Mengurai Modus Perampokan ASABRI

Jakarta, law-justice.co - Belum juga usai skandal Jiwasraya, timbul isu persoalan serupa di Asabri (PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dengan nilai kerugian tak kalah besarnya."Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya. Di atas Rp 10 triliun itu," kata Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).

Saat ini dugaan korupsi yang menjerat perusahaan pelat merah PTAsabri Persero sudah mulai menyita perhatian khalayak. Untuk memperjelas informasi terkait dengan adanya dugaan kasus korupsi di PT Asabri ini, Menko Polhukam Mahfud MD akan memanggil sejumlah menteri terkait seperti Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Menteri BUMN, Erick Thohir.

Baca juga : Nisa Ratu Narkoba Aceh Dituntut Vonis Mati, Ini Detilnya

Mengenal Asabri

Asabri didirikan pada 1 Agustus 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1971. Selanjutnya, 1 Agustus ditetapkan sebagai hari jadi Asabri. Saat ini, kantor PT Asabri beralamat di Jalan Mayjen Sutoyo Nomor 11, Jakarta. Dilansir dari situs resminya, PT Asabri (Persero) merupakan BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas. Seluruh sahamnya dimiliki oleh negara yang diwakili Menteri Negara BUMN selaku Pemegang Saham atau RUPS. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroran (Persero), Perusahaan Umum ( Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara BUMN.

Baca juga : Kapolresta Manado Diperiksa Propam soal Bunuh Diri Brigadir RA

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 1992, menurut jenis usahanya, PT Asabri merupakan asuransi jiwa. Sementara, menurut sifat penyelenggaraan usaha, PT Asabri bersifat sosial. Sehingga, PT Asabri (Persero) merupakan perusahaan asuransi jiwa yang bersifat sosial yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan undang-undang, dan memberikan proteksi finansial untuk kepentingan prajurit TNI, anggota Polri, dan PNS Kemhan/Polri.

Latar belakang berdirinya Asabri lantaran awalnya prajurit TNI, anggota Polri, dan PNS Dephan/Polri menjadi peserta Taspen (Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri) yang didirikan pada 17 April 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1963. Dalam perjalanannya, keikutsertaan prajurit TNI dan anggota Polri dalam Taspen mempengaruhi penyelenggaraan Program Taspen karena sejumlah hal, seperti Perbedaan Batas Usia Pensiun (BUP) bagi prajurit TNI dan anggota Polri yan bedasarkan UU Nomor 6 Tahun 1966 dengan PNS yang berdasarkan pada UU Nomor 11 Tahun 1969. Sifat khas prajurit TNI dan Polri berisiko tinggi, banyak yang berhenti karena gugur atau tewas dalam melaksanakan tugas dan sebagainya.

Baca juga : Diduga Gelembungkan Suara, Crazy Rich Surabaya Digugat di MK

Pada tahun 1971, ada kebijaksanaan pemerintah untuk mengurangi jumlah prajurit secara besar-besaran dalam rangka peremajaan. Jumlah iuran yang terkumpul pada waktu itu tak sebanding dengan perkiraan klaim yang akan diajukan para peserta. Menindaklanjuti hal-hal tersebut dan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI, anggota Polri, dan PNS Kemhan/Polri, maka Dephankam saat itu memprakarsai mengelola premi tersendiri dengan membentuk lembaga asuransi yang lebih sesuai, yaitu Perusahaan Umum (Perum) Asabri.

Berdasarkan PP Nomor 68 Tahun 1991, bentuk badan hukum perusahaan yang dialihkan dari Perum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Hal itu dilakukan untuk meningkatkan operasional dan hasil usaha. Perubahan bentuk badan usaha dari Perum menjadi Persero telah disertai perubahan pada Anggaran Dasar melalui Akta Notaris Muhani Salim, S.H., dengan Nomor 201 tanggal 30 Desember 1992 tentang Pendirian dan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan (Persero) PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Ini telah beberapa kali diubah, dan terakhir dengan Akta Nomor 9 Tahun 2009 tanggal 8 Oktober 2009 yang dibuat dihadapan Notaris Nelfi Mutiara Simanjuntak, S.H., pengganti dari Notaris Imas Fatimah, S.H.

Dalam rangka menindak lanjuti perkembangan peraturan perundang-undangan, khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan jaminan sosial, maka diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2015 yang mengamanatkan PT ASABRI (Persero) sebagai pengelola program dengan 18 (delapan belas) manfaat. Semula, PT Asabri hanya terdiri dari 9 (sembilan) manfaat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 dan 2 (dua) manfaat yang merupakan tugas tambahan, dengan tujuan utama yaitu meningkatkan kesejahteraan Prajurit TNI, Anggota Polri dan Pegawai ASN di lingkungan Kemhan dan Polri.

Dengan demikian PT Asabri, merupakan BUMN yang sahamnya 100 persen dikuasai pemerintah. Produk asuransinya diperuntukkan untuk seluruh prajurit TNI, anggota Polri, dan PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Polri.Direktur Utamanya saat ini dipegang oleh Sonny Widjaya, seorang pernawirawan jenderal infanteri bintang tiga TNI AD. Direksi lainnya yakni Herman Hidayat sebagai Direktur SDM dan Umum, kemudian Rony Hanityo Apriyanto sebagai Direktur Keuangan dan Investasi. Sementara di jajaran dewan komisaris, ada mantan deputi di Kementerian BUMN Harry Susetyo Nugroho sebagai Komisaris Utama Asabri. Komisaris lainnya yaitu Achmad Syukrani dan Rofyanto Kurniawan.

Lagu Lama

Ribut ribut soal kasus Asabri yang ramai akhir akhir ini sebenarnya sudah bukan hal yang baru lagi., Karena upaya untuk merampok Asabri sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Dilansir Tribunnews, Mahfud MD mengatakan tindak korupsi di PT ASABRI tersebut bukanlah kali pertama terjadi. Ia menyebut, tindak pidana korupsi di PT ASABRI juga pernah terjadi kala dirinya menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) di era Presiden ke-4, Abdurrahman Wahid (Gusdur). Mahfud MD mengaku heran karena dugaan korupsi masih terjadi saat ini. Menurut Mahfud: Dulu waktu saya jadi Menteri Pertahanan, ada korupsinya untuk diadili, kok sekarang muncul lagi dalam jumlah yg sangat besar.

Perlu diketahui, pada tahun 1995 PT. Asabri juga pernah dikorupsi sebesar Rp. 410 miliar.Uang yang dikorupsi itu berasal dari premi yang dibayar oleh prajurit TNI, anggota POLRI dan pegawai Kemenhan/Polri yang berjumlah, setidaknya, 1,5 juta personel. Dana prajurit TNI sebesar Rp 410 miliar itu dikorup oleh eks Dirut PT Asabri Mayjen (Purn) Subarda Midjaja. Unsur merugikan keuangan negara terbukti karena, akibat perbuatan Subarda, dana prajurit yang semestinya digunakan untuk perumahan prajurit tersedot untuk memperkaya diri sebesar Rp34 miliar.Atas tindakannya itu, Subarda dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 30 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dihukum membayar uang ganti rugi sebesar Rp 33 miliar.

Selain Subarja, saat itu yang menjadi tersangka korupsi adalah seorang pengusaha bernama Henry Leo.Dalam persidangan, Henry Leo terdakwa dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana PT ASABRI dalam kurun waktu 1995 hingga 1997.Seperti yang diungkap Mahfud MD sebelumnya, kasus korupsi ASABRI langsung berakhir di meja hijau untuk diadili.

Adapun hakim saat itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sarpin Risaldi.Tuntutan hakim tersebut dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (22/4/2008).Tim jaksa menilai Henry Leo terbukti melakukan tindak korupsi di PT ASABRI dan melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971.Dalam kasus itu, majelis hakim menjatuhi hukuman kepada tersangka Henry Leo dengan penjara tujuh tahun lamanya.Lalu, Henry Leo juga didenda sebesar Rp 30 juta subsider enam bulan kurungan.Tak hanya itu, ia akhirnya dituntut hukuman tambahan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 69,877 miliar.

Pengacara Henry Leo, Albab Setiawan, menyatakan, tuntutan tujuh tahun penjara itu terlalu berat. Apalagi, selama ini ada akta yang menguatkan hubungan Henry Leo dengan Departemen Pertahanan (saat ini Kemenhan) menyangkut uang Rp 410 miliar tersebut.“Disebutkan, dana itu sebagai penyertaan di proyek-proyek yang dikerjakan Henry. Dengan demikian, uang itu dicatat sebagai utang Henry Leo. Ada kok bukti aktanya,” lanjut Albab.

Kasus itu sendiri bermula dari adanya dugaan penyelewengan dana asuransi dan perumahan prajurit TNI yang dikelola Asabri. PT Asabri meminjamkan uang Rp410 miliar kepada pengusaha yang juga rekan bisnis Asabri, Henry Leo. Henry juga menjadi tersangka lain dalam kasus tersebut. Namun, uang itu rupanya digunakan untuk berinvestasi di bidang lain.Usut punya usut, Henry Leo diketahui andil memberikan rumah kepada eks Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (Purn) R. Hartono. Ia tak lain merupakan teman seangkatan mantan Direktur Utama Asabri Subarda Midjaya di Akademi Militer Nasional kohort 1962. Baik Subarda maupun Henry Leo, keduanya sempat mengajukan banding hingga kasasi. Namun, pada 6 Maret 2009, Majelis hakim kasasi Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi mereka.

Upaya merampok Asabri juga sebenarnya juga sudah mulai tercium lagi sejak tahun 2018 lalu. Ditandai dengan adanya pengaduan dari seorang pengacara yang bernama ) Andar Situmorang, SH. Seperti diberitakan sotarduganews.com, Direktur Eksekutif Goverment Against Corruption & Discrimination (GACD) Andar Situmorang, SH membuat pengaduan ke KPK terkait dengan dugaan adanya Tindak Pidana Korupsi Sistimatis Rp 1,5 trilyun pada Investasi Pasar Modal PT. Asabri
Andar mengirimkan surat bernomor 17/ GACD/IX/2018 kepada Menteri Negara BUMN, Menteri Pertahanan, TNI dan Pimpinan KPK.

Dalam suratnya pada intinya ia mengadukan permasalahan yang terjadi di Asabri. Ia menyatakan bahwa berdasarkan hasil WASRIK ITJEN KEMENHAN tahun 2016 telah ditemukan kerugian Negara Rp 400,000.000.000,- dan hasil pemeriksaan atas kegiatan investasi di bidang pasar modal PT. ASABRI Pesero tahun 2015 -2016 semester I ditemukan kerugian Negara Rp.1,500 000.000.000.-(satu setengah trilyun Rupiah) ini tanggung jawab Dirut PT. Asabri.

Bahwa diketahui selama ini sukses para pelaku transaksi jahat adalah pengelola investasi PT. Asabri dengan mafia di pasar modal mendapatkan keuntungan pribadi aset PT. Prima Jaringan status dijaminkan kepada PT. Asabri : Sampai dengan saat ini PT. Prima Jaringan belum pernah membayarkan kupon sebesar 14% yang pembayaran kupon per 3 bulan sebesar Rp. 17.500.000.000,-.

Untuk menutupi atau merekayasa potensi kerugian, oknum pengelola Investasi melakukan cara-cara atau praktek-praktek yang mengalihkan potensi kerugian dari portofolio saham ke portofolio investasi reksadana di beberapa Perusahaan. Kenyataannya potensi kerugian tersebut tetaplah akan dialami oleh PT. ASABRI.Surat Andar juga disampaikan ke Ketua KPK, Ketua BPK RI, Ka POM TNI, Dewan Komisaris PT.Asabri, dan para pihak terkait Asabri.Begitulah isi surat laporan Andar Situmorang tahun 2018 yang mengindikasikan munculnya kembali masala di Asabri.

Modus Operandi

Di PT ASABRI itu uang yang dikumpulkan adalah kepunyaan para prajurit TNI/Polisi dan pegawai Dephan/POLRI yg dipotong dari gaji yang tidak seberapa jumlahnya. Konon kabarnya ada beberapa Taipan yang mempunyai perusahaan Go Public setiap hari pekerjaannya memelototi / mengincar ( memetakan) uang rakyat) termasuk uangnya PNS dan pensiunan) yang dianggap sebagai dana nganggur.

Selanjutnya melalui perusahaan perusahaan yang sudah Go Publik di bursa itulah para Taipan itu merampok uang rakyat tersebut. Modusnya adalah dengan menjalin hubungan/ kongkalingkong dengan pejabat terkait misalnya OJK, oknum pejabat Depkeu dan oknum pejabat di kementerian BUMN, serta didukung para politikus dari partai besar.

Modusnya dengan alasan supaya duit "diam" di asuransi atau Dana Pensiun itu bisa berkembang maka harus diinvestasikan! . Kemana investasinya? Untuk membeli saham perusahaan milik konglomerat/pengusaha yang listed di bursa. Apakah saham itu likuid ( kinerjanya bagus?). Sejauh ini perusahaan itu banyak yang abal -abal yang sengaja di go public -kan denga polesan laporan keuangan dan framing media seolah itu perusahaan bermasa depan, sehingga harganya sahamnya akan naik terus.

Benar saat mulai IPO harga sahan memang naik, tapi naiknya karena digoreng. Pada saat harga saham itu naik sehari bisa mencetak untung ratusan miliar. Sehingga banyak orang ingin mengivestasikan uangnya disana karena bermasa depan cerah. Keuntungan dari kenaikan saham itu tidak dinikmati oleh pemilik premi asuransi melainkan di sikat oleh para bandit oknum pejabat yang kongkalingkong dengan perusahaan abal abal yang telah di “go public”kan tadi.

Lalu bagaimana nasib selanjutnya uang PT asuransi yang dimiliki oleh para nasabah orang kecil tadi? Namanya juga saham gorengan yang dibeli, tentu saja tidak bertahan lama. Perlahan lahan harga baiknya akan turun kemudian setelah itu harga sahamnya akan melorot lagi atau terjun bebas. Pada saat harga saham melorot inilah uang Asuransi milik rakyat , prajurit , PNS dan pensiunan itu HANGUS ! alias habis tidak bertuan. Dan manajemen perusahan asuransi itu akan beralasan "salah investasi", gampang bukan ?

Berdasarkan data Stockbit yang dicatat Katadata, Asabri memegang saham 17 emiten. Mayoritas harga saham di antaranya tercatat longsor berkisar 50 persen sampai lebih dari 90 persen. Salah satu saham dalam portofolio Asabri yang harganya turun signifikan dan masih melanjutkan penurunan, yaitu saham perusahaan bidang perikanan PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR).

Beberapa waktu lalu, lanjut Katadata, perusahaan ini baru saja disuspensi Bursa Efek Indonesia (BEI) usai mengalami akumulasi penurunan yang besar. Asabri sendiri berinvestasi pada saham PCAR mulai 28 November 2018. Pada awalnya, perusahaan tercatat memegang 67 juta lembar saham atau setara 5,79 persen porsi kepemilikan. Jumlah saham PCAR yang dikempit Asabri terus bertambah hingga nyaris mencapai 323 juta lembar saham atau 27,68 persen porsi kepemilikan pada 11 Desember 2018.

Setelah itu, perusahaan tercatat melepas sedikit demi sedikit sahamnya hingga terakhir memegang 293 juta lembar saham atau 25,14 persen dari total saham per 14 Agustus 2019. Dalam kurun waktu dua tahun ini, harga saham PCAR tercatat longsor lebih dari 70 persen.

Menurut catatan Katadata, Asabri juga tercatat memiliki saham dalam jumlah besar di perusahaan batu bara Alfa Energi Investama (FIRE). Asabri mulai berinvestasi di FIRE pada 27 Juli 2018, dengan membeli nyaris 106 juta saham atau 8,11 persen dari total saham. Capaian kepemilikan sempat mencapai angka tertinggi yaitu 447 juta lembar saham atau 31,84 persen pada akhir Desember 2018.

Kala Asabri pertama kali masuk FIRE, harga saham perusahaan itu tercatat Rp 5.650 per lembar, namun per 8 Januari 2020, harganya tercatat hanya Rp284 per lembar. Ini berarti, harga saham FIRE anjlok 94,97 persen dalam kurun waktu 2,5 tahun.

Asabri juga tercatat pernah berinvestasi di saham yang sama yang pernah dikempit Jiwasraya dan menuai sorotan BPK. Sebut saja saham Trada Alam Minera (TRAM). Saat ini, saham TRAM nyangkut di batas bawah harga saham senilai Rp50 per lembar. Harga ini turun 65,75 persen dari posisi saat Asabri masuk sekitar dua tahun lalu, Rp146 per lembar.

Perusahaan juga memegang saham Hanson International (MYRX), dengan porsi kepemilikan yang sudah lebih besar dari pendiri sekaligus Direktur Utama MYRX: Benny Tjokrosaputra. Dalam kurun waktu sekitar dua tahun, saham ini telah terpuruk lebih dari 50 persen ke batas bawah harga, Rp50 per lembar saham.

Salah investasi yang menyebabkan duwit rakyat hilang pada hal sebenarnya duwit itu tidak hilang tetapi mereka nikmati. Para oknum pejabat, direksi perusahaan asuransi , pengusaha dan orang orang partai itu sdh menikmati uang yang luar biasa besarnya! Begitulah cara maling duit rakyat lewat perusahaan pasar modal.

Mereka menggunakan cara cara cukup canggih untuk menggarong duit orang orang kecil itu. Mereka bisa menggunakan para manajer investasi canggih ( canggih merekayasa) , tapi sebetulnya dalangnya orang atau kelompok yang sama .

ASABRI yg kabarnya duitnya hilang atau dikorupsi 10 T, menurut sumber di pasar modal, modusnya sama dengan saat para mafia keuangan itu menggarong PT Jiwasraya.Sampai hari ini para dalangnya kayaknya masih aman, karena dilindungi kekuatan berlapis-lapis. Maklum kalau ke bongkar satu saja bisa bisa kemana –mana dampaknya.

Kemana Uangnya ?

Persoalan yang tengah dihadapi PT. Asabri diperingatkan bisa seperti kasus yang melilit PT Asuransi Jiwasraya. Masalah Asabri ini sebetulnya seperti kasus Jiwasraya, pelaku dan modusnya juga sama. Namun kasus ini nilai lebih tinggi aspek politisnya ketimbang kasus jiwasraya karena menyangkut dana prajurit sehingga bisa menjadi kasus yang pertama dan terbesar menyangkut prajurit TNI dan polri. Dengan demikian mengutarakan kasus Asabri bukan hal yang sepele sebab nasabahnya menyangkut ratusan ribu prajurit yang memiliki pendapatan `pas-pasan` atau cukup (kesejahteraannya sangat minim).

Sepanjang tahun 2019, dikabarkan saham-saham yang menjadi portofolio Asabri terjun bebas mencapai lebih dari 90 persen. Dengan anjloknya saham saham tersebut seyogyanya segera dilakukan audit oleh BPK namun hingga Sabtu, 11 Januari 2020, kabarnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum menerima permintaan audit dari Asabri. Pada sisi lain lembaga seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan yang seharusnya bisa menyetop keberadaan saham-saham gorengan tersebut ternyata tidak dilakukan. Entah kenapa sepertinya ada langkah pembiaran sedemikian rupa sampai uang Asabri terkuras tinggal sisanya.

Jika dana hasil perampokan Jiwasraya di isukan mengalir untuk kampanye pasangan petahana apakah dana hasil perampokan Asabri ini juga ada terindikasi mengalir kesana ?. Agaknya perlu perlu penyelidikan lebih lanjut. Karena korupsi yang dilakukan melibatkan pemegang kekuasaan biasanya memang susah untuk di ungkap kebenarannya.

Saatnya ini menjadi momentum yang bagus bagi Presiden Jokowi untuk menunjukkan keseriusan dan komitmennya dalam penegakan hukum khususnya pemberantasan korupsi. Terlebih ditekankan pada kinerja Kejaksaan Agung dan KPK yang harus bisa mengembalikan dana yang sudah dirampok di Jiwasraya maupun Asabri. Di Jiwasraya diduga dirampok oleh Heru Hidayat, Hary Prasetyo dkk, sementara di Asabri masih harus dikejar siapa perampoknya. Mereka semua pelaku perampokan harus dihukum seberat-beratnya.Kalau kemudian kasus ini kembali menguap alias hanya mampu mengadili kelas terinya saja maka patut diduga top penguasa terlibat didalamnya.Dah itu saja.