Diduga Ada Pemaksaan dalam Kasus Haris dan Fatia yang Dilaporkan Luhut

Jum'at, 28/01/2022 13:48 WIB
Dialog daring Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang dianggap mencemarkan nama baik Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan. (Tangkapan layar Youtube Haris Azhar)

Dialog daring Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang dianggap mencemarkan nama baik Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan. (Tangkapan layar Youtube Haris Azhar)

Jakarta, law-justice.co - Polisi telah memanggil dan memeriksa aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terkait kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Luhut Pandjaitan. Namun, menurut Tim Kuasa Hukum Haris dan Fatia menduga ada pemaksaan atau kriminalisasi dalam penyelesaian kasus tersebut.

Oleh karena itu, mereka meminta agar kasus tersebut dihentikan. Haris dan Fatia dilaporkan ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Keduanya masih berstatus saksi kendati perkaranya telah masuk tahap penyidikan.

Kuasa hukum Fatia, Andi Muhammad Rizaldi menilai, seharusnya kejaksaan merekomendasikan kepada penyidik untuk menghentikan perkara. Sebab, Andi berpandangan, tidak terdapat unsur pidana dalam kasus tersebut.

“Bagi kami, kasus yang dialami Fatia dan Haris itu bisa dimaknai sebagai pemidanaan yang dipaksakan atau kriminalisasi,” ujar Andi saat menyampaikan rekomendasi penghentian perkara, di Kejaksaan Tinggi Jakarta.

Berawal dari diskusi antara Haris dan Fatia yang disiarkan melalui YouTube perkara ini muncul. Mereka menyoroti hasil penelitian sejumlah lembaga mengenai dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis pertambangan di Intan Jaya, Papua. Menurut Andi, diskusi antara Haris dan Fatia merupakan bentuk partisipasi warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum.

“Ini sebagai bentuk partisipasi warga negara untuk mengawasi jalannya pemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi dan juga hak asasi manusia,” kata Andi.

Hal senada disampaikan kuasa hukum Haris, Muhammad Al Ayyubi Harahap. Dia mengatakan, percakapan Haris dan Fatia berlandaskan pada hasil kajian dari beberapa organisasi sipil.

Adapun pokok pembahasan Haris dan Fatia berdasarkan hasil laporan YLBHI, Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, Kontras, JATAM, Greenpeace Indonesia, hingga Trend Asia, bertajuk Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya.

Dikutip dari Kontras.org, kajian ini memperlihatkan indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua dengan mengambil satu kasus di Kabupaten Intan Jaya, Papua.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar