Adu Kepentingan Industri Rokok dan Tembakau di Indonesia (II)

Matinya Petani Tembakau Akibat Tarik Ulur Kebijakan & Oligarki

Sabtu, 19/03/2022 09:00 WIB
Di sudut Kota Jakarta terdapat sebuah kampung yang dikenal sebagai Kampung Bebas Asap Rokok. Nekat merokok di sini siap-siap kena denda Rp 50 ribu. Sejumlah RT di wilayah RW 06, Kelurahan Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur, menjadikan lingkungannya sebagai Kampung Bebas Asap Rokok. Robinsar Nainggolan

Di sudut Kota Jakarta terdapat sebuah kampung yang dikenal sebagai Kampung Bebas Asap Rokok. Nekat merokok di sini siap-siap kena denda Rp 50 ribu. Sejumlah RT di wilayah RW 06, Kelurahan Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur, menjadikan lingkungannya sebagai Kampung Bebas Asap Rokok. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Masalah pada perokok anak yang jumlah naik terus setiap tahunnya menjadi perhatian serius pemerintah dan stake holder lainnya.

Laju percepatan perokok pada usia anak-anak pun terus direm agar tidak menjadi ledakan yang bisa menjadi masalah kesehatan di kemudian hari.

Jika tidak direm sedari dini, maka ledakan masalah kesehatan akan terjadi dalam beberapa puluh tahun ke depan, pemerintah harus siap mengeluarkan anggaran dari penyakit yang diakibatkan dari ledakan perokok anak ini.

Hal inilah yang menjadi concern Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Melalui Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Kesejahteraan Anak Hendra Jamal mengatakan saat ini Kementerian PPPA berfokus kepada perokok pemula.


Di sudut Kota Jakarta terdapat sebuah kampung yang dikenal sebagai Kampung Bebas Asap Rokok. Nekat merokok di sini siap-siap kena denda Rp 50 ribu. Sejumlah RT di wilayah RW 06, Kelurahan Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur, menjadikan lingkungannya sebagai Kampung Bebas Asap Rokok. Robinsar Nainggolan

Pasalnya, hal tersebut dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah perokok pada usia anak. Selain itu ia mendorong kepada Forum Anak untuk terus memantau kondisi terkait fenomena tersebut.

"Semua berawal dari anak. Mulai dari pengembangan pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur harus melibatkan anak," katanya.

Hendra menuturkan bila peran orang tua juga memiliki peran sentral untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah perokok pada anak.

Menurutnya, selain itu orang tua mempunyai peranan untuk dapat memberikan bimbingan kepada anak untuk mengedukasi bahaya rokok.

"Dibutuhkan peran orang tua dalam membimbing anak sedini mungkin untuk menjauhi rokok. Jangan abaikan anak dari bahaya rokok,” tuturnya.

Hendra juga menyebutkan bila Kementerian PPPA mempunyai indikator tertentu untuk membuat daerah tersebut terbebas dari perokok pada usia anak.

Hendra meniali keberadaan kawasan tanpa rokok dan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok menjadi salah satu persyaratan Kabupaten/Kota Layak Anak.

"Kawasan tanpa rokok dan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok merupakan dua dari 24 indikator Kabupaten/Kota Layak Anak," imbuhnya.

Ia menyatakan Kabupaten/Kota Layak Anak memiliki lima peringkat, yaitu pratama, madya, nindya, utama, dan paripurna. Saat ini belum ada satu pun kabupaten/kota di Indonesia yang mencapai peringkat paripurna sebagai Kabupaten/Kota Layak Anak.

Saat ini, baru ada tiga kota yang berhasil meraih peringkat utama, yaitu Surabaya, Surakarta, dan Denpasar. Meski begitu Di ketiga kota tersebut pun masih terdapat iklan, promosi, dan sponsor rokok.

