lanjut RANE.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sendiri sejak bertahun-tahun lalu sudah membangun pangkalan militer yang berisikan batalyon komposit di pulau Natuna.

Batalyon komposit di Natuna ini terdiri dari pasukan gabungan TNI tiga matra.

Alutsista yang ditempatkan TNI di Natuna pun kelas satu.

Dimana nantinya mesin perang terbaik TNI akan berada di Natuna seperti F-16 Block 52ID, Su-27/30 hingga kapal perang korvet macam KRI Bung Tomo.

Penjagaan ekstra ketat di Natuna disebabkan adanya agresivitas China dengan klaim Nine Dash Line nya.

Analis senior dari Australian Strategic Policy Institute, Huong Le Thu, mengatakan bila Indonesia sangat berhati-hati dalam masalah Natuna dengan China.

"Saya pikir Indonesia sangat hati-hati selektif tentang bagaimana dan kapan bereaksi dan menanggapi ketegasan China, yang bahkan saya sebut provokasi, di Laut Natuna," ujarnya.

Huong mengira jika para pengambil keputusan di Indonesia akan menyelesaikan masalah Natuna dengan dialog.

Media asing benarnews.org juga mengungkap bahwa pejabat senior Indonesia menjelaskan jika militer Indonesia melakukan upaya tak terpublikasi tapi tegas di Natuna Utara.

"Fakta bahwa Angkatan Laut Indonesia dan Bakamla (Badan Keamanan Maritim Indonesia) mengerahkan kapal perang dan Coast Guard untuk membayangi Haiyang Dizhi menunjukkan (posisi) Indonesia".

"Tidak harus melakukan tindakan afirmatif seperti menimbulkan konflik atau semacamnya,” katanya.

(Annisa\Editor)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar