Pakar: Hukuman Pinangki Harusnya Naik 3 Kali Lipat, Kok Malah Diskon?

law-justice.co - Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra, mengatakan hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Jaksa Pinangki seharusnya naik tiga kali lipat.

Namun, amat disayangkan, hukuman yang diberikan hakim justru mengusut dari 10 tahun penjara menjadi empat tahun. Padahal, kata Azmi, Jaksa Pinangki adalah seorang penegak hukum yang terbukti menjadi pemeran utama dalam kasus Djoko Tjandra.

Baca juga : Pengadilan Tinggi DKI Putuskan Rumah Istri Rafael Alun Dirampas Negara

Peran Pinangki dalam kasus tersebut sangat bertentangan dengan kapasitasnya sebagai seorang penegak hukum. Ditambah, kata Azmi, secara sosiologis saat ini negara sedang gencar-gencarnya berperang dalam pemberatasan tindak pidana korupsi.

"Seharusnya Majelis hakim Pengadilan Tinggi menyadari bila penegak hukum yang melakukan tindak pidana korupsi harus dijatuhi hukuman lebih tinggi. Misal bisa menerapkan dua kali lipat bahkan tiga kali lipat dari tuntutan JPU," kata Azmi Syahputra kepada Law-Justice, Rabu, (16/6/2021).

Baca juga : Tahap Banding, Rafael Alun Tetap Divonis Hukuman 14 Tahun Penjara

Jika melihat putusan Pengadilan Tinggi DKI Nomor 10/Pid.Sus-TPK/2021/PT DKI, yang berjumlah 174 halaman atas kasus Jaksa Pinangki, Azmi menilai yang menarik untuk dikaji adalah pertimbangan hukum hakim yang terkecoh masuk ke ranah yang tidak tepat.

"Majelis hakim kurang peka, keliru menempatkan keyakinannya, tidak mempertimbangkan dengan cermat dan terkesan lalai melihat karakteristik dalam kasus ini dengan segala dampaknya. Karena ke khasan dalam kasus ini dilakukan oleh oknum yang berjejaring dengan oknum penegak hukumnya menjual hukum seperti di pasar," katanya.

Baca juga : Pengadilan Tinggi DKI Pangkas Vonis Penjara Irwan Hermawan

Azmi juga menilai diskon hukuman Jaksa Pinangki ini membuat masyarakat semakin tidak percaya pada penegak hukum.

"Anehnya kok majelis hakim PT DKI dalam kasus ini malah memberi diskon dengan alasan berdasarkan tuntutan Jaksa yang sudah mewakili negara dan dianggap mencerminkan keadilan? Ini kekeliruan vonis. Alasan yang dicari-cari dan terkesan ala kadarnya. Ini namanya majelis hakim rasa jaksa," kritiknya.

Sebab itu, dosen hukum pidana Universitas Trisakti Jakarta ini menyarankan majelis hakim layak untuk diperiksa badan pengawas Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial.

Selain itu, ia mendorong Jaksa untuk melakukan Kasasi demi memenuhi rasa keadilan hukum.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari atas kasus penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang dari 10 tahun menjadi empat tahun penjara.

Adapun pemotongan hukuman tersebut diputuskan majelis hakim dengan mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya, karena Pinangki dianggap sudah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya.

"Bahwa terdakwa mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesi sebagai jaksa. Oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik," demikian disebutkan dalam laman putusan Mahkamah Agung (MA) seperti dikutip Antara, Selasa, 15 Juni 2021.

Hakim mempertimbangkan Pinangki adalah seorang ibu dari anak berusia empat tahun sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.

Pertimbangan lainnya yakni Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.

"Bahwa perbuatan Terdakwa tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini," demikian yang tertulis dalam laman putusan MA.