"Di Surabaya, misalnya.klan rokok yang ada sudah dimulai sejak sejak lama dan punya kontrak dengan perusahaan tertentu. tapi kebijakan dari mantan Walikota Surabaya Trirismahrini menyatakan tidak ada lagi kontrak iklan rokok baru," pungkasnya.

Pemerintah Tak Konsisten Menjalankan Kebijakan KTR

Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (PKEKK UI) Prof. Hasbullah Thabrany mengungkapkan Cukai Rokok dan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan dua upaya kebijakan yang harusnya saling melengkapi.

"Cukai rokok dan KTR upaya mengendalikan rokok, ini rekomendasi WHO dengan tujuan mengurangi dampak rokok," ujarnya kepada Law-Justice.co.

Prof.Hasbullah menegaskan bahwa KTR punya tujuan untuk pembatasan konsumsi dengan diperkuat oleh cukai rokok bukan serta merta membuat semua orang berhenti merokok."Kebijakan KTR maupun cukai rokok tidak bertujuan membuat orang berhenti merokok terutama bagi yang kecanduan," katanya.

"Bagi yang memang perokok yang sudah kecanduan disediakan ruangan untuk merokok, karena kita paham pecandu itu tidak akan mudah berhenti begitu saja," lanjut dia.

Tujuan dari cukai rokok adalah membuat para pecandu rokok ini pelan-pelan berhenti merokok dengan menaikkan cukai." ini agar para pecandu rokok semakin terdesak untuk menghentikan kebiasaan merokoknya karena harga rokok semakin mahal," papar dia.

"Dengan si Pencandu mulai mengurangi volume merokoknya, maka dia sudah mengurangi resiko polusi akibat asap rokok yang biasa di konsumsi," lanjut Prof.Hasbullah.

Sementara itu, kata Prof.Hasbullah, ruang merokok disediakan agar sesama perokok bertemu dan saling meracuni.

"Ruang merokok ini tanpa disadari merupakan cara agar para perokok tidak meracuni orang yang tidak merokok, biar sesama pecandu saling meracuni satu sama lain," jelasnya.

Bagi yang kecanduan, cukai rokok yang tinggi bertujuan untuk memberi denda para pecandu agar mengurangi kecanduannya.

"Cukai rokok saat ini di Indonesia hanya 56% dari harga rokok untuk rokok buatan mesin, padahal di negara lain cukai rokok sudah 90% dari harga rokok," ungkap dia.

Prof.Hasbullah justru menyayangkan sikap pemerintah yang belum sepenuh hati menjalankan Kebijakan Cukai dan KTR secara konsisten.

"Sejauh ini efektifitas dua kebijakan ini kurang maksimal akibat pemerintah kurang konsisten," tukasnya.

Prof.Hasbullah menilai, pemerintah saat ini lebih takut jika peneyerapan tenaga kerja berkurang di sektor industri rokok jika ada pengendalian produksi tembakau.

Padahal, menurutnya penyerapan tenaga kerja tidak hanya dilakukan dengan memproduksi tembakau menjadi rokok.

“Pemerintah selama ini kan masih berpikir kalau tidak ada produksi rokok, maka petani tembakau akan rugi. Padahal ada solusi lain yang bisa dilakukan. Misalkan saja seperti hasil pajak bea cukai rokok yang 10 persen untuk negara, lima persennya bisa dikembalikan langsung kepada petani tembakau untuk mengasah skill atau keterampilan lain mereka, selain dari memproduksi tembakau menjadi rokok,” jelasnya.

Di samping itu, Prof. Hasbullah juga menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan lagi faktor kesehatan yang diakibatkan oleh rokok. Karena, kesadaran masyarakat Indonesia pada golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah terhadap dampak rokok masih rendah. Harga rokok di Indonesia pun bisa dikatakan cukup murah dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang harga rokoknya cukup mahal.

“Inilah yang menyebabkan konsumsi rokok di Indonesia tinggi. Di Indonesia, setiap tahunnya 260 miliar batang rokok dikonsumsi. Dan yang mencengangkan pengonsumsi rokok terbesar adalah masyarakat usia produktif. Ini juga yang harusnya diperhatikan oleh pemerintah,” ungkap dia.

Soal nasib petani tembakau, Prof. Hasbullah mengungkapkan berbagai upaya agar mereka tidak terlalu dirugikan oleh karena kenaikan cukai rokok. "Sudah Banyak upaya, bahkan petani sekarang sudah mendukung kenaikan cukai rokok. Kalau harga makin mahal kan harga tembakau juga naik dong...mereka justru diuntungkan," pungkasnya.

Karut Marut Masalah Tembakau dan Industri Rokok

Masalah perokok pada anak juga disebabkan banyak faktor, ketidaktegasan pemerintah terhadap aturan yang dibuat terutama soal kebebasan anak-anak dalam membeli dan mengonsumsi rokok. Banyak persoalan dari hulu ke hilir yang harus dibenahi dan disinkronkan.

Selain itu, masalah lainnya adalah adanya tarik ulur kepentingan di tingkat industri produsen tembakau dan rokok baik di dunia maupun di Indonesia.

Hal inilah yang membuat pemerintah sulit membuat kebijakan tegas yang bisa berimplikasi terhadap masalah ekonomi mulai dari ancaman kebangkrutan industri rokok dan matinya petani tembakau lokal yang sudah ada sejak lama.


Sekolah menjadi salah satu kawasan tanpa rokok yang kerap dilanggar (Dok.Gosign.co.id)

Situasi sulit ini diklaim industri rokok yang berafiliasi dengan asing agar bisa menekan petani tembakau lokal agar tidak tumbuh dan membuat celah masuknya tembakau dari luar negeri yang lebih dinilai lebih murah.

Terparah, kondisi petani tembakau di Indonesia saat ini tak terlepas dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Salah satunya adalah kebijakan menaikkan cukai rokok sebesar 12 persen yang dilakukan pada awal 2022 lalu.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan, pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai. Kebijakan cukai juga mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan.

“Kenaikan itu pun bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok,” kata Menkeu, pada 13 Desember 2021 lalu.

Namun kenyataannya tidak seperti itu. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyatakan, kenaikan cukai rokok tersebut akan berdampak langsung pada petani tembakau.

Ketua Umum APTI, Soeseno mengatakan, kenaikan cukai rokok akan menurunkan harga pembelian tembakau dari pabrikan ke petani.

Menurut dia, kondisi tersebut jelas akan merugikan para petani.

"Ini biasa terjadi dalam beberapa tahun. Lebih-lebih kenaikannya diumumkan Oktober, itu musim pasar, biasanya harga tembakau langsung kacau, harganya tidak baik bagi petani," jelas Soeseno.

Turunnya harga pembelian pabrik telah dirasakan petani tembakau di sejumlah kabupaten di provinsi Jawa Tengah.

Ketua DPW Serikat Petani Indonesia Jawa Tengah, Edi Soetrisno mengatakan, sejak masa panen beberapa bulan lalu, pembelian tembakau hasil petani oleh pabrik rokok terhenti.

Padahal tembakau yang dipanen jumlahnya bisa mencapai ratusan ton. Edi mengaku tidak mengetahui pasti apa yang menyebabkan pabrik berhenti membeli tembakau hasil petani.

Namun diduga ini terkait dengan kenaikan cukai rokok, seperti yang disebut Ketua Umum APTI, Soeseno.

"Sebabnya kami kurang tahu, yang pasti belum ada pembeli, (pabrik) yang beli belum ngambil," kata Edi ketika diwawancara Law-Justice.co.

Edi menambahkan, di Jawa tengah sedikitnya ada 300 lebih petani tembakau, yang tersebar di empat kabupaten, yakni Boyolali, Temanggung, Wonosobo, dan Rembang.

