Kecam Jokowi Hadiri Nikahan Atta, Epidemiolog: Prokes Pilih-pilih!!

law-justice.co - Tidak hanya Presiden Joko Widodo (Jokowi), acara pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah dihadiri sejumlah pejabat negara termasuk Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengaku prihatin melihat acara pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah yang dihadiri Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama sejumlah pejabat tinggi negara lain dalam situasi pandemi Covid-19.

Baca juga : Luhut Binsar : Tanpa Nikel Indonesia, Pasar EV Amerika Terpuruk

Dicky menyebut, memang secara visual acara sudah digelar dengan protokol kesehatan ketat untuk mengurangi potensi tertular Covid-19. Namun di sisi lain, banyak acara pernikahan orang yang dibubarkan aparat meski sudah menerapkan prokes.

"Ini bukan satu contoh yang baik dalam situasi pandemi, karena dilihatnya protokol ini sifatnya seperti pilih-pilih, saya sempat melihat beberapa waktu lalu ada pernikahan yang dibubarkan," kata Dicky seperti melansir suara.com.

Baca juga : Jangan Sampai Menjabat di Kabinet Prabowo-Gibran 3 Orang Tersebut

Dia menegaskan pandemi Covid-19 di Indonesia belum terkendali sebab positivity rate atau laju penularan masih tinggi yakni 12.00 persen (standar aman WHO di bawah 5 persen).

Selain itu di waktu yang sama juga terjadi penambahan angka kematian akibat Covid-19 meroket pada Minggu (4/4/2021) sebanyak 427 orang.

Baca juga : Ulangi Sejarah 1998, Indonesia ke Final Thomas & Uber Cup Bersamaan

"Kemarin kematian kita 427 orang sehari, dan itu mungkin salah satu yang tertinggi, itu tanda sangat serius, menurut saya dalam situasi saat ini sangat penting komitmen dan konsistensi dari semua pihak," tegasnya.

Dicky meminta pemerintah untuk menegakkan aturan protokol kesehatan seadil-adilnya, sebab pernikahan Atta dan Aurel sama sekali tidak menunjukkan keteladanan dari pejabat negara di era pandemi Covid-19.

"Prokes ini berlaku tidak pandang bulu, berlaku untuk semua, bukan karena seorang dekat dengan pejabat, public figure bisa diberikan pengecualian. Di republik ini harus kita junjung tinggi masalah keteladanan," tutupnya.