Tak Cuma Laskar FPI, Kontras Catat Ada 29 Kasus Pembunuhan oleh Polri

Jakarta, law-justice.co - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti menyatakan bahwa kasus 6 orang anggota FPI yang ditembak mati oleh polisi bukanlah kasus kekerasan aparat pertama yang terjadi di Indonesia.

Kata dia, pihaknya mencatat setidaknya ada 29 kasus pembunuhan oleh polisi di luar proses hukum sepanjang 2020.

Baca juga : Dalami Putusan Perkara KM 50 Laskar FPI, KPK Periksa 2 Hakim Agung

"Kasus enam anggota FPI itu bukan pertama kali. Sepanjang 2020 ini ada 29 peristiwa pembunuhan di luar proses hukum," kata Fatia seperti melansir suara.com, Senin 14 Desember 2020.

Fatia merinci setiap kasus pembunuhan di luar proses hukum sepanjang 2020 itu.

Baca juga : PBB Menyuarakan Keraguan Terhadap Netralitas Jokowi Dalam Pemilu RI

Pada September 2020, ada 9 peristiwa pembunuhan yang dilakukan polisi dengan jumlah korban tewas sebanyak 11 orang.

Pada Oktober ada sebanyak 9 peristiwa dengan jumlah korban tewas sebanyak 9 orang. Selanjutnya, pada November tercatat ada 11 peristiwa dengan jumlah korban tewas mencapai 14 orang.

Baca juga : ASN Bisa Diisi TNI-Polri, KontraS: Pembangkangan Reformasi!

"Selama tiga bulan terakhir di 2020 total sudah ada 34 orang tewas," ungkapnya.

Dari ke-29 peristiwa tersebut, kasus penembakan yang dilakukan oleh polisi kebanyakan dilakukan terhadap bandar narkoba dan pengedar narkoba masing-masing sebanyak 7 orang.

Selain itu, ada pula pelaku pencurian 6 orang, pelaku kekerasan 6 orang, kurir narkoba 5 orang, penyelundup narkoba 1 orang, pengedar obat keras 1 orang dan pelaku perampokan 1 orang.

Lokasi yang paling banyak terjadi perisitwa pembunuhan di luar proses hukum oleh polisi berada di Jawa Timur dengan 8 peristiwa.

Selanjutnya di Sumatera Utara dan Banten masing-masing 4 peristiwa, Sumatera Selatan, Aceh dan DKI Jakarta masing-masing 3 peristiwa, Jawa Barat 2 peristiwa.

Terakhir di Sulawesi Utara dan Riau masing-masing 1 peristiwa.

Fatia menyebut, seluruh peristiwa tersebut tidak pernah ditindaklanjuti oleh polisi.

"Pelaku paling hanya dimutasi atau dapat sanksi etik," ungkap Fatia.

Fatia menduga, kepolisian tidak melalui mekanisme pengisian lembar formulir penggunaan senjata sebelum mengeksekusi para korban, seperti tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009.

"Apakah mereka melalui mekanisme untuk mengisi lembar formulir dalam menggunakan senjata? Biasanya memang enggak dipakai," tuturnya.

Saat ini, KontraS sedang melakukan pengajuan Keterbukaan Informasi Publik untuk menanyakan pengisian form tersebut.

"Kita sedang mengajukan KIP untuk menanyakan soal pengisian form itu apakah dijalankan atau tidak," tukasnya.