Hantaman lain yang dirasakan petani tembakau adalah masuknya tembakau impor ke Indonesia. Menurut Edi, keberadaan tembakau Impor telah menggerus harga tembakau lokal.

Penurunan harga tersebut cukup signifikan, dari Rp35 ribu perkilogram hingga menjadi Rp8 ribu perkilogram.

Menurut Edi, rontoknya harga tembakau lokal akibat masuknya tembakau impor sudah terjadi sejak dua tahun lalu.


Dirjen Bea Cukai melakukan pemusnahan sebanyak 2.777.114 batang rokok dan 14.719 botol minuman keras ilegal berbagai merek senilai Rp 6.462.090.500 dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 5.524.632.922. Robinsar Nainggolan

"Harga turun sejak dua tahun ini. Petaninya merugi. Masalahnya ada daerah-daerah yang petaninya tidak bisa menanam selain tembakau," ujar Edi.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), setiap tahunnya Indonesia terus mengimpor tembakau dari sejumlah negara.

Dikutip dari laman bps.go.id, Tiongkok menjadi negara importir tembakau terbesar, dengan nilai US$ 164,8 juta pada 2020. Nilai tersebut setara dengan 29,94% dari total impor tembakau ke Indonesia.

Brazil berada di posisi kedua dengan nilai impor tembakau sebesar US$ 126,8 juta (23,02%). Setelahnya ada Zimbawe dengan impor tembakau senilai US$ 46,76 juta (8,5%).

Data BPS tersebut juga menunjukkan nilai impor tembakau ke Indonesia menunjukkan tren yang naik dalam lima tahun terakhir.

Nilai impor tembakau tertinggi terjadi pada pada 2018 yakni mencapai 121,38 ton, sedangkan yang terendah adalah pada 2020 yakni sebesar 110,27 ton.

Adapun volume impor tembakau ke tanah air mencapai 116,93 ribu ton pada 2021. Jumlah itu naik 6,03% dibandingkan tahun sebelumnya.

Hancurnya harga tembakau lokal akibat masuknya tembakau impor membuat para petani semakin merana, karena ada petani di sejumlah daerah yang memang hanya bisa mengandalkan tembakau.

Mereka tidak bisa beralih menanam komoditi lainnya, karena ketiadaan modal atau minimnya keahlian.

Alhasil, mereka bertahan di tengah sejumlah keterbatasan.

"Bertahannya hanya mengandalkan tabungan saja. Kalau habis panen uangnya tidak dihabiskan untuk bertahan hidup," ungkap Edi.

Kondisi para petani tembakau semakin terjepit dengan adanya sejumlah pajak yang memotong penghasilan mereka.

Menurut Edi, sedikitnya ada dua pajak yang dikenakan kepada para petani tembakau di provinsi Jawa Tengah, yakni pajak hasil pertanian sebesar 5 persen dan pajak tembakau sebesar 15 persen.

Itu yang resmi, kata Edi. Ada juga pajak tidak resmi berupa pungutan yang dilakukan oleh koperasi dan tengkulak. Karena tidak resmi, maka tidak ada angka pastinya. Namun yang pasti hal tersebut semakin memberatkan petani.

Terkait pajak dan pungutan tersebut, para petani pernah mengeluhkan kepada pemerintah daerah setempat.

Namun hingga kini belum ada respon positif yang didapat para petani. Menurut Edi, pemda setempat malah meminta petani untuk tidak menanam tembakau, dengan sejumlah alasan.

Diantaranya karena adanya sejumlah aturan yang membatasi peredaran rokok untuk umum. Hal itu dinilai akan membuat petani tembakau semakin tak beruntung.

Edi menambahkan, pemerintah daerah setempat juga berdalih, jika petani terus menanam tembakau, maka mereka akan terkena pajak tembakau dan paja hasil pertanian.

