Kasus Bansos, Siapa Oknum DPR Inisial ACH Non PDIP yang Disebut MAKI?

law-justice.co - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) membongkar istilah `Bina Lingkungan` dalam kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 yang telah menjerat eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka.

Istilah `Bina Lingkungan` tersebut diduga MAKI dipakai oleh Kementerian Sosial RI untuk perusahaan-perusahaan yang akan mendapatkan jatah proyek Bansos Covid-19.

Baca juga : Resmi, Brigjen Dwi Irianto Jabat Kapolda Sulawesi Tenggara

"Kami terima, terdapat dugaan penunjukan perusahaan penyalur sembako bansos Kemensos yang saat ini diproses KPK adalah perusahaan tersebut semata-mata berdasar penunjukkan dengan istilah `Bina Lingkungan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, melalui keteranganya.

Boyamin menilai bahwa penunjukan perusahaan-perusahaan yang disebut dalam istilah `Bina Lingkungan` dianggap tidak kompeten dan kurang pengalaman dalam pengadaan bansos.

Baca juga : Ini Deretan Partai Politik yang Ajukan Sengketa Pileg 2024 ke MK

"Penunjukkan perusahaan diduga tidak berdasar kemampuan, pengalaman dan kompetensi sehingga dalam menyalurkan sembako menimbulkan dugaan mark down (penurunan kualitas dan harga ) Sehingga, merugikan masyarakat dan negara," ucapnya.


Boyamin pun membongkar sejumlah perusahaan yang tertulis dalam istilah `Bina Lingkungan` tersebut. Perusahaan itu di antaranya, PT SPM mendapatkan paket 25 ribu dengan pelaksana AHH; PT ARW mendapatkan paket 40 ribu dengan pelaksana inisial FH; PT Tira paket 35 ribu dengan pelaksana UAH; dan PT TJB paket 25 ribu dengan pelaksana KF.

Baca juga : Resmi, Pemerintah Perpanjang Izin Tambang Vale hingga Tahun 2045

"Bahwa perusahaan yang mendapat fasilitas Bina Lingkungan selain empat di atas, diduga masih terdapat sekitar 8 perusahaan lain (artinya sekitar 12 perusahaan)," tuturnya.

Boyamin mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut mendapat fasilitas `Bina Lingkungan` yang diduga berdasarkan rekomendasi dari oknum pejabat eselon I Kementerian Sosial dan oknum anggota DPR berinisial ACH.

"Oknum pemberi rekomendasi `Bina Lingkungan` diduga pejabat eselon I Kemensos dengan inisial PN dan oknum anggota DPR adalah ACH," ungkapnya.

Boyamin menyebut oknum anggota DPR tersebut bukan berasal dari PDI Perjuangan (PDIP) atau nama politisi Senayan yang telah mencuat sebelumnya.

"Artinya diduga oknum DPR yang memberikan rekomendasi berasal dari beberapa parpol (partai politik) dan bukan hanya satu parpol," tutupnya.

Berdasarkan temuan dari Media Law-Justice, bila merujuk mitra Kementerian Sosial yakni Komisi VIII DPR RI. Terdapat beberapa nama yang memiliki inisial ACH di DPR.

Namun sampai hari ini, belum diketahui berasal dari partai mana oknum DPR inisial ACH yang diduga terlibat dalam kasus Bansos Covid-19. Media Law-Justice sudah coba menghubungi beberapa nama berinisial ACH tersebut namun belum mendapatkan konfirmasi.

Dalam kasus ini, Juliari diduga mendapatkan jatah atau fee sebesar Rp 10 ribu per paket bansos. Dari program bansos Covid-19, Juliari dan beberapa pegawai Kementerian Sosial mendapatkan Rp 17 miliar.

Sebanyak Rp 8,1 miliar diduga telah mengalir ke kantong politisi PDI Perjuangan tersebut. Juliari juga dijanjikan akan mendapatkan jatah selanjutnya sebesar Rp 8,8 miliar pada pengadaan bansos periode kedua.

Selain Juliari, KPK turut menetapkan dua pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Sosial, yakni Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW), sebagai tersangka penerima suap.

Sedangkan pemberi suap adalah pihak swasta bernama Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke. Dalam OTT tersebut, KPK menyita barang bukti berupa uang mencapai Rp14,5 miliar berupa mata uang rupiah dan mata uang asing. Masing-masing uang yakni Rp11, 9 miliar, USD 171,085 (setara Rp 2,420 miliar) dan SGD 23.000 (setara Rp 243 juta).

Tags: Bansos | DPR | MAKI | KPK | Mensos |