Begini Permintaan Muhammadiyah Terkait UU Cipta Kerja

Jakarta, law-justice.co - Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh anggota DPR. Aksi protes berupa demo pun terjadi dimana-mana.

Oleh karena itu Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu`ti meminta masyarakat untuk menahan diri atas disahkannya RUU Cipta Kerja tersebut. Dia mengimbau jangan terprovokasi hingga terjadi tindakan anarkistis yang malah merugikan masyarakat sendiri.

Baca juga : Sesama Rekan Kerja Kepergok Selingkuh, Bolehkah Dipecat?

"Sebaiknya semua elemen masyarakat dapat menahan diri dan menerima keputusan DPR sebagai sebuah realitas politik," kata Abdul Mu`ti dalam pernyataan resminya, Rabu (7/10/2020).

Menurutnya, kalau memang terdapat keberatan terhadap UU atau materi dalam UU, bisa melakukan judicial review atau uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru.

Baca juga : Bakal Tinjau Ulang UU Cipta Kerja, Anies: Pastikan Keadilan Muncul!

Lebih lanjut dikatakan Abdul Mu`ti, sejak awal, Muhammadiyah meminta kepada DPR RI untuk menunda, bahkan membatalkan pembahasan RUU Omnibus law. Selain karena masih dalam masa COVID-19, di dalam RUU juga banyak pasal yang kontroversial.

"RUU tidak mendapatkan tanggapan luas dari masyarakat. Padahal seharusnya sesuai UU, setiap RUU harus mendapatkan masukan dari masyarakat," ujarnya.

Baca juga : Masyarakat Mulai Terdampak, UU Cipta Kerja Hambat Reforma Agraria

Namun, DPR jalan terus dan malah mengesahkan UU Omnibus law. Memang usul Muhammadiyah dan beberapa organisasi yang mengelola pendidikan telah diakomodir oleh DPR.

Lima UU yang terkait dengan pendidikan sudah dikeluarkan dari Omnibus Cipta Kerja. Hanya, masih ada pasal terkait dengan perijinan yang masuk dalam Omnibus Cipta Kerja.

"Memang soal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Karena itu, Muhammadiyah akan wait and see bagaimana isi Peraturan Pemerintah," tandasnya.