Namun dibalik itu, menurut Edi, tidak ada solusi konkrit dari pemerintah untuk para petani.

"Tanggapan pemerintah daerah kurang berpihak pada petani," pungkasnya.

Nasib Petani Tembakau yang Terabaikan
Petani tembakau selalu menjadi sorotan berbagai pihak, hal tersebut karena peran petani tembakau untuk industri tembakau hingga sektor ekonomi mikro seperti UMKM.

Untuk itu Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo mengatakan bila pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk melindungi petani tembakau.

Firman juga mengingatkan kepada pemerintah agar tidak mudah diintervensi oleh lembaga maupun dari pihak asing dalam penyusunan kebijakan terkait sektor pertanian tembakau dan industri hasil tembakau.

"Pemerintah seharusnya melindungi hak warga negaranya, terutama petani dan masyarakat yang terlibat di industri hasil tembakau. Jangan ada intervensi dari pihak asing," kata Firman kepada Law-Justice.

Politisi Partai Golkar tersebut menjelaskan bila industri hasil pertanian tembakau sejauh ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan negara melalui cukai.

Untuk itu, Firman menekankan bila pemerintah berkewajiban melindungi seluruh pihak yang berkontribusi di industri ini, terutama para petani tembakau.

"Ini yang harus mulai dipikirkan supaya ada rasa keadilan," tegasnya.


Sejumlah aliansi petani tembakau Indonesia menggelar aksi treatrikal saat menggelar unjuk rasa di depan pintu masuk Kementerian Sekretariat Negara yang masuk ke dalam lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/9). Aksi tersebut sebagai bentuk penolakan kenaikan harga cukai rokok 2022. Robinsar Nainggolan

 

Selain Firman, Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun juga memberikan pembelaannya terhadap para petani tembakau.

Misbakhun meminta agar pemerintah untuk bersikap lebih adil kepada petani tembakau dengan memberi regulasi yang tidak memberatkan petani tembakau.

Terkait kenaikan cukai rokok, Ia menegaskan memang pemerintah menggunakan masalah kesehatan sebagai alasan menaikkan cukai rokok.

“Saya tidak pernah dan tidak ingin menyangkal alasan kesehatan,” ujar Misbakhun kepada Law-Justice.

Misbakhun menegaskan selama 10 tahun terakhir ini cukai rokok memberikan sumbangsih signifikan bagi penerimaan negara. Dia menyebut kontribusi para petani tembakau membuat para pejabat Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) menerima pembayaran tunjangan.

“Seratus persen bisa dibayarkan,” tegasnya.

Tak hanya itu, sumbangsih para petani tembakau juga membuat negara mampu mengurangi beban utang luar negeri. Misbakhun menyatakan ada jasa para petani tembakau yang tak boleh dilupakan dalam capaian tersebut.

“Itu semua di atas penderitaan para petani tembakau,” katanya.

Misbakhun juga memaparkan target penerimaan cukai pada 2022 sebesar Rp 193,53 triliun. Namun, kata Misbakhun, di Kementerian Pertanian (Kementan) justru tak ada alokasi anggaran untuk membantu petani tembakau.


Sejumlah aliansi petani tembakau Indonesia menggelar aksi treatrikal saat menggelar unjuk rasa di depan pintu masuk Kementerian Sekretariat Negara yang masuk ke dalam lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/9). Aksi tersebut sebagai bentuk penolakan kenaikan harga cukai rokok 2022. Robinsar Nainggolan

“Mereka tidak pernah mendapatkan bantuan alat pertanian, subsidi pupuk, subsidi bibit, subsidi pestisida, tetapi merekalah orang yang berkorban paling besar di dalam mata rantai industri ini. Tidak ada satu mention pun ucapan terima kasih dari pemerintah kepada mereka,” katanya.

Kontribusi Laporan : Devi Puspitasari, Rio Rizalino, Ghivary Apriman

 

(Tim Liputan Investigasi\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar