Beda Syahganda & Nursalim, Haris: Negara Hukum Runtuh-Demokrasi Lenyap

law-justice.co - Keadilan hukum di Tanah Air semakin dipertanyakan. Upaya penegakan oleh beberapa lembaga hukum di Indonesia masih menunjukkan sisi ketidakadilan.

Aktivis Petisi 28, Haris Rusly Moti secara khusus menyoroti dinamika ketidakadilan hukum dari dua kasus yang sedang hangat dipertontonkan.

Baca juga : Perintah Tangkap Netanyahu, Kedubes Israel Semua Negara Diminta Siaga

"Kita disajikan dua kabar yang menghentak nurani. Syahganda Nainggolan, aktivis yang berbeda pendapat dengan penguasa dituntut 6 tahun penjara," kata Haris Rusly Moti di akun Twitternya, Kamis (1/4).

Tuntutan hingga pidana enam tahun penjara karena perbedaan pendapat tersebut, kata Haris Rusly seakan kontras dengan keputusan hukum terhadap kasus yang jauh lebih besar bahkan masuk dalam kategori skandal.

Baca juga : UU DKJ: Pilgub Tetap Ada & KTP Jutaan Warga Jakarta Harus Ganti

Adalah kasus tindak pidana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Samsul Nursalim (ISN).

Proses hukum skandal BLBI telah berlangsung lama, yakni sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri. Sjamsul Nursalim dan sang istri, yang selalu absen sat dipanggil sebagai saksi maupun tersangka itu kini justru diterbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3).

Baca juga : Hakim Konstitusi Anwar Usman Dilarang Ikut Sidang Sengketa Terkait PSI

"Koruptor BLBI, Sjamsul Nursalim justru di-SP3-kan oleh KPK. Runtuhnya negara hukum dan lenyapnya demokrasi," tandasnya.

Dalam persidangan ke-17 di PN Depok, Syahganda dituntut 6 tahun penjara oleh JPU lantaran dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyiarkan berita bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran.

Di sisi lain, SP3 kepada Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Samsul Nursalim diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan telah sesuai dengan Pasal 40 UU KPK.