Rusak Kerukunan Umat Beragama, Yahya Waloni Dituntut 7 Tahun Bui

Selasa, 28/12/2021 17:24 WIB
Ustaz Yahya Waloni dituntut 7 bulan penjara karena dinilai merusak kerukunan antar umat beragama (wartaekonomi)

Ustaz Yahya Waloni dituntut 7 bulan penjara karena dinilai merusak kerukunan antar umat beragama (wartaekonomi)

Jakarta, law-justice.co - Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menuntut Yahya Waloni dipenjara selama 7 bulan dalam kasus dugaan ujaran kebencian terkait SARA. Jaksa meyakini Yahya Waloni terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian terkait SARA.

"Menyatakan Terdakwa Muhammad Yahya Waloni terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)," kata jaksa saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/12/2021).

Jaksa meyakini perbuatan Yahya Waloni melanggar Pasal 45a ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Yahya Waloni dengan pidana penjara selama 7 bulan dikurangi selama terdakwa di dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan dan denda sebesar Rp 50 juta, subsider 1 bulan kurungan," katanya.

Jaksa juga menilai perbuatan Yahya Waloni dapat merusak kerukunan antar umat beragama.

"Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa dapat merusak kerukunan antar umat beragama yang sudah berjalan lama," kata jaksa.

Sementara itu, hal yang meringankan, Yahya Waloni mengakui perbuatannya, Yahya Waloni tidak berbelit-belit. Selain itu, Yahya Waloni menyesali perbuatannya serta telah meminta maaf kepada umat Nasrani dan rakyat Indonesia.

"Terdakwa telah meminta maaf pada umat Nasrani dan seluruh rakyat Indonesia," kata jaksa.

Atas tuntutan tersebut Yahya Waloni mengajukan pleidoi secara lisan.

Kasus ini bermula ketika pada Rabu, 21 Agustus 2019, terdakwa Yahya Waloni sebagai penceramah diundang oleh DKM Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center Jakarta untuk mengisi kegiatan ceramah dengan tema ceramah `Nikmatnya Islam`.

Pada hari itu, jumlah anggota jemaah sekitar 700 orang, tetapi terdakwa dalam mengisi kegiatan ceramah tersebut ternyata memuat materi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA, karena menyangkut kata-kata yang bermuatan kebencian terhadap umat Kristen sehingga materi ceramah diduga dapat menyakiti umat kristiani.

Padahal, selain didengar oleh jemaat masjid tersebut, ceramah itu ditayangkan secara langsung (live streaming) di akun media sosial yang dimiliki oleh masjid WTC, yaitu YouTube dan Facebook, sehingga ditonton oleh khalayak ramai.

Dalam ceramahnya, jaksa mengatakan terdakwa Yahya Waloni mengeluarkan kata-kata yang bermuatan SARA terhadap umat Kristen, yaitu `bible Kristen itu palsu`, `kemudian ada ayat-ayat yang kosong, ada nomornya tapi tidak ada kalimat. Saya tulis nabinya tidak sempat menulis, lagi mudik ke Jombang, begitu. Ini harus dipertanggungjawabkan, pendeta jawab ini, kenapa ada ayat kosong, saya akan lihat ini, bukan saya yang ngomong ya`.

Serta kalimat `daripada ente di dalam lompat sana lompat sini sampe kemasukan `grgrgr` kenapa? Kepenuhan roh kudis, eh, sori, roh kudus, lapor lagi roh kudis, lapor Yahya Waloni bilang roh kudis`. Dan kalimat yang diduga menimbulkan perbencian SARA lainnya.

Akibat perbuatannya, Yahya Waloni didakwa diancam pidana Pasal 45a ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 156a KUHP, Pasal 156 KUHP.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar