Selain tak memiliki wibawa, Haris melihat Pemerintahan Jokowi seperti menjadi tawanan kartel batubara.
“Sobat, jika pemerintah mau bantah, berbohong, dan klarifikasi kasus, tolong gunakan logika dalam berbohong. Bukankah ada pihak ketiga yang kelola data aplikasi PeduliLindungi?” ujarnya lewat akun twitter pribadinya.
"Seluruh rakyat harus mendesak Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pertanggungjawaban di hadapan rakyat karena gagal melindungi segenap tumpah darah Indonesia seperti diamanatkan Pembukaan UUD 1945," pungkasnya.
Kejaksaan Agung dituding menutupi sejumlah pelaku dan penikmat aliran uang korupsi dari kasus Jiwasraya dan Asabri. Hal itu disampaikan oleh aktivis 98 Haris Rusly Moti lantaran puluhan orang yang diduga penikmat dana korupsi tersebut tidak menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Haris kemudian mensimulasikan kalau dalam sehari ada 10 juta transaksi, berarti pendapatan setiap harinya bisa menyentuh angka Rp 50 miliar.
"Sobat, Selamat Datang Zaman Pajak Kolonial. 1. Penghasilan Rp 50 juta/ tahun tarif PPh 5%. 2. Penghasilan Rp 50 juta - Rp 250 juta/ tahun tarif PPh 15%. 3. Penghasilan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta/ tahun tarif PPh 25%. 4. Penghasilan di atas Rp 500 juta/ tahun tarif PPh 30%" ujarnya.
Kebijakan subsidi ongkir gratis (ongkos kirim) yang dicanangkan pemerintah disebut sebagai modus dan hanya akal-akalan saja oleh aktivis Haris Rusly Moti. Menurut dia, kebijakan tersebut diduga dapat menciptakan praktik korupsi.
"Sobat, jika saya jadi @mohmahfudmd pasti sudah berkemas & ngepak barang, mundur dari jabatan Menkopolhukam. Mau ditaruh di mana muka kita jika Pilkada 2022 tetap diundur 2024?." ujarnya.