Meski Terus Diprotes, Menko Mahfud Tegaskan Omnibus Law Jalan Terus

Jakarta, law-justice.co - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyatakan bahwa setiap perumusan undang-undang (UU) atau kebijakan pemerintah selalu mendapat penolakan dari rakyat.

Pasalnya kata dia, kebijakan pemerintah selalu memiliki plus minus yang tidak semuanya dapat diamini secara bulat oleh masyarakat.

Baca juga : Dibanding Ngemis Gabung Pemerintah, PKS Lebih Baik Oposisi Bareng PDIP

"Mana ada UU di Indonesia ini yang tidak diprotes, tidak ada kan? [UU] yang tahun ini semua diprotes. Ya tidak apa-apa, tapi kan negara ini tetap harus jalan, bukan kalau diprotes harus berhenti," kata Mahfud dalam sebuah acara yang diunggah melalui kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Rabu (21/10).

Hal itu dikatakannya merespons gerakan penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja yang masif terjadi di beberapa daerah, terutama dari elemen buruh dan mahasiswa.

Baca juga : Ucapan Rocky Gerung Diputus PN Jaksel Tak Hina Jokowi

Menurut Mahfud, RUU Ciptaker ini dilahirkan atas dasar penyederhanaan birokrasi dan regulasi di tanah air yang selama ini terkesan tumpang tindih.

Pihaknya pun mengaku sejauh ini telah menampung segala aspirasi masyarakat dalam perumusannya, salah satunya saran dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

Baca juga : Puluhan Bangunan Mengalami Kerusakan Akibat Gempa Bumi di Garut

"Dari buruh, Said Iqbal yang demo besar-besaran itu sudah berapa kali ke kantor saya menyampaikan 13 usul perbaikan, sudah ditampung," kata dia.

"Bahwa orang tidak setuju itu hal lain, kalau dicari salahnya semua UU pasti ada jeleknya," imbuhnya.

Lebih lanjut, Mahfud menegaskan bahwa posisi UU Ciptaker yang sudah disahkan melalui rapat paripurna DPR RI, pada 5 Oktober, itu memang sudah melalui proses panjang dan kesepakatan legislatif.

Dirinya selaku menteri pun mengaku tidak dapat mengintervensi dewan terkait proses ini.

"Jadi seperti `Pak kok DPR buat UU gitu, partai-partai`, kan itu urusan di sana (DPR). Kita tidak boleh intervensi. Nah, itulah konsekuensi dari demokrasi, kalau mau beres tidak ada yang gitu-gitu kembalikan pemerintah jadi otoriter lagi," kata dia.