Perhatian! Ini Konsekuensi Hukum Jika Anda Tidak Memiliki NPWP

Rabu, 20/01/2021 11:19 WIB
NPWP, NPWP Online, Cara Daftar NPWP Online, Daftar NPWP Online, Biaya NPWP online, Syarat NPWP online, Pendaftaraan NPWP Online (Ist)

NPWP, NPWP Online, Cara Daftar NPWP Online, Daftar NPWP Online, Biaya NPWP online, Syarat NPWP online, Pendaftaraan NPWP Online (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Banyak yang mempertanyakan apakah benar akan ada peraturan bahwa semua karyawan harus mempunyai NPWP sendiri? Kalau tidak, pajak pendapatan yang akan dikenakan jadi dua kali lipat? Seberapa jauh UU tentang NPWP Perorangan ini?

Seperti melansir hukumonline.com, selain sebagai tanda pengenal diri wajib pajak, fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”) adalah memudahkan segala urusan wajib pajak terkait dengan administrasi perpajakan.

Dalam hal ini dikenal ada 2 jenis NPWP, yakni NPWP Pribadi untuk wajib pajak perorangan dan NPWP Badan untuk wajib pajak badan usaha.[1]

Ketentuan mengenai NPWP ini tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi:

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Selain itu, dalam peraturan perundang-undangan yang sama diatur juga ketentuan mengenai Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan, dan tata cara pembayaran pajak.

Kewajiban pemegang NPWP selaku Wajib Pajak adalah melaporkan penghasilan wajib pajak melalui Surat Pemberitahuan Tahunan untuk menetapkan pajak terutang dalam satu tahun pajak[2], dan tentu saja menyetorkan pajaknya.

Adapun Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (“PTKP”)[3], dengan per tahun diberikan paling sedikit sebesar:[4]

a. Rp. 15.840.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp. 15.840.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami; dan
d. Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Namun patut dicatat, apabila Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.[5]

Sehingga karyawan sebagaimana Anda maksud termasuk Wajib Pajak sepanjang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, maka kepadanya diberikan NPWP Pribadi.

Menjawab pertanyaan Anda, Pasal 21 ayat (5a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 36/2008”) menyatakan:

(5a) Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Oleh karena itu, bukan menjadi dua kali lipat sebagaimana Anda maksud melainkan Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP tetapi memperoleh penghasilan, akan dikenakan tarif yang lebih tinggi yaitu sebesar 20% dibandingkan Wajib Pajak yang sudah memiliki NPWP.

Lebih lanjut, mengenai NPWP dapat Anda lihat pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, kedua kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, ketiga kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;

4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

[1] Pasal 111 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 7/1983”)
[2] Penjelasan Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983
[3] Pasal 16 ayat (2) UU 36/2008
[4] Pasal 7 ayat (1) UU 36/2008
[5] Penjelasan